Alasan Purbaya Tolak Bayar Hutang Kereta Cepat Pakai APBN, Ini Besaran Nominalnya!

HAIJAKARTA.ID – Isu mengenai pembiayaan utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) kembali memanas.
Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, sebelumnya mengajukan dua skema penyelesaian utang kepada pemerintah.
Namun, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak tegas usulan tersebut, menegaskan bahwa utang Kereta Cepat Whoosh bukan tanggung jawab APBN.
Alasan Purbaya Tolak Bayar Hutang Kereta Cepat Pakai APBN
Purbaya menyatakan, Danantara yang mendapatkan dividen besar dari BUMN seharusnya mampu mengatasi persoalan keuangan tersebut secara mandiri.
“Danantara sudah memiliki dividen sendiri, jadi tidak semestinya melibatkan uang negara,” ujarnya di Bogor, dikutip Minggu (12/10/2025).
Menurutnya, Danantara menerima dividen hingga Rp80 triliun per tahun, jumlah yang dianggap cukup untuk menutup beban utang proyek tersebut tanpa menyentuh dana publik. “Kalau terus meminta APBN, nanti semua beban ditanggung negara. Itu bukan konsep yang sehat,” imbuhnya.
Dua Skema Penyelesaian dari Danantara
Dony Oskaria sebelumnya menyodorkan dua opsi penyelesaian utang proyek KCJB. Pertama, pemerintah menambah penyertaan modal negara kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai pemimpin konsorsium.
Kedua, Danantara mengusulkan agar infrastruktur kereta cepat diserahkan kepada pemerintah, sementara KCIC hanya bertugas sebagai operator tanpa kepemilikan aset.
Usulan itu telah disampaikan kepada Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Kementerian Perhubungan, dan kini masih menunggu keputusan akhir.
“Kita ingin perusahaan bisa mandiri secara operasional,” kata Dony di Jakarta Convention Center (JCC).
Proyek Jumbo Bernilai Rp118 Triliun
Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung yang diluncurkan sejak 2016 dan mulai beroperasi Oktober 2023 ini memiliki nilai investasi mencapai US$7,27 miliar atau sekitar Rp118,37 triliun.
Sekitar 75 persen dananya berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB).
Namun, proyek tersebut mengalami cost overrun atau pembengkakan biaya hingga US$1,2 miliar.
Akibatnya, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) konsorsium pemilik 60 persen saham di KCIC menderita kerugian besar.
Pada semester I-2025, PSBI tercatat merugi Rp1,63 triliun, dengan kontribusi rugi bersih ke KAI mencapai Rp951,5 miliar
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto, menegaskan bahwa utang proyek kereta cepat bersifat B2B (business to business), bukan tanggung jawab pemerintah.
“Proyek ini dilakukan oleh badan usaha, bukan utang negara,” jelasnya.
Artinya, pemerintah tidak dapat menggunakan APBN untuk menutup beban utang tersebut karena seluruh pendanaan bersumber dari kerja sama perusahaan antara Indonesia dan China.
Pengamat: Danantara Kehabisan Jalan Keluar
Pengamat ekonomi dari PEPS, Anthony Budiawan, menilai usulan Danantara menunjukkan lembaga itu kesulitan mencari jalan keluar.
Menurutnya, selain beban pokok utang, bunga pinjaman juga menjadi masalah besar.
“Bunganya hampir Rp2 triliun per tahun, sedangkan pendapatan dari tiket kereta cepat hanya sekitar Rp1,5 triliun,” jelas Anthony.
Ia menambahkan, Danantara seharusnya mampu menyelesaikan masalah tersebut tanpa berharap pada APBN, karena sejak mengelola dividen 65 BUMN, lembaga itu sudah memiliki kewenangan finansial penuh.
“Kalau dividen sudah dikelola Danantara, tidak logis kalau modal tambahan tetap diminta dari APBN,” tegasnya.
Selain alasan prinsip keuangan, APBN juga tengah dalam tekanan berat. Pembayaran bunga utang negara pada 2025 diproyeksikan mencapai Rp599,4 triliun, naik 8,6 persen dibanding tahun sebelumnya.
“Menambah beban lagi dari proyek kereta cepat akan memperparah kondisi fiskal. Pemerintah tidak akan kuat jika terus menanggung proyek bermasalah,” ujar Anthony.
Dengan penegasan Purbaya Yudhi Sadewa, pemerintah memastikan proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung harus diselesaikan oleh Danantara dan KAI tanpa campur tangan APBN.