sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Keuntungan dan kerugian ganti ke eSIM menjadi perbincangan hangat di tengah pesatnya perkembangan teknologi telekomunikasi.

Pergeseran dari kartu SIM fisik ke eSIM (embedded SIM) menawarkan berbagai kemudahan, namun juga menimbulkan sejumlah tantangan bagi pengguna.

Perubahan ini bukan hanya berdampak pada cara pengguna mengakses layanan seluler, tetapi juga mempengaruhi industri perangkat mobile secara keseluruhan.

Lalu, apa saja sisi positif dan negatif dari transisi ini?

Transformasi Digital Lewat eSIM

Menurut Meutya, penggunaan eSIM diharapkan bisa menjadi solusi dalam menekan penyalahgunaan data pribadi dan memerangi kejahatan siber seperti spam, phishing, hingga judi online.

“eSIM merupakan langkah maju untuk memperkuat perlindungan digital bagi masyarakat,” ujar Meutya, yang menekankan pentingnya adaptasi terhadap perkembangan teknologi komunikasi.

Namun, ajakan ini masih menuai pro dan kontra di masyarakat.

Banyak pengguna kartu SIM fisik yang masih ragu, terutama terkait dengan biaya awal, efisiensi penggunaan, dan kesiapan perangkat.

Hitung-Hitungan Keuntungan dan Kerugian Ganti ke eSIM vs SIM Fisik

Bagi sebagian orang, pertimbangan utama dalam migrasi ke eSIM adalah masalah biaya. SIM fisik relatif lebih murah dan sering kali disediakan gratis saat pembelian paket data.

Contohnya, Telkomsel menawarkan kartu perdana mulai dari Rp25.000 dengan kuota hingga 60GB. Sebaliknya, meski tidak ada bentuk fisik, eSIM tetap memerlukan biaya aktivasi.

Berdasarkan informasi dari situs resmi Telkomsel per 19 April 2025, satu paket prabayar eSIM ditawarkan seharga Rp20.000 dengan kuota internet bulanan.

Sementara XL Axiata menyediakan beberapa paket eSIM dengan harga mulai dari Rp46.000 hingga Rp168.000, tergantung kapasitas kuota.

Meskipun beberapa operator menyediakan aktivasi gratis, tak semua mengikuti kebijakan serupa. Jadi, dari segi pengeluaran awal, kartu SIM fisik masih dianggap lebih hemat.

Perbandingan Penggunaan Jangka Panjang

Bagi pengguna yang gemar berganti provider, eSIM menawarkan fleksibilitas lebih tinggi. Pengguna cukup mengganti profil digital tanpa harus membeli kartu baru.

Namun, proses migrasi eSIM ke perangkat baru tidak selalu praktis. Jika HP rusak atau hilang, pengguna mungkin perlu mengulang proses aktivasi yang kadang dikenai biaya tambahan sekitar Rp10.000 per migrasi.

Secara nominal, biaya ini masih bisa lebih rendah dibandingkan dengan mengganti SIM fisik beberapa kali setahun. Tapi kenyataannya, efisiensi biaya sangat bergantung pada pola penggunaan dan kebijakan masing-masing operator.

Apa Saja Kekurangan eSIM?

Meski menjanjikan kemudahan, eSIM tidak bebas dari kendala. Pertama, tidak semua perangkat mendukung teknologi ini.

Umumnya, hanya smartphone flagship dan beberapa mid-range terbaru seperti Samsung A55 yang sudah kompatibel.

Selain itu, proses pemindahan eSIM antara perangkat masih cukup rumit di beberapa operator.

Tak jarang pengguna harus datang ke gerai atau meminta QR code baru secara manual. Hal ini tentu menambah beban waktu dan potensi biaya tambahan.

Pada akhirnya, keputusan untuk migrasi ke eSIM sangat tergantung pada kebutuhan pribadi.

Jika kamu adalah pengguna yang dinamis, sering bepergian, dan menyukai fleksibilitas, maka eSIM bisa jadi pilihan cerdas.

Namun, jika kamu jarang mengganti perangkat, loyal pada satu nomor, dan menggunakan smartphone yang belum mendukung eSIM, maka tidak ada urgensi untuk segera beralih.