Kwitang Dulu dan Sekarang: Dari Pusat Buku ke Sudut Sunyi di Tengah Jakarta
HAIJAKARTA.ID – Kawasan Kwitang di Jakarta Pusat dulunya adalah tempat yang sempurna bagi kamu yang menyukai buku.
Dari bawah flyover Senen hingga ke toko buku Gunung Mulia, ada banyak toko yang menjual berbagai macam buku sepanjang jalan.
Namun, suasana itu hanyalah kenangan.
Sekarang hanya sekitar delapan toko dari ratusan pedagang yang dulu memenuhi kawasan tersebut.
Bahkan ada yang tetap berjualan di trotoar, menjaga bekas kejayaan Kwitang sebagai pusat buku terkenal.
Sebagian besar pedagang telah meninggalkan bisnis, beberapa pindah ke Blok M, Jakarta Selatan, dan yang lain memilih mencari pekerjaan baru.
Kwitang Dulu dan Sekarang
Beberapa pedagang mengatakan bahwa pandemi COVID-19 dan perubahan kebiasaan membaca masyarakat menyebabkan pengunjung kurang ke Kwitang.
Sekarang orang lebih suka membeli buku di toko online atau bahkan membacanya langsung di ponselnya.
Marni (nama samaran), salah satu pedagang, mengatakan bahwa kemunculan ponsel pintar mengubah segalanya daripada pandemi yang menyebabkan kerusakan Kwitang.
“Sebenarnya penyebab utama bukan Covid-19 ya, tapi gempuran hape, sepertinya mulai 2015, hape saat itu makin canggih, orang-orang sudah malas ke sini, bisa baca di hape saja,” kata Marni, Minggu (9/11/2025), dikutip dari CNBC.
Ia menambahkan, kehadiran teknologi membuat orang semakin jarang mencari buku fisik.
“Orang-orang sejak kehadiran hape pintar, jadi minat baca bukunya makin berkurang, dulu waktu hape belum canggih banget, masih banyak yang cari seperti buku ensiklopedia, sekarang kan tinggal cari saja di google, apalagi sekarang ada teknologi AI, langsung ketemu informasinya, ya di sini makin ditinggalkan,” lanjut Marni.
Meskipun demikian, Marni mengatakan bahwa masih ada beberapa pembeli yang datang, yang biasanya mencari buku-buku langka atau literatur spesifik seperti politik dan filsafat.
“Tapi ada beberapa yang masih ke sini, mungkin karena di google engga ada informasinya, tapi kalau di sini ada bukunya, ya itu soal politik gitu-gitu, ya berharap dari buku itu sih sekarang,” ujarnya.
Risna (nama samaran), pedagang lain, juga mengungkapkan hal senada.
Menurutnya, sejak popularitas media sosial, pengunjung ke Kwitang telah menurun.
“Kalau dibilang sepi, sebenarnya sudah lama, ya sejak era sosial media makin eksis lah, karena sekarang kan orang-orang nyari informasi di sosmed, dulu belum ada, makanya ke sini, sejak makin banyak sosial media, ya di sini makin ditinggalkan, ditambah ada Covid-19, makin memburuk dah,” jelasnya.
Risna bahkan mencoba berjualan online, tetapi hasilnya gagal.
“Sudah buka penjualan online, tapi ya sama saja, sepi-sepi juga, memang minat baca kita dengan buku sudah kurang banget,” ungkapnya.
Selain perubahan gaya hidup, faktor ekonomi membuat situasi menjadi lebih buruk.
“Daya beli juga tuh, mungkin pas masih biasa-biasa saja, orang-orang tinggal ke sini, semenjak sekarang banyak orang yang nahan beli-beli, ya juga terjadi di buku, biasanya bisa beli, sekarang mungkin cari yang gratisan,” ucapnya.

