Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Perdebatan terkait perubahan status pengemudi ojek online (ojol) dari mitra menjadi pekerja tetap kembali mencuat.

Grab Indonesia secara tegas menyatakan bahwa skema mitra tidak dapat diubah karena akan menimbulkan dampak signifikan terhadap ekosistem perusahaan dan masyarakat luas.

Dalam pertemuan dengan Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi di Jakarta Pusat pada Senin, 19 Mei 2025, Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza R Munusamy, menjelaskan bahwa jumlah pengemudi ojol yang sangat besar akan menyulitkan perusahaan untuk memenuhi kewajiban sebagai pemberi kerja.

“Kami tak akan mampu menampung semua sebanyak itu sebagai karyawan. Lalu bagaimana nasib sisanya?” ujar Tirza saat menjelaskan alasan Grab menolak pengemudi ojol menjadi pekerja tetap.

Fleksibilitas Jadi Alasan Utama

Menurut Tirza, skema kemitraan dipilih karena memberi ruang fleksibilitas yang besar bagi pengemudi.

Pengemudi dapat menentukan sendiri jam kerjanya tanpa terikat jadwal baku. Jika status berubah menjadi pekerja tetap, maka kebebasan itu akan hilang.

“Jika berubah menjadi pegawai, maka pengemudi tak bisa lagi mengatur waktu kerjanya. Padahal fleksibilitas ini yang selama ini menjadi daya tarik,” ujar Tirza.

Ia juga menyebutkan bahwa transformasi status tersebut akan berdampak pada proses rekrutmen.

Akses masyarakat terhadap pekerjaan berbasis aplikasi seperti Grab akan semakin sulit karena akan melalui jalur seleksi ketat sebagaimana pegawai tetap.

50 Persen Mitra Grab dari Kalangan Tidak Bekerja

Dalam paparannya, Tirza menyebut bahwa separuh mitra pengemudi Grab berasal dari kalangan yang sedang tidak bekerja.

Banyak di antaranya merupakan korban PHK atau tengah menunggu pekerjaan lain. Sebagian lainnya adalah pekerja dengan penghasilan tambahan sebagai ojol.

“Peran kami saat ini seperti bantalan sosial bagi masyarakat,” jelas Tirza, menyoroti peran Grab dalam menyerap tenaga kerja informal.

Dampak pada UMKM dan Ekosistem Transportasi Online

Tirza juga mengingatkan bahwa perubahan status mitra ke pekerja tetap dapat menimbulkan efek domino terhadap sektor UMKM. Jika status berubah, maka perusahaan harus membatasi jam kerja pengemudi.

“Padahal 90 persen tenant GrabFood adalah UMKM. Pembatasan waktu kerja justru bisa memperlambat roda ekonomi di sektor ini,” ujar Tirza.

Tuntutan Pengemudi: Status Pekerja Tetap dan Hak Sosial

Sementara itu, kelompok pengemudi yang tergabung dalam Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) justru menuntut perubahan status menjadi pekerja tetap. Mereka menilai status mitra telah menekan hak-hak dasar pekerja.

Ketua SPAI, Lily Pujiati, mengatakan banyak pengemudi ojol bekerja hingga 12-16 jam sehari, bahkan saat hari libur, tanpa jaminan sosial maupun cuti berbayar.

“Banyak pengemudi perempuan tidak mendapatkan hak cuti haid maupun cuti melahirkan,” kata Lily, menyinggung alasan pengemudi menuntut status pekerja tetap.

Ia juga menyoroti potongan platform yang dinilai melebihi ketentuan pemerintah, yakni lebih dari 20 persen, yang semakin membebani pengemudi.

Para pengemudi ojol yang tergabung dalam asosiasi berencana melakukan unjuk rasa nasional pada Selasa, 20 Mei 2025, guna menuntut kejelasan status dan hak mereka sebagai pekerja.