sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Lima contoh studi kasus PPG PAI Kemenag 2025 masalah Penggunaan LKPD.

Bapak/ibu guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag) saat mengikuti Uji Kompetensi Mahasiswa PPG (UKMPPG) tidak ada salahnya menjadikan contoh studi kasus PPG masalah penggunaan LKPD sebagai referensi bahan belajar.

Contoh studi kasus PPG PAI 2025 ini bisa menjadi referensi bahan belajar sebelum uji kompetensi digelar.

UKMPPG sendiri menjadi tahap akhir dari program PPG yang dirancang untuk menguji dan mengukur kompetensi mahasiswa agar siap menjadi guru profesional.

Pelaksanaannya dijadwalkan mulai 11-12 Oktober 2025.

Bapak/ibu guru PAI peserta PPG Kemenag 2025 batch 3 saat mengikuti UKMPPG akan diminta membuat studi kasus 500 kata dengan empat pilihan masalah, salah satunya masalah Penggunaan LKPD.

LKPD seharusnya membantu siswa dalam memahami materi dan melatih keterampilan berpikir kritis.

Namun, masalah yang sering muncul, LKPD dibuat terlalu materi, banyak soal hafalan, dan tidak menyesuaikan tingkat kemampuan siswa.

Akibatnya, tujuan pembelajaran berbasis aktivitas dan keterampilan berpikir kritis tidak tercapai dengan maksimal.

Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Penggunaan LKPD

Studi kasus PPG PAI Kemenag 2025 masalah penggunaan LKPD harus berdasarkan pengalaman bapak/ibu guru selama mengajar di kelas dan menjawab empat pertanyaan utama:

1. Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?

2. Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?

3. Apa hasil dari upaya Anda tersebut?

4. Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Berikut ini contoh studi kasus PPG PAI Kemenag 2025 masalah Penggunaan LKPD.

A. Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Penggunaan LKPD

1. Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?

Dalam pembelajaran PAI di SD, guru menggunakan LKPD sebagai media pendukung kegiatan belajar. Namun, banyak siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan dalam LKPD tersebut. Beberapa siswa mengeluhkan soal yang terlalu sulit, petunjuk yang membingungkan, serta desain LKPD yang tidak menarik.

2. Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?

LKPD yang digunakan tidak disesuaikan dengan kemampuan kognitif siswa sekolah dasar. Bahasa yang digunakan terlalu akademis, dan kegiatan dalam LKPD kurang melibatkan aktivitas yang menarik dan kontekstual.

Analis masalah:

  • Bahasa dalam LKPD terlalu sulit dipahami oleh siswa SD.
  • Kegiatan dalam LKPD monoton dan tidak melibatkan interaksi atau aktivitas kreatif.
  • Desain LKPD tidak menarik, minim ilustrasi, dan tidak mengakomodasi gaya belajar siswa yang beragam.

3. Apa hasil dari upaya Anda tersebut?

  • Menyusun LKPD dengan bahasa sederhana yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa SD.
  • Menambahkan kegiatan yang bersifat eksploratif dan kontekstual, seperti membuat poster nilai-nilai Islam atau bermain peran.
  • Mendesain LKPD dengan tampilan menarik, warna yang cerah, dan ilustrasi yang relevan untuk memotivasi siswa.

4. Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Guru perlu memahami bahwa LKPD yang efektif adalah LKPD yang mampu menjadi jembatan antara materi ajar dengan dunia nyata siswa. LKPD seharusnya bukan sekadar lembar soal, tetapi sarana untuk memfasilitasi pembelajaran aktif, menyenangkan, dan bermakna.

B. Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Penggunaan LKPD

1. Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?

Ketika mengajar materi Iman kepada Kitab-Kitab Allah, saya menggunakan LKPD sebagai sarana latihan dan diskusi. Namun, saya menemukan permasalahan: banyak siswa kurang berminat mengerjakan LKPD karena bentuknya monoton, hanya berupa soal uraian panjang.

Siswa cenderung menyalin dari buku tanpa benar-benar memahami. Hasil pengamatan menunjukkan sekitar 40 persen siswa mengerjakan dengan sungguh-sungguh, sementara sisanya terburu-buru selesai atau bahkan tidak mengisi dengan lengkap.

Hasil evaluasi pun rendah, hanya 50 persen siswa yang mencapai KKM. Saya menyadari bahwa desain LKPD kurang sesuai dengan karakteristik remaja SMP yang butuh variasi, tantangan, dan aktivitas kolaboratif.

2. Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?

Untuk mengatasi masalah tersebut, saya mencoba memperbaiki LKPD agar lebih menarik, interaktif, dan kontekstual.

Langkah yang saya lakukan antara lain:

  • Mendesain LKPD dengan variasi soal, seperti matching (mencocokkan kitab dengan nabi penerimanya), tabel ringkasan isi pokok kitab, dan studi kasus sederhana.
  • Menambahkan ruang refleksi, misalnya “Bagaimana cara kita mengamalkan isi kitab Allah di zaman modern?”
  • Membuat LKPD berbasis kelompok, agar siswa bisa berdiskusi dan berbagi pendapat.
  • Mengombinasikan dengan media digital, misalnya menambahkan QR Code pada LKPD yang mengarah ke video singkat tentang sejarah kitab-kitab Allah.
  • Memberi kesempatan siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka untuk meningkatkan tanggung jawab belajar.

3. Apa hasil dari upaya Anda tersebut?

Setelah menggunakan LKPD yang lebih variatif, hasilnya cukup menggembirakan:

  • Partisipasi siswa meningkat hingga 85 persen, sebagian besar terlihat aktif berdiskusi dan saling melengkapi jawaban.
  • Pemahaman siswa lebih baik, terbukti dari hasil tes formatif yang menunjukkan 80 persen siswa mencapai KKM.
  • Suasana kelas menjadi lebih hidup, siswa lebih bersemangat karena merasa LKPD tidak lagi membosankan.
  • Siswa lebih mampu mengaitkan materi dengan kehidupan nyata, misalnya saat membahas pentingnya membaca Al-Qur’an sebagai kitab terakhir.

4. Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Saya belajar bahwa penggunaan LKPD di SMP harus disesuaikan dengan kebutuhan remaja yang menyukai tantangan, kreativitas, dan kerja sama. LKPD bukan hanya alat evaluasi, tetapi juga sarana untuk membangkitkan motivasi dan melatih kemampuan berpikir kritis siswa.

C. Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Penggunaan LKPD

1. Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?

Selama pelaksanaan pembelajaran PAI di kelas IV SD Negeri, saya menemukan bahwa banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami isi LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik) yang diberikan oleh guru. LKPD yang digunakan cenderung bersifat tekstual, monoton, dan kurang melibatkan aktivitas siswa secara aktif.

Selain itu, penggunaan bahasa yang terlalu formal membuat siswa bingung memahami instruksi yang diberikan. Hasil pekerjaan siswa menunjukkan bahwa hanya 35 persen siswa yang mampu menyelesaikan LKPD dengan benar tanpa banyak bantuan dari guru.

Hasil wawancara dengan beberapa siswa mengungkapkan bahwa mereka sering merasa bosan, cepat lelah, dan kurang bersemangat ketika mengerjakan LKPD. Guru pun mengakui bahwa LKPD yang digunakan belum sepenuhnya disesuaikan dengan karakteristik, minat, dan kebutuhan belajar siswa sekolah dasar.

2. Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?

Sebagai solusi, saya melakukan revisi dan penyusunan ulang LKPD dengan menerapkan prinsip pembelajaran aktif dan berpusat pada siswa.

Adapun perubahan yang saya lakukan, yaitu:

  • Menggunakan bahasa sederhana dan komunikatif agar mudah dipahami anak.
  • Menambahkan elemen visual berupa gambar, ikon, dan tabel sederhana.
  • Menyisipkan aktivitas kolaboratif, seperti bermain peran tentang kisah teladan Nabi, membuat mini-poster doa harian, dan diskusi kelompok kecil.
  • Memberikan contoh konkret dan kontekstual sesuai dunia anak-anak, misalnya cerita tentang kegiatan di sekolah, rumah, atau lingkungan sekitar.
  • Menambahkan bagian refleksi pribadi di akhir LKPD, agar siswa dapat menuliskan pemahaman, perasaan, serta pengalaman yang mereka dapatkan.
  • Selain itu, sebelum LKPD digunakan, saya memberikan contoh langsung dan arahan singkat di awal pembelajaran agar siswa memahami cara mengerjakan LKPD dengan benar.

3. Apa hasil dari upaya Anda tersebut?

Keberhasilan penggunaan LKPD yang telah direvisi diukur melalui beberapa indikator:

  • Kualitas hasil kerja siswa: Setelah menggunakan LKPD baru, 85 persen siswa dapat menyelesaikan tugas dengan benar dan lebih mandiri, meningkat signifikan dari sebelumnya (35 persen).
  • Observasi keterlibatan siswa: Selama pembelajaran, siswa tampak lebih antusias, aktif bertanya, bekerja sama, dan berdiskusi dengan teman sekelompoknya.
  • Umpan balik siswa: Dari hasil kuesioner sederhana, 90 persen siswa menyatakan senang dengan LKPD baru karena “lebih mudah dimengerti” dan “seru karena banyak gambar dan bermain peran.”
  • Penilaian guru: Guru menyatakan bahwa LKPD baru mempermudah bimbingan karena siswa lebih mandiri, kreatif, dan termotivasi.

4. Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Dari pengalaman ini, saya memperoleh pelajaran penting bahwa kualitas LKPD tidak hanya ditentukan oleh isi materi, tetapi juga oleh bagaimana LKPD itu dapat mengajak siswa untuk berpikir, merasa, dan bertindak.

LKPD yang dirancang dengan memperhatikan karakteristik anak SD (visual, kontekstual, aktif, kolaboratif) mampu meningkatkan pemahaman, motivasi, serta keterlibatan siswa dalam pembelajaran PAI.

Saya juga menyadari pentingnya evaluasi rutin terhadap LKPD yang digunakan, agar selalu sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.

Dengan melibatkan kreativitas guru dalam penyusunan LKPD, maka siswa merasa bahwa tugas mereka relevan, menyenangkan, dan bermakna. Hal ini berdampak positif pada pemahaman serta penerapan nilai-nilai PAI dalam kehidupan sehari-hari.

D. Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Penggunaan LKPD

1. Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?

Saat mengajar materi Iman kepada Rasul di kelas VI, saya menggunakan LKPD untuk mengukur pemahaman siswa mengenai nama-nama Rasul Ulul Azmi dan keteladanan mereka. Namun, saya menghadapi kendala karena LKPD yang saya berikan terlalu banyak berupa soal isian panjang.

Akibatnya, siswa merasa jenuh, bahkan beberapa terlihat mengerjakan asal-asalan. Hanya sebagian kecil yang serius menjawab, sementara lainnya terburu-buru selesai tanpa membaca instruksi dengan baik.

Nilai hasil kerja pun menunjukkan hanya 55 persen siswa yang mencapai KKM. Dari refleksi, saya menyadari bahwa LKPD yang monoton membuat siswa kurang termotivasi.

2. Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?

Saya berupaya memperbaiki LKPD agar lebih interaktif dan sesuai dengan karakteristik siswa kelas VI yang senang tantangan dan variasi.

Beberapa langkah yang saya lakukan antara lain:

  • Mendesain LKPD dengan variasi soal: pilihan ganda, mencocokkan gambar Rasul dengan kisah singkatnya, dan teka-teki silang Islami.
  • Menambahkan kolom refleksi pribadi, misalnya “Apa teladan yang bisa kamu tiru dari Nabi Nuh AS?” agar siswa bisa mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari.
  • Menggunakan LKPD berbasis kelompok, sehingga siswa berdiskusi untuk menyelesaikan soal cerita atau studi kasus tentang sikap Rasul.
  • Memberi waktu presentasi singkat dari hasil kerja kelompok agar siswa merasa hasil LKPD mereka dihargai.

3. Apa hasil dari upaya Anda tersebut?

Hasilnya cukup positif:

  • Sebanyak 90 persen siswa terlihat lebih antusias mengerjakan LKPD karena soal bervariasi dan menantang.
  • Hasil evaluasi meningkat, 85 persen siswa mencapai KKM, bahkan beberapa menunjukkan kemampuan berpikir kritis saat mengaitkan kisah Rasul dengan kehidupan sehari-hari.
  • Diskusi kelompok berjalan aktif, siswa saling berbagi pendapat tentang sikap Rasul yang patut diteladani.
  • Suasana belajar lebih hidup, siswa tidak lagi menganggap LKPD hanya sekadar tugas tulis-menulis, tetapi juga media belajar bersama.

4. Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Saya belajar bahwa LKPD untuk siswa kelas VI harus didesain lebih variatif, menantang, dan melibatkan keterampilan berpikir kritis. LKPD bukan hanya alat evaluasi, melainkan media yang bisa menumbuhkan diskusi, refleksi, dan penerapan nilai dalam kehidupan nyata.

Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa kreativitas guru dalam menyusun LKPD sangat berpengaruh pada motivasi dan hasil belajar siswa. Dengan LKPD yang interaktif, siswa lebih termotivasi, memahami materi lebih mendalam, dan mampu meneladani akhlak Rasul dalam kehidupan sehari-hari.

E. Contoh Studi Kasus PPG PAI Kemenag 2025 Masalah Penggunaan LKPD

1. Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?

Dalam mengajar materi Mengenal Rukun Iman di kelas I, saya pernah menggunakan LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik) sebagai sarana latihan. Namun, saya menemukan beberapa kendala. Siswa kelas I masih dalam tahap awal belajar membaca dan menulis, sehingga banyak yang kesulitan memahami instruksi tertulis di LKPD.

Beberapa anak hanya menyalin tanpa memahami isi, sementara yang lain menjadi lambat bekerja karena belum lancar membaca. Hasilnya, kegiatan dengan LKPD membuat kelas kurang kondusif, sebagian siswa bosan, sebagian lagi sibuk menunggu guru membacakan instruksi.

2. Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?

Saya mencoba memodifikasi penggunaan LKPD agar sesuai dengan karakteristik siswa kelas I.

Upaya yang saya lakukan antara lain:

  • Membuat LKPD bergambar dengan instruksi sederhana, misalnya siswa hanya diminta melingkari gambar yang sesuai dengan pernyataan iman kepada Allah dan Rasul.
  • Menggunakan LKPD berbentuk mewarnai simbol iman (gambar langit, hati, kitab).
  • Membacakan instruksi secara lisan dan mencontohkan di papan sebelum siswa mengerjakan.
  • Membuat LKPD interaktif kelompok, sehingga siswa bisa bekerja sama dan saling membantu.
  • Mengombinasikan dengan aktivitas motorik, misalnya setelah mengerjakan LKPD siswa maju untuk menempel hasil kerja di papan “Aku Cinta Allah dan Rasul-Nya.”

3. Apa hasil dari upaya Anda tersebut?

Dengan pendekatan ini, pembelajaran menjadi lebih efektif:

  • Sebanyak 95 persen siswa mampu menyelesaikan LKPD sederhana tanpa merasa terbebani membaca.
  • Keterlibatan siswa meningkat, mereka lebih antusias karena LKPD disertai gambar menarik dan aktivitas mewarnai.
  • Hasil evaluasi menunjukkan bahwa siswa lebih mudah mengingat materi karena mengerjakan LKPD sekaligus mempraktikkan secara visual.
  • Suasana kelas menjadi lebih hidup, tidak ada siswa yang hanya diam menunggu, semua ikut terlibat.

4. Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Saya belajar bahwa penggunaan LKPD di kelas I harus menyesuaikan dengan tahap perkembangan anak. LKPD bukan sekadar lembar soal, tetapi bisa dirancang sebagai media belajar yang menyenangkan, penuh gambar, dan aktivitas sederhana.

Dengan modifikasi ini, LKPD berfungsi tidak hanya sebagai alat evaluasi, tetapi juga sarana untuk menumbuhkan minat belajar. Pengalaman ini mengajarkan saya pentingnya kreativitas guru dalam menyusun LKPD agar sesuai dengan kebutuhan siswa, terutama di kelas rendah sekolah dasar.