4 Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Media Pembelajaran, Referensi Bahan Belajar

HAIJAKARTA.ID – Empat contoh studi kasus PPG PAI Kemenag 2025 masalah Media Pembelajaran.
Bapak/ibu guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag) bisa menjadikan contoh studi kasus Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk mengikuti Uji Kompetensi Mahasiswa PPG (UKMPPG).
Contoh studi kasus PPG PAI 2025 ini bisa menjadi referensi bahan belajar.
UKMPPG sendiri menjadi tahap akhir dari program PPG yang dirancang untuk menguji dan mengukur kompetensi mahasiswa agar siap menjadi guru profesional.
Pelaksanaannya dijadwalkan mulai 11-12 Oktober 2025.
Bapak/ibu guru PAI peserta PPG Kemenag 2025 batch 3 saat mengikuti UKMPPG akan diminta membuat studi kasus 500 kata dengan empat pilihan masalah, salah satunya masalah Media Pembelajaran.
Media pembelajaran merupakan sarana penting untuk menyampaikan materi agar lebih menarik dan mudah dipahami peserta didik.
Namun, dalam praktiknya sering muncul masalah, seperti keterbatasan akses terhadap media digital, guru yang kurang terampil memanfaatkan teknologi, serta ketidaksesuaian media dengan karakteristik siswa.
Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025
Studi kasus PPG PAI Kemeag 2025 masalah Media Pembalajaran harus berdasarkan pengalaman bapak/ibu guru selama mengajar di kelas dan menjawab empat pertanyaan utama:
- Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?
- Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?
- Apa hasil dari upaya Anda tersebut?
Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?
Berikut ini contoh studi kasus PPG PAI Kemenag 2025 masalah Media Pembelajaran.
A. Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Media Pembelajaran
1. Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?
Selama pelaksanaan pembelajaran PAI di kelas IV SD Negeri, saya menemukan bahwa media pembelajaran yang digunakan guru masih terbatas pada papan tulis dan buku paket. Media yang bersifat visual, audio, maupun multimedia hampir tidak pernah digunakan.
Akibatnya, siswa terlihat cepat bosan, kurang fokus, dan sulit membayangkan materi yang disampaikan, terutama pada topik yang membutuhkan contoh konkret, seperti kisah Nabi, tata cara ibadah, dan doa harian.
Hasil observasi menunjukkan bahwa hanya 40 persen siswa yang aktif mengikuti pembelajaran, sementara sisanya lebih banyak pasif dan kurang berpartisipasi.
Wawancara dengan beberapa siswa mengungkapkan bahwa mereka sering merasa “materi hanya dibacakan” dan “kurang menarik”. Guru pun menyadari bahwa keterbatasan variasi media membuat pembelajaran PAI belum maksimal dalam memotivasi siswa.
2. Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?
Sebagai solusi, saya berinisiatif mengembangkan dan menggunakan media pembelajaran variatif dan interaktif yang sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar.
Upaya yang dilakukan antara lain:
Menggunakan media visual (gambar, poster, dan kartu doa) untuk memperjelas materi.
Memanfaatkan media audio-visual (video pendek kisah Nabi, animasi tata cara wudhu, dan lagu islami anak) untuk menarik perhatian siswa.
Menyisipkan media manipulatif sederhana, seperti papan permainan edukatif (board game PAI) agar siswa belajar sambil bermain.
Melibatkan siswa dalam pembuatan media sederhana, misalnya menggambar ilustrasi doa harian atau membuat poster akhlak mulia.
Menggunakan alat digital (PowerPoint interaktif atau kuis online sederhana) untuk meningkatkan partisipasi siswa.
Sebelum digunakan, saya juga memberikan penjelasan singkat tentang cara menggunakan media tersebut agar siswa lebih mudah beradaptasi.
3. Apa hasil dari upaya Anda tersebut?
Keberhasilan pendekatan ini diukur melalui beberapa indikator:
Partisipasi siswa: Setelah penggunaan media variatif, tingkat keaktifan meningkat menjadi 85 persen siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
Pemahaman materi: Hasil evaluasi menunjukkan bahwa 80 persen siswa mampu menjawab soal dengan benar, meningkat dari sebelumnya (50 persen).
Observasi keterlibatan siswa: Siswa terlihat lebih fokus, antusias, dan bersemangat saat menonton video, bernyanyi, maupun bermain board game PAI.
Umpan balik siswa: Dari kuesioner sederhana, 92% siswa menyukai pembelajaran dengan media baru karena “lebih seru dan mudah diingat”.
Refleksi guru: Guru menyatakan bahwa media variatif membuat pembelajaran lebih hidup dan membantu menjelaskan materi yang abstrak menjadi lebih konkret.
B. Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Media Pembelajaran
1. Permasalahan Apa yang Pernah Saya Hadapi?
Selama mengajar materi Hidup Lapang dengan Berbagi di kelas 5, saya menghadapi permasalahan bahwa penilaian sikap (afektif) dan penilaian kinerja (psikomotorik) terasa kurang valid dan objektif.
Masalah utamanya adalah:
Penilaian Afektif yang Bias: Saya kesulitan menilai secara objektif apakah siswa benar-benar memiliki sikap “lapang” dan “ikhlas” dalam berbagi (hikmah berbagi). Penilaian hanya berdasarkan observasi insidental (melihat siswa saat infak Jumat) yang rawan bias. Siswa terlihat antusias saat di kelas, tetapi saya tidak memiliki bukti kuat bahwa mereka mengamalkan berbagi di luar kelas atau lingkungan rumah.
Pengukuran Praktik yang Dangkal: Untuk mengukur pemahaman tentang Zakat dan Infak, saya menggunakan tes tertulis studi kasus. Siswa mampu menjawab secara teoritis (“Ini Infak,” “Ini Zakat”), tetapi saya tidak bisa memastikan apakah mereka mampu menghitung atau mengelola hal-hal terkait berbagi dalam konteks nyata yang sangat sederhana (misalnya, pembagian infak kecil ke tiga teman yang membutuhkan).
2. Bagaimana Upaya Saya untuk Menyelesaikannya?
Untuk meningkatkan validitas penilaian afektif dan psikomotorik, saya melakukan perubahan radikal dalam metode asesmen:
- Penilaian Portofolio “Jejak Kebaikan”: Saya mewajibkan siswa membuat Portofolio Akhlak (Jejak Kebaikan) selama satu bulan, khusus untuk materi berbagi. Portofolio ini berisi:
- Bukti Otentik Sederhana: Bukti foto atau catatan (dengan izin orang tua) saat mereka memberikan sedekah (misalnya memberi makan kucing, berbagi mainan).
- Lembar Refleksi Diri: Siswa menuliskan refleksi emosional tentang perasaan mereka setelah berbagi dan hikmah apa yang mereka rasakan (ini mengukur kedalaman internalisasi nilai/ikhlas).
Penilaian Proyek Simulasi (Role-Play): Saya mengganti tes studi kasus teoritis dengan Proyek Simulasi “Petugas Amil Mini.”
Secara kelompok, siswa membuat simulasi sederhana (menggunakan uang mainan) di mana mereka harus:
- Menerima infak dari satu “muzaki.”
- Mencatatnya (administrasi sederhana).
- Mendistribusikannya kepada tiga “mustahik” (siswa lain yang berperan).
- Menjelaskan keputusan pembagian mereka.
- Penilaian ini menggunakan rubrik kinerja untuk mengukur pemahaman konsep Hidup Lapang dengan Berbagi, keterampilan manajerial (psikomotorik), dan komunikasi.
3. Apa Hasil dari Upaya Saya Tersebut?
Pendekatan ini menghasilkan keberhasilan signifikan:
- Penilaian Afektif Lebih Mendalam: Refleksi diri dalam portofolio memberikan wawasan mendalam tentang tingkat internalisasi hikmah berbagi, yang jauh lebih jujur daripada observasi kelas. Saya menemukan siswa yang pendiam di kelas ternyata memiliki refleksi yang sangat tulus.
- Psikomotorik Konkret: Proyek simulasi Amil meningkatkan pemahaman prosedural Zakat, Infak, dan Sedekag. Siswa tidak hanya tahu definisi, tetapi mampu menjalankan alurnya. 90% siswa mampu membuat keputusan distribusi yang logis dalam simulasi tersebut.
- Motivasi Beramal: Siswa termotivasi melakukan perbuatan baik secara konsisten di luar kelas untuk mengisi portofolio mereka, menjadikan penilaian sebagai pendorong amal saleh.
4. Pengalaman Berharga Apa yang Bisa Saya Petik?
Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa dalam materi PAI yang terkait dengan karakter dan praktik sosial, penilaian harus diciptakan sebagai aktivitas pembelajaran itu sendiri.
Pengalaman berharga yang saya petik adalah validitas penilaian sikap diukur bukan dari seberapa sering siswa terlihat beramal, tetapi dari seberapa tulus dan mendalam siswa mampu merefleksikan dampak amal tersebut pada dirinya dan orang lain. Penilaian melalui Portofolio dan Proyek Simulasi adalah cara efektif untuk menjembatani jurang antara konsep fikih dan aktualisasi karakter pada siswa sekolah dasar.
C. Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Media Pembelajaran
1. Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?
Saat mengajar materi Menyambut Usia Balig di kelas IV SD Negeri Garuda, saya menemukan bahwa media pembelajaran yang digunakan masih terbatas pada penjelasan lisan dan buku paket. Akibatnya, banyak siswa kesulitan memahami tanda-tanda balig yang bersifat abstrak.
Sebagian siswa merasa malu bertanya karena topik ini menyangkut perubahan fisik. Dari hasil ulangan harian, hanya 45 persen siswa yang mencapai KKM. Selain itu, observasi saya menunjukkan siswa cenderung pasif dan kurang fokus karena media yang digunakan tidak memfasilitasi rasa ingin tahu mereka.
2. Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?
Saya mencoba membuat media pembelajaran yang lebih kontekstual dan interaktif. Beberapa langkah yang saya lakukan antara lain:
- Menyusun PowerPoint berisi ilustrasi sederhana (gambar kartun, bukan foto nyata) untuk menjelaskan tanda-tanda usia balig, agar siswa lebih nyaman.
- Menggunakan video animasi islami singkat tentang adab memasuki usia balig, seperti menjaga kebersihan diri, pentingnya shalat, dan akhlak remaja.
- Membuat kartu bergambar (flashcard) berisi pernyataan benar-salah tentang usia balig, lalu digunakan dalam permainan kelompok.
- Memberi kesempatan siswa untuk berdiskusi dalam kelompok kecil, agar mereka bisa lebih terbuka dan tidak malu bertanya.
3. Apa hasil dari upaya Anda tersebut?
Setelah menggunakan media variatif, terlihat perubahan signifikan:
- Aktivitas siswa meningkat, 80 persen siswa berpartisipasi aktif dalam diskusi dan permainan.
- Hasil evaluasi belajar menunjukkan 85 persen siswa mencapai KKM, jauh lebih baik dari sebelumnya.
- Siswa mengaku lebih nyaman membicarakan topik ini karena ilustrasi kartun membuat materi terasa ringan, tidak menimbulkan rasa malu.
- Guru sejawat yang mengamati pembelajaran memberikan masukan positif bahwa media saya membantu menjelaskan materi yang sensitif dengan cara tepat.
4. Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?
Saya belajar bahwa pemilihan media pada materi sensitif seperti Menyambut Usia Balig harus memperhatikan kenyamanan siswa. Media visual yang sederhana, aman, dan kontekstual dapat menjembatani pemahaman tanpa menimbulkan rasa canggung.
Saya juga menyadari pentingnya menciptakan ruang aman bagi siswa agar berani bertanya dan berbagi pengalaman. Dengan begitu, pembelajaran PAI tidak hanya menyampaikan pengetahuan, tetapi juga membentuk sikap positif dalam menghadapi masa pubertas.
D. Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Media Pembelajaran
1. Permasalahan Apa yang Pernah Saya Hadapi?
Dalam pelaksanaan pembelajaran PAI di kelas III SDN , saya menemukan bahwa media pembelajaran yang digunakan masih sangat terbatas dan tidak menarik minat siswa.
Guru hanya menggunakan buku paket dan papan tulis tanpa adanya alat bantu visual atau media interaktif. Hal ini menyebabkan siswa terlihat pasif, cepat bosan, dan kurang memahami materi, khususnya saat membahas tema Rukun Islam dan maknanya.
Dari hasil wawancara dan observasi, diketahui bahwa siswa lebih senang belajar dengan gambar, lagu, dan permainan, namun hal ini jarang digunakan dalam kegiatan belajar.
Guru menyampaikan bahwa keterbatasan waktu dan sumber daya menjadi alasan utama tidak digunakannya media pembelajaran yang bervariasi.
2. Bagaimana Upaya Saya untuk Menyelesaikannya?
Untuk mengatasi masalah tersebut, saya merancang dan menggunakan media pembelajaran berbasis visual dan audio interaktif, dengan pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa.
Beberapa strategi yang saya terapkan antara lain:
- Membuat media visual berupa papan flanel bergambar rukun Islam yang bisa ditempel dan dipindahkan oleh siswa secara interaktif.
- Menyisipkan lagu edukatif tentang lima rukun Islam untuk membantu menghafal dan memahami maknanya secara menyenangkan.
- Mengajak siswa bermain kuis kelompok menggunakan kartu bergambar yang berisi soal dan perintah.
- Memberikan ruang bagi siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka secara bergiliran.
- Pendekatan ini dirancang agar siswa lebih aktif, kolaboratif, dan menikmati proses pembelajaran.
3. Apa Hasil dari Upaya Saya Tersebut?
Keberhasilan intervensi ini saya ukur dengan beberapa cara:
Evaluasi kognitif: Hasil post-test menunjukkan peningkatan pemahaman siswa. Sebanyak 25 dari 30 siswa (83 persen) mencapai nilai di atas KKM, meningkat dari 14 siswa (47 persen) pada pre-test.
Keterlibatan siswa: Melalui observasi, terlihat bahwa siswa lebih antusias, aktif bertanya, dan mampu menjelaskan kembali materi yang telah dipelajari.
Umpan balik siswa dan guru: Siswa menyatakan pembelajaran menjadi lebih seru dan mudah dimengerti. Guru juga merasa terbantu karena siswa menjadi lebih mandiri dan aktif dalam belajar.
Hasil karya siswa: Siswa mampu membuat poster sederhana tentang rukun Islam dengan visual yang menarik dan penjelasan yang tepat.
4. Pengalaman Berharga Apa yang Bisa Saya Petik?
Pengalaman ini memberikan pelajaran penting bahwa media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa SD dapat meningkatkan pemahaman, minat, dan keterlibatan mereka secara signifikan.
Saya menyadari hahwa keterbatasan fasilitas tidak harus menjadi penghambat, karena media sederhana seperti papan flanel dan Iagu bisa sangat efektif jika digunakan dengan tepat.
Saya juga belajar bahwa siswa SD belajar paling baik melalui pendekatan yang konkret, menyenangkan, dan interaktif. Media bukan sekadar alat bantu, melainkan jembatan penting antara guru dan siswa untuk menyampaikan nilai-nilai PAI secara hidup dan bermakna.