sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Warga Ruko Marinatama Mangga Dua (MMD) Pademangan, Jakarta Utara, memprotes surat perintah pengosongan ruko yang dilayangkan pihak pengelola, Induk Koperasi Angkatan Laut (Inkopal). 

Mereka menilai langkah tersebut tidak semestinya dilakukan karena proses hukum terkait status kepemilikan lahan masih berjalan di PTUN Jakarta.

Kuasa hukum 42 warga ruko, Subali, menyatakan rencana eksekusi pengosongan pada 31 Desember 2025 berpotensi melanggar hukum. Ia menegaskan Inkopal tidak memiliki bukti kepemilikan yang sah atas lahan tersebut.

Inkopal belum punya bukti kepemilikan. Fakta bukti itu ada pada Menteri Pertahanan. Warga justru punya bukti kepemilikan berupa sertifikat, meski diterbitkan oleh Inkopal, bukan BPN. Di sinilah warga memiliki legal standing,” kata Subali dalam keterangan tertulis, Kamis (27/11//2025).

Ia menambahkan, eksekusi tidak dapat dilakukan tanpa surat penetapan (SP) dari pengadilan. “Negara ini negara hukum. Tanpa SP dari pengadilan umum, tidak bisa dieksekusi,” ujarnya.

Subali menegaskan tanah yang dipersoalkan tercatat atas nama Menteri Pertahanan. Karena itu, menurutnya, Inkopal tidak memiliki dasar hukum untuk mengambil tindakan pengosongan.

Sejak awal, kata Subali, warga telah berupaya meminta audiensi untuk mencari solusi yang adil terkait keberlangsungan usaha mereka di kawasan ruko tersebut.

Bakal Gelar Audensi dengan Kementerian Pertahanan

Sementara itu, Koordinator Paguyuban Warga Ruko MMD, Wisnu Hadikusuma, menyampaikan bahwa pihaknya telah mendapat jadwal audiensi dengan Kementerian Pertahanan pada Jumat mendatang. Pertemuan itu digelar untuk membahas status hak pakai lahan.

“Kami akan membawa seluruh dokumen yang dibutuhkan dan meminta perhatian Menteri Pertahanan terhadap kasus ini,” kata Wisnu.

Ia menyebut baru saja mengikuti sidang di PTUN Jakarta terkait pengujian sertifikat hak pakai yang diterbitkan Inkopal atas lahan milik Kementerian Pertahanan.

Dalam sidang sebelumnya, ahli hukum dari Universitas Indonesia, Dr. Arsin Lukman, memaparkan bahwa Inkopal tidak memiliki kedudukan sebagai pihak bersengketa karena bukan pemilik sah lahan tersebut.

“Warga membeli ruko, bukan menyewa. Tapi dalam persidangan, kuasa hukum Kementerian Pertahanan menyinggung soal perjanjian sewa menyewa. Padahal kami melakukan jual beli,” ujar Wisnu.

Ia mengakui warga terjebak dalam persoalan ini karena sertifikat yang mereka miliki diterbitkan oleh Inkopal, bukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Sebagai perwakilan warga, Wisnu berharap Kementerian Pertahanan membuka ruang mediasi. Menurutnya, selama ini terjadi kekeliruan dalam memahami posisi Inkopal yang dianggap sebagai pemilik aset, padahal pengelolaan lahan berada sepenuhnya di bawah kewenangan Kemenhan.

“Kami sudah tiga kali bersurat untuk meminta audiensi. Di kawasan ini ada ratusan ruko yang menjadi sumber penghidupan bagi karyawan dan keluarga mereka,” ucapnya.

Wisnu yang telah berdagang di lokasi tersebut selama 25 tahun menyebut satu ruko mempekerjakan lima hingga 10 karyawan. Jika pengosongan dilakukan, ribuan orang disebutnya akan terdampak secara ekonomi.