Hari Ibu 22 Desember dalam Pandangan Islam: Bolehkah Dirayakan atau Termasuk Bid’ah?
HAIJAKARTA.ID – Setiap 22 Desember, masyarakat Indonesia memperingati Hari Ibu.
Peringatan ini biasanya diisi dengan berbagai bentuk perhatian, mulai dari ungkapan cinta, doa tulus, hingga pemberian hadiah sebagai tanda sayang kepada ibu.
Meski demikian, tak sedikit yang mempertanyakan bagaimana pandangan Islam terhadap perayaan Hari Ibu.
Apakah tradisi ini sejalan dengan ajaran Islam, atau justru termasuk hal yang tidak dianjurkan dalam syariat?
Hari Ibu 22 Desember dalam Pandangan Islam
Pada prinsipnya, Islam memberikan kedudukan yang sangat istimewa kepada seorang ibu.
Kemuliaan tersebut ditegaskan langsung oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang menempatkan ibu sebagai sosok yang paling layak mendapat bakti dan penghormatan.
Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasullulah, siapakah di antara manusia yang paling berhak untuk aku perlakukan secara baik?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa?” Nabi SAW menjawab, “Ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa?” Nabi SAW tetap menjawab, “Ibu-mu.” Laki-laki itu bertanya kembali, “Kemudian siapa?” Nabi SAW menjawab, “Kemudian ayahmu.” (HR Bukhari, Muslim, Nasa’i, dan Abu Daud, dan lainnya).
Sejarah Ibu dalam Pandangan Islam
Merujuk buku Wanita Dambaan Syurga karya Mohd Zuhdi Ahmad Khasasi, Islam tidak mengenal perayaan khusus untuk mengenang jasa dan pengorbanan seorang ibu.
Dalam ajaran Islam, penghormatan kepada ibu tidak dibatasi oleh waktu tertentu, sebab setiap hari sejatinya adalah Hari Ibu.
Ketika seorang perempuan telah menjadi ibu, maka peran dan kedudukannya sebagai ibu akan melekat seumur hidup.
Lalu, apakah umat Islam boleh memperingati Hari Ibu?
Mufti Besar Mesir sekaligus Grand Syekh Al-Azhar As-Syarif, Syekh Dr. Ali Jum’ah Muhammad, dalam kumpulan fatwa yang dikutip NU Online, menegaskan bahwa peringatan Hari Ibu diperbolehkan.
Ia menyampaikan bahwa tidak ada larangan dalam Islam untuk memuliakan dan menghormati seorang ibu, selama hal tersebut dilakukan dengan niat yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran agama.
السُّؤَالُ مَا حُكْمُ الْاِحْتِفَالِ بِعِيْدِ الْأُمِّ وَهَلْ هُوَ بِدْعَةٌ؟ الْجَوَابُ: … وَمِنْ مَظَاهِرِ تَكْرِيْمِ الْأُمِّ الْاِحْتِفَالُ بِهَا وَحُسْنُ بِرِّهَا وَالْإِحْسَانُ إِلَيْهَا وَلَيْسَ فِي الشَّرْعِ مَا يَمْنَعُ مِنْ أَنْ تَكُوْنَ هُنَاكَ مُنَاسَبَةٌ لِذَلِكَ يُعَبَّرُ فِيْهَا الْأَبْنَاءُ عَنْ بِرِّهِمْ بِأُمَّهَاتِهِمْ فَإِنَّ هَذَا أَمْرٌ تَنْظِيْمِيٌّ لَا حَرَجَ فِيْهِ
Artinya: “Bagaimana hukum peringatan Hari Ibu apakah termasuk bid’ah? Termasuk dari wujud nyata memuliakan seorang ibu adalah menggelar suatu peringatan untuknya dan bersikap baik padanya. Dalam syariat tidak ada larangan mengenai tindakan yang selaras dengan praktik tersebut yang dinilai oleh seorang anak sebagai bentuk kepatuhan dengan ibu mereka. Maka hal ini termasuk kegiatan yang tertata dan tidak terdapat dosa di dalamnya.”
Berbakti kepada orang tua adalah naluri alami yang melekat pada diri setiap manusia.
Di dalam hati, sudah tertanam rasa kasih sayang dan penghormatan kepada ayah dan ibu sebagai sosok yang paling berjasa dalam kehidupan.
Hal ini tidak lepas dari peran keduanya sebagai perantara kehadiran seorang anak di dunia.
Atas pengorbanan dan jasa merekalah, setiap anak diwajibkan untuk senantiasa berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tuanya.
Perintah tersebut ditegaskan langsung oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Luqman ayat 14:
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ
Artinya: Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.
Sejarah Hari Ibu di Indonesia
Berdasarkan informasi dari laman resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Peringatan Hari Ibu bermula dari keputusan Kongres Perempuan Indonesia pertama yang digelar di Yogyakarta pada 22 Desember 1928.
Kongres bersejarah tersebut kemudian menjadi landasan penetapan Hari Ibu secara nasional, yang secara resmi ditetapkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 316 Tahun 1969.
Peringatan Hari Ibu tidak hanya dimaknai sebagai bentuk penghargaan atas peran dan jasa seorang ibu dalam keluarga.
Lebih dari itu, momen ini menjadi pengingat bagi bangsa Indonesia akan perjuangan dan kontribusi besar perempuan Indonesia dalam merebut serta mempertahankan kemerdekaan.

