5 Kritik Pedas Mendikdasmen Terhadap Program Merdeka Belajar, Rencana Kaji Ulang!
HAIJAKARTA.ID- Ternyata ini 5 kritik pedas Mendikdasmen terhadap program Merdeka belajar.
Abdul Mu’ti merupakan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) yang baru dilantik, telah dikenal sebagai salah satu pengkritik tegas terhadap program Merdeka Belajar yang digagas oleh Nadiem Makarim.
Sebagai tokoh yang pernah menduduki berbagai posisi strategis dalam bidang pendidikan, Mu’ti memiliki pandangan yang tajam terhadap kebijakan ini. Berikut beberapa kritik utama yang pernah disampaikannya:
1. Minimnya Dampak Positif Terhadap Kualitas Pendidikan
Mu’ti menilai bahwa program Merdeka Belajar tidak membawa perubahan signifikan pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Bahkan, ia menyatakan bahwa program tersebut lebih banyak menimbulkan masalah baru dibandingkan manfaat yang nyata.
la menyebut kebijakan tersebut “tidak menimbulkan dampak yang serius terhadap perubahan kualitas pendidikan.”
2. Dasar Filosofis dan Kultural yang Lemah
Salah satu kritik mendalam yang dilontarkan Mu’ti adalah kelemahan pada landasan filosofis dan kultural Merdeka Belajar. la menganggap bahwa program ini tidak memiliki kerangka filosofis yang kuat.
Padahal, Mu’ti berpendapat bahwa suatu kebijakan pendidikan harus memiliki konstruksi filosofis dan kultural yang mendalam, agar bisa benar-benar menjadi alat liberasi atau memerdekakan siswa dari kebodohan.
Menurutnya, program ini justru bergerak ke arah liberalisasi, yang ia anggap berbeda dengan konsep liberasi dalam pendidikan.
3. Konsep yang Bukan Hal Baru
Mu’ti mengkritik bahwa Merdeka Belajar bukanlah konsep baru dalam dunia pendidikan.
la merujuk pada gagasan pendidikan yang pernah disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan Taman Siswa, yang telah meletakkan dasar “merdeka” bagi siswa dalam belajar.
Mu’ti juga menyebutkan bahwa konsep “freedom to learn” atau kebebasan belajar sebenarnya sudah ada sejak 1960-an, diperkenalkan oleh psikolog Carl Rogers dalam pendekatan pendidikan humanistik.
4. Menimbulkan Masalah Baru
Mu’ti menyebut bahwa Merdeka Belajar malah menimbulkan masalah baru dalam dunia pendidikan, seperti ketidaksesuaian antara konsep dan penerapannya.
Berbagai kebijakan baru di dalamnya dianggap menambah tantangan bagi pelaksana di lapangan, baik bagi pendidik maupun peserta didik.
5. Dasar Filosofis yang Kurang Kuat
Mu’ti mengkritik kurangnya dasar filosofis yang kuat dalam Merdeka Belajar, menurutnya program ini tidak memiliki konstruksi filosofis dan kultural yang kokoh.
Seharusnya, Merdeka Belajar berakar pada konsep mendasar pendidikan yang sudah ada gagasan Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan yang membebaskan manusia.
Mu’ti juga menyatakan bahwa jika program Merdeka Belajar ingin tetap dijalankan, perlu adanya rekonstruksi visi dan misi agar selaras di tingkat nasional.
Hal ini diperlukan agar seluruh pengambil kebijakan dan tenaga pendidik di Indonesia memiliki pemahaman yang sama, sehingga pendidikan tidak hanya sekadar memenuhi tuntutan pasar tetapi juga membentuk karakter siswa sesuai dengan nilai-nilai pendidikan bangsa.