sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Fenomena Fase Perigee menarik perhatian banyak orang karena membawa efek unik terhadap tampilan dan pengaruh Bulan terhadap Bumi. Saat perigee terjadi yakni ketika Bulan berada di jarak terdekat dengan Bumi dalam orbitnya. Sejumlah perubahan alami bisa terjadi, mulai dari tampilan Bulan yang tampak lebih besar hingga potensi peningkatan pasang surut air laut. Memahami fase ini penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pengamat langit.

Apa Itu Fase Perigee? 

Ketahui Fenomena Fase Perigee: Ancaman Rob hingga Pesona Bulan Super Terang
Ilustrasi fenomena fase perigee. (Foto: Istimewa)

Fase perigee merupakan dimana kondisi Orbit Bulan mengelilingi Bumi berbentuk elips, bukan lingkaran sempurna. Itu berarti jarak antara Bumi dan Bulan berubah-ubah, terkadang hal tersebut membuat lebih dekat, terkadang lebih jauh. Titik terdekat disebut perigee, sedangkan titik terjauh disebut apogee. 

Dilansir dari laman Nasa, ketika Bulan berada di perigee, jaraknya ke Bumi bisa sekitar 363.300 km dibandingkan dengan jarak rata-rata/terjauh saat apogee yang bisa mencapai ± 405.500 km. 

Fase Perigee tidak selalu identik dengan fase Bulan tertentu bisa terjadi saat Bulan baru, purnama, atau fase lain. Namun ketika fase Bulan tertentu (misalnya purnama) bertepatan dengan perigee, efeknya menjadi lebih nyata bagi pengamat di Bumi. 

Dampaknya Terhadap Pasang dan Perairan

Gravitasi Bulan memainkan peran utama dalam terbentuknya pasang laut. Saat Bulan lebih dekat ke Bumi (perigee), gaya gravitasi yang ditimbulkan bisa memperkuat efek pasang membuat air pasang lebih tinggi dari normal di beberapa wilayah pesisir. 

Misalnya, ketika peristiwa perigee terjadi bersamaan dengan fase purnama atau fase tertentu lainnya, potensi pasang maksimum (rob) bisa meningkat sehingga pihak berwenang di wilayah pesisir kadang memberi imbauan kewaspadaan. 

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis peringatan resmi mengenai potensi peningkatan pasang air laut pada 4 Desember 2025. Fase ketika jarak Bulan berada paling dekat dengan Bumi ini berpotensi meningkatkan ketinggian air laut secara maksimum, sehingga berpotensi memicu banjir pesisir (rob) di sejumlah wilayah Indonesia.

Peringatan ini disampaikan BMKG melalui siaran resmi pada 29 November 2025 untuk memastikan masyarakat pesisir tetap waspada dan siap melakukan langkah antisipasi.

Ketahui Fenomena Fase Perigee: Ancaman Rob hingga Pesona Bulan Super Terang
Press Release dari adanya fenomena Fase Perigee. (Foto: IG/infobmkg)

Wilayah-wilayah tersebut didorong untuk meningkatkan kewaspadaan karena pasang maksimum dapat berlangsung beberapa jam dengan dampak yang bervariasi bergantung pada kondisi lokal.

BMKG menegaskan bahwa masyarakat pesisir perlu waspada mulai tanggal 4 Desember 2025 dengan cara:

  1. Memantau update informasi cuaca maritim melalui laman resmi maritim.bmkg.go.id.
  2. Menghubungi call center BMKG di 021-6546315/18 atau 196 untuk informasi terkini.
  3. Mengikuti akun Instagram resmi @BMKGmaritim untuk menerima peringatan cepat.
  4. Berkoordinasi dengan aparat setempat dalam rangka mitigasi bencana pesisir.

Dengan informasi yang tepat dan pemantauan berkala, dampak dari pasang maksimum dapat diminimalisasi. BMKG juga mengingatkan masyarakat untuk mengamankan barang-barang yang rentan terkena air laut dan menghindari aktivitas yang tidak mendesak di area pesisir pada periode puncak pasang.

Mengapa Penting Mengetahui Fenomena Fase Perigee Ini? 

Dengan memahami secara menyeluruh apa itu fenomena Fase Perigee dan bagaimana peristiwa tersebut memengaruhi dinamika Bumi, masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai perubahan yang mungkin terjadi di lingkungan sekitar. 

Pemahaman ini penting karena fenomena Fase Perigee bukan hanya sekadar istilah astronomi, tetapi peristiwa alam yang memiliki dampak nyata terhadap kehidupan sehari-hari, terutama bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir.

Ketika posisi Bulan berada sangat dekat dengan Bumi, gaya tarik gravitasi meningkat sehingga memicu perubahan signifikan pada pasang surut air laut. Kondisi inilah yang membuat masyarakat perlu mengetahui kapan fenomena tersebut terjadi dan apa saja konsekuensinya.

Pengetahuan mengenai fenomena Fase Perigee juga membantu masyarakat melihat dengan lebih jelas hubungan antara posisi Bulan, gaya gravitasi, serta potensi peningkatan ketinggian air laut yang dapat berujung pada banjir pesisir atau rob. 

Dengan mengetahui pola ini, masyarakat tidak hanya memahami penyebab ilmiahnya, tetapi juga dapat memantau perkembangan informasi resmi dari lembaga seperti BMKG untuk memperkirakan wilayah mana yang berisiko serta kapan waktu puncak pasang maksimum mungkin terjadi.

Informasi ilmiah yang akurat dapat mencegah kesalahpahaman atau penyebaran hoaks terkait fenomena alam yang kerap dikaitkan dengan mitos-mitos tertentu. Pemahaman ilmiah yang baik mengenai fenomena Fase Perigee sangat penting agar masyarakat tidak hanya mampu merespons fenomena alam dengan lebih bijak, tetapi juga memiliki kesiapan yang lebih matang dalam menghadapi potensi risiko, baik dalam skala kecil maupun besar.

Kesiapsiagaan ini meliputi penataan barang-barang berharga, pengaturan aktivitas di pelabuhan, hingga kewaspadaan terhadap kemungkinan terganggunya aktivitas perikanan dan tambak garam yang sering terdampak oleh rob.

Dengan mengetahui mekanisme terjadinya fenomena ini, masyarakat dapat menghadapi kejadian berulang tersebut dengan tenang tanpa harus bergantung pada asumsi atau info keliru. Literasi sains yang kuat mengenai fenomena Fase Perigee, masyarakat diharapkan dapat melakukan langkah antisipasi yang tepat, menjaga keselamatan, serta mengurangi dampak kerugian yang mungkin muncul saat fenomena tersebut berlangsung.

Pemahaman semacam ini juga mendorong masyarakat untuk lebih menghargai dinamika alam dan menyadari bahwa perubahan posisi Bulan dalam orbitnya memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kondisi Bumi.

Dengan demikian, pengetahuan tentang fenomena Fase Perigee bukan hanya bermanfaat dalam konteks mitigasi risiko, tetapi juga sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesadaran ilmiah dan kesiapsiagaan terhadap fenomena alam yang terjadi secara berkala.