Erspo Jadikan Azizah Salsha Muse di JFW 2026, Netizen Ramai Teriak Boikot
HAIJAKARTA.ID – Partisipasi brand sportwear Erspo Jadikan Azizah Salsha Muse di JFW 2026 menuai reaksi beragam dari publik.
Merek lokal yang dikenal dengan koleksi sporty-nya ini mencuri perhatian setelah ikut serta dalam gelaran Jakarta Fashion Week (JFW) 2026 yang berlangsung di City Hall, Pondok Indah Mall 3, pada Senin (27/10/2025).
Erspo Jadikan Azizah Salsha Muse di JFW 2026
Dalam acara bertema AFTERMATCH tersebut, Erspo memperkenalkan empat koleksi utama, yakni Court, Racing (hasil kolaborasi dengan VR46), Training, dan Running.
Sebagai bagian dari fashion show, Erspo menghadirkan sejumlah muse atau sosok inspiratif yang menjadi representasi dari visi desainer.
Deretan nama seperti Rany Maria, Dr. Tirta, Ismi Aisyah, dan Kabilan Jelevan turut tampil.
Namun, publik menyoroti kehadiran Azizah Salsha, yang membawakan koleksi Court Padel.
Penampilan Azizah, yang akrab disapa Zize, langsung menjadi topik panas di media sosial.
Banyak warganet yang mengaitkan partisipasinya dengan isu pribadi yang masih ramai diperbincangkan.
Sejak kemunculannya di JFW 2026, unggahan di akun resmi @erspo.official dibanjiri komentar warganet yang mengaitkan keputusan Erspo jadikan Azizah Salsha Muse di JFW 2026 dengan gerakan cancel culture dan seruan boikot.
Azizah Salsha jadi Muse di JFW 2026 Viral di Medsos
Pantauan di akun Instagram @erspo.official menunjukkan kolom komentar kini dibatasi.
Bahkan, potret dan video penampilan Azizah tidak lagi terlihat di laman tersebut. Meskipun begitu, seruan pembatalan kerja sama dan ajakan memboikot brand Erspo masih terus menggema, terutama di TikTok.
Menanggapi hal ini, Erspo merilis surat terbuka berisi permintaan maaf kepada publik.
“Dengan tulus kami meminta maaf atas keterlibatan sejumlah talent dalam acara Jakarta Fashion Week,” tulis pihak Erspo Official.
Mereka juga menambahkan bahwa pengalaman tersebut menjadi pelajaran penting agar proses pemilihan talent ke depannya dilakukan dengan lebih hati-hati dan bertanggung jawab.
“Segala masukan dan perhatian dari masyarakat menjadi dorongan bagi kami untuk terus berkembang lebih baik,” lanjut pernyataan tersebut.
“Dengan ini, kami memohon maaf dengan tulus atas keterlibatan beberapa talent (muse) dalam acara Jakarta Fashion Week.
Pengalaman ini menjadi pembelajaran berharga bagi kami untuk memperkuat proses pemilihan talent ke depannya agar lebih selektif dan bertanggung jawab.
Kami juga memohon maaf apabila terdapat respons dari Host Live ERSPO yang dirasa kurang pantas atau menyinggung pihak mana pun.
Kami telah melakukan evaluasi menyeluruh dan mengambil langkah tindak lanjut sesuai prosedur internal agar kejadian serupa tidak terulang.
Izinkan kami untuk terus bertumbuh menjadi lebih baik melalui masukan, perhatian, dan dukungan yang telah diberikan, dengan tetap menjunjung rasa hormat kepada semua pihak yang terlibat,” tulis Erspo Official.
Apa itu Cancel Culture?
Cancel Culture atau dalam bahasa Indonesia disebut Budaya Membatalkan adalah fenomena sosial yang muncul di era digital, di mana seseorang, merek, atau lembaga diboikot secara massal oleh masyarakat karena dianggap melakukan atau mengatakan sesuatu yang tidak pantas, menyinggung, atau bertentangan dengan nilai moral dan sosial.
Fenomena ini biasanya terjadi di media sosial, di mana warganet dengan cepat menyebarkan kritik, seruan boikot, hingga ajakan untuk tidak lagi mendukung pihak yang dianggap bersalah.
Akibatnya, individu atau entitas yang menjadi sasaran cancel culture dapat kehilangan reputasi, dukungan publik, bahkan sumber penghasilan.
Tujuan utama dari cancel culture adalah memberikan tekanan sosial agar seseorang atau institusi bertanggung jawab atas perbuatannya.
Dalam beberapa kasus, budaya ini dianggap efektif untuk menegakkan keadilan sosial dan etika publik, terutama ketika hukum atau sistem formal tidak menindak pelanggaran tertentu.
Namun, cancel culture juga sering menuai kritik karena dianggap tidak memberikan ruang bagi seseorang untuk memperbaiki diri.
Proses pembatalan yang terjadi di media sosial sering kali bersifat emosional dan tidak berdasarkan fakta lengkap, sehingga dapat mengarah pada persekusi digital atau penghukuman tanpa bukti yang kuat.
Pada dasarnya, cancel culture mencerminkan kekuatan opini publik di dunia maya yang dapat memengaruhi reputasi seseorang dalam waktu singkat.
Budaya ini menjadi cerminan perubahan sosial di era digital, di mana setiap tindakan atau pernyataan dapat diawasi dan dinilai oleh masyarakat luas secara instan.

