Ancaman Penyakit Usai Banjir dan Longsor di Aceh–Sumut, Ini Kata Pakar Kesehatan
HAIJAKARTA.ID – Di tengah proses evakuasi serta penanganan darurat banjir dan longsor yang melanda Aceh dan Sumatera Utara, para ahli kesehatan mengingatkan bahwa risiko penyebaran penyakit menular bisa meningkat.
Selain itu, kondisi pasien dengan penyakit tidak menular (PTM) di area terdampak juga dikhawatirkan semakin memburuk.
Polda Sumatera Utara melaporkan setidaknya 34 orang meninggal dunia akibat bencana yang terjadi di sejumlah daerah pada 24–26 November 2025.
Korban terbanyak berasal dari Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) dengan 17 orang.
Disusul Kota Sibolga sebanyak 8 orang, Tapanuli Tengah 4 orang, Pakpak Bharat 2 orang, Humbang Hasundutan 2 orang, dan Nias Selatan 1 orang.
“Data ini masih bersifat sementara dan terus diperbarui,” ujar Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Ferry Walintukan, Jumat (28/11/2025), dikutip dari Detik.
Ancaman Penyakit Usai Banjir dan Longsor
Situasi di lapangan masih jauh dari stabil, sehingga ancaman penyakit usai banjir dan longsor di Aceh-Sumut bisa terjadi.
Distribusi bantuan belum merata, sementara beberapa wilayah masih terisolasi akibat banjir dan longsor.
Kondisi ini membuat risiko penyebaran penyakit menular semakin tinggi.
Pakar kesehatan, Prof. Tjandra Yoga Aditama, menjelaskan ada empat kelompok penyakit menular yang perlu diwaspadai di area terdampak bencana, yaitu:
- Penyakit yang menular lewat air (water-borne diseases) seperti diare, hepatitis A, hingga infeksi kulit.
- Penyakit akibat makanan yang tidak higienis (foodborne diseases) termasuk keracunan makanan.
- Penyakit paru dan gangguan pernapasan, seperti ISPA dan pneumonia, yang sangat mudah menyebar di tempat pengungsian.
- Penyakit yang ditularkan melalui kontak langsung antar-manusia, misalnya infeksi kulit dan penyakit mata.
“Keempat kelompok penyakit ini saling berkaitan. Dalam situasi bencana, penurunan kualitas air, sanitasi buruk, dan padatnya pengungsian membuat risiko penularan meningkat tajam,” ujar mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu saat dihubungi detikcom, Jumat (28/11/2025).
Ia juga menegaskan bahwa kelompok rentan pascabencana bukan hanya lansia, anak-anak, atau mereka yang memiliki komorbid dan imunitas rendah.
“Biasanya kita sebut rentan adalah lansia, anak-anak, dan mereka dengan komorbid atau imunitas lemah. Tetapi pada keadaan bencana, masyarakat umum yang rumah atau desanya terdampak dapat menjadi rentan pula terhadap berbagai penyakit,” jelasnya.
Perubahan lingkungan yang ekstrem, stres, kurang tidur, keterbatasan air bersih, serta paparan cuaca dingin membuat orang sehat sekalipun lebih mudah terkena penyakit.
Ketersediaan air bersih menjadi hal yang paling penting untuk mencegah berbagai penyakit setelah bencana.
Para ahli mengingatkan bahwa risikonya bukan hanya penyakit yang biasa dikategorikan sebagai water-borne disease, tetapi juga penyakit lain yang muncul akibat sanitasi yang buruk.
“Keempat jenis penyakit menular tadi perlu diantisipasi bersamaan. Krisis air bersih memperburuk banyak aspek, dari kebersihan makanan, higiene pribadi, hingga kualitas lingkungan,” jelasnya.
Bencana juga bisa memperburuk kondisi penderita penyakit tidak menular (PTM).
Misalnya diabetes yang bisa memburuk karena pola makan dan minum yang tidak teratur, penyakit paru kronik (PPOK) yang rentan kambuh akibat udara lembap atau paparan debu, serta hipertensi dan penyakit jantung yang bisa terpicu oleh stres dan kurangnya obat.
“Situasi bencana dapat membuat pasien PTM tidak bisa mengakses obat atau kontrol rutin, sehingga risiko komplikasi meningkat,” ujarnya.
Untuk mencegah munculnya kejadian luar biasa penyakit pascabencana, ada beberapa langkah penting yang perlu segera dilakukan.
Mulai dari memastikan ketersediaan air bersih, menyediakan fasilitas mandi-cuci-kakus serta tempat cuci tangan, hingga memperketat pengawasan kebersihan makanan di dapur umum.
Penataan ruang pengungsian juga perlu diperhatikan agar memiliki ventilasi yang baik dan tidak terlalu padat.
Selain itu, obat rutin bagi penderita penyakit kronik juga harus dijamin.
Warga pun diimbau menjaga kebersihan diri dan mengolah air dengan cara sederhana sebelum digunakan.
“Upaya ini harus berjalan paralel dengan penanganan bencana. Dalam hitungan hari, penyakit bisa meningkat jika tidak segera diantisipasi,” tegasnya.
