PN Jakbar Ringankan Masa Tahanan 2 Tahun Terhadap Pelaku Pembunuhan Berencana di Jakarta Barat, Alami Skizofrenia Paranoid
HAIJAKARTA.ID – Andi Andoyo, pelaku pembunuhan berencana di Jakarta Barat tepatnya dekat Apartemen Central Park, Grogol Petamburan diringankan masa tahanan yang semula 18 tahun menjadi 16 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Seperti yang diberitakan, Andi Andoyo merupakan seorang pelaku pembunuhan seorang wanita berinisial FD (44) yang terjadi pada hari Selasa (26/9/2023) lalu.
Andi Andoyo membunuh FD pada Selasa. Setelah penangkapan, polisi menyatakan pada Selasa (24/10/2023) bahwa Andi mengidap skizofrenia paranoid berdasarkan observasi medis di RS Polri Keramat Jati.
Observasi dilakukan selama delapan hari menyusul perilaku aneh yang ditunjukkan oleh pelaku selama penyidikan serta keterangan dari keluarga pelaku.
Vonis ini dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Senin (8/7/2024), sebagaimana dikonfirmasi oleh Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Iwan Wardhana.
Andi Andoyo didakwa berdasarkan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, dengan nomor perkara 150/Pid.B/2024/PN Jkt.Brt.
Pertimbangan Hakim dan Putusan Akhir
Jaksa penuntut umum awalnya menuntut hukuman 18 tahun penjara bagi Andi.
Namun, majelis hakim memberikan keringanan dua tahun, menjatuhkan vonis akhir 16 tahun penjara.
Putusan ini menyatakan bahwa Andi Andoyo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana.
Aspek Medis dan Penanganan Khusus
Dalam jumpa pers yang diadakan pada Selasa (24/10/2023), Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol M. Syahduddi menjelaskan bahwa hasil observasi di RS Polri Keramat Jati menunjukkan bahwa Andi mengalami gangguan jiwa berat berupa skizofrenia paranoid.
Perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Andi dianggap sebagai bagian dari gejala gangguan jiwa yang diidapnya.
“Dokter merekomendasikan bahwa tersangka ini memerlukan perawatan psikiatri untuk mengatasi gejala gangguan jiwanya dan pengawasan ketat guna mencegah terjadinya risiko yang membahayakan diri pelaku sendiri dan juga lingkungan,” tutur Syahduddi.
Syahduddi menyebutkan bahwa proses penyidikan dilakukan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 109 KUHAP menjelaskan bahwa penyidik memiliki kewenangan untuk menghentikan penyidikan jika ditemukan cukup bukti, bukan merupakan tindak pidana, atau demi hukum.