sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Penahanan Sekjend DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, oleh KPK pada 20 Februari 2025, terjadi saat eskalasi politik meninggi ditandai dengan aksi-aksi protes digital #KaburAjaDulu dan kombinasinya di lapangan bertajuk #IndonesiaGelap.

PDIP, sebagai partai oposisi tunggal di luar pemerintahan Prabowo-Gibran, menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan posisinya sebagai kekuatan politik utama.

Penahanan Hasto menciptakan gelombang baru dalam dinamika politik Indonesia. Hal ini menambah kompleksitas hubungan antara PDIP dan pemerintahan baru, serta dapat memengaruhi kalkulasi politik yang lebih luas.

Penahanan Hasto, yang merupakan tokoh kunci PDIP, memiliki implikasi strategis baik bagi partai tersebut, bagi pemerintahan Prabowo-Gibran, maupun lanskap politik nasional.

Dampak terhadap PDIP sebagai Oposisi Tunggal

PDIP, sebagai partai oposisi tunggal, memainkan peran penting dalam mengkritisi kebijakan pemerintah dan menjaga checks and balances dalam sistem politik Indonesia.

Penahanan Hasto Kristiyanto dapat memengaruhi posisi PDIP dalam beberapa cara:

1. Krisis Kepemimpinan dan Fragmentasi Internal

Hasto adalah tokoh sentral dalam struktur PDIP, terutama dalam merumuskan strategi politik dan komunikasi partai.

Penahanannya dapat menciptakan kekosongan kepemimpinan yang berpotensi memicu persaingan internal di antara elite PDIP.

Jika tidak dikelola dengan baik, hal ini dapat melemahkan kohesi internal partai.

Meskipun, PDIP sudah menyebut bahwa kendali partai akan dipegang sepenuhnya oleh Megawati, posisi komandan lapangan akan tetap menjadi posisi krusial untuk diperebutkaan.

2. Dampak terhadap Citra dan Legitimasi PDIP

Sebagai partai yang mengusung narasi membela ‘wong cilik’ dan prinsip-prinsip kerakyatan yang kental, penahanan salah satu tokoh utamanya dapat memberikan dampak terhadap citra PDIP di mata publik.

Kredibilitas PDIP benar-benar menghadapi ujian berat, terutama jika kasus ini dikaitkan dengan praktik korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan yang nampak pada penahanan Walikota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suami, Alwin Basri.

3. Kemampuan PDIP dalam Menjalankan Fungsi Oposisi

PDIP mungkin akan fokus pada upaya internal untuk mengatasi krisis ini, seperti membela Hasto atau mencari penggantinya melalui mekanisme kongres yang akan digelar dalam waktu dekat.

Hal ini dapat mengurangi kapasitas PDIP dalam menjalankan fungsi oposisi, seperti mengkritisi kebijakan pemerintah atau menggalang dukungan publik.

4. Penyusutan Dukungan

Akumulasi dari ketiga dampak di atas dapat mengarah pada penurunan dukungan dari konstituen PDIP, terutama jika kasus ini dilihat sebagai indikasi adanya ketidakberesan dalam struktur kepemimpinan partai.

Penyusutan dukungan PDIP sebenarnya sudah terlihat sejak pemilu 2024 yang lalu. Jumlah kursi di DPR anjlok. Kemudian dilanjutkan dengan pilkada, di mana kader-kader PDIP juga banyak yang tumbang.

Dalam jangka pendek, PDIP harus bekerja keras untuk menjaga loyalitas pendukungnya dan mempertahankan citra sebagai partai yang berkomitmen pada integritas politik.

5. Dampak terhadap Pemerintahan Prabowo-Gibran

Pemerintahan Prabowo-Gibran, yang didukung oleh koalisi partai besar yang tergabung dalam KIM ditambah lagi PKS dan Nasdem yang menyatakan mendukung pemerintah meski tidak menempatkan wakilnya di dalam kabinet, semakin kuat di parlemen.

Dengan perimbangan konfigurasi politik yang demikian, beberapa kemungkinan yang dapat terjadi:

Pemerintah dapat lebih leluasa menjalankan agenda politiknya tanpa tekanan oposisi yang kuat.

Koalisi permanen yang digagas beberapa hari yang lalu akan semakin mudah diwujudkan. Kasus yang menimpa Hasto dan PDIP ini dapat menjadi momentum bagi partai-partai koalisi untuk memperkuat aliansi mereka.

Di sisi yang lainnya, terutama jika KPK dianggap independen dan profesional dalam menangani kasus ini akan dapat meningkatkan legitimasi pemerintahan Prabowo-Gibran di mata publik.

Dampak terhadap Dinamika Politik Nasional

Penahanan Hasto Kristiyanto dapat memengaruhi dinamika politik nasional dalam beberapa aspek:

1. Polarisasi Politik

Kasus ini tentu saja akan berpotensi memicu polarisasi politik antara pendukung PDIP dan pendukung pemerintah.

Jika PDIP berhasil memobilisasi dukungan massa dengan narasi “kriminalisasi politik”, hal ini dapat meningkatkan tensi politik nasional.

Polarisasi ini sudah mulai nampak dengan terbitnya surat perintah kepada seluruh kepala daerah PDIP untuk menunda mengikuti retreat, sampai ada keputusan lebih lanjut.

2. Pengaruh terhadap Pemilu 2029

Walau masih jauh waktunya, peristiwa ini dapat menjadi faktor penting dalam kalkulasi politik menuju Pemilu 2029.

PDIP mungkin akan berusaha memulihkan citranya dengan mencari dan mempersiapkan figur baru atau mengusung agenda reformasi internal.

Di sisi lain, partai-partai koalisi pemerintah akan berusaha memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat posisi mereka.

3. Peran KPK dan Isu Korupsi

Kasus ini juga akan menguji independensi dan kredibilitas KPK. Jika KPK dianggap terlalu politis dalam menangani kasus ini, hal ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga anti-korupsi tersebut.

Sebaliknya, jika KPK dianggap profesional, hal ini dapat memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Rekomendasi untuk PDIP

Berdasarkan analisis kalkulasi di atas, PDIP perlu mengambil langkah-langkah strategis yang tidak hanya memulihkan citra partai tetapi juga memperkuat posisinya dalam peta politik nasional.

Berikut adalah beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan oleh PDIP:

1. Mengelola Krisis Internal dengan Baik

– Menunjuk Pengganti Sementara yang Kredibel:

PDIP perlu segera menunjuk figur pengganti sementara untuk posisi Sekretaris Jenderal yang dapat melanjutkan tugas-tugas strategis Hasto. Figur ini harus memiliki kredibilitas tinggi dan diterima oleh semua kubu internal partai untuk mencegah perpecahan.

– Menguatkan Kohesi Internal:

PDIP harus mengadakan pertemuan darurat dengan elite partai untuk menyatukan visi dan strategi dalam menghadapi krisis ini. Solidaritas internal sangat penting untuk mencegah fragmentasi dan menjaga stabilitas partai.

2. Membangun Narasi Publik yang Kuat

– Mengklarifikasi Posisi PDIP:

PDIP perlu mengeluarkan pernyataan resmi yang jelas dan transparan mengenai kasus Hasto. Partai harus menegaskan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi sambil menyampaikan dukungan terhadap proses hukum yang adil dan independen.

– Menghindari Narasi Kriminalisasi Politik:

Meskipun mungkin tergoda untuk menggunakan narasi “kriminalisasi politik”, PDIP harus berhati-hati agar tidak terlihat defensif atau menghindar dari tanggung jawab. Sebaliknya, partai dapat menekankan pentingnya proses hukum yang fair dan independen.

3. Memperkuat Fungsi Oposisi

– Tetap Fokus pada Kritik Konstruktif:

PDIP harus tetap menjalankan fungsi oposisi dengan mengkritisi kebijakan pemerintah secara konstruktif. Partai perlu menunjukkan bahwa meskipun sedang menghadapi krisis internal, mereka tetap mampu menjadi pengawas yang efektif terhadap pemerintahan.

– Mengusung Agenda Alternatif:

PDIP dapat mengusung agenda alternatif yang relevan dengan kebutuhan rakyat, seperti isu keadilan sosial, penanganan kemiskinan, atau reformasi birokrasi. Hal ini akan membantu partai mempertahankan relevansinya di mata publik.

4. Memperkuat Basis Dukungan

– Mempertahankan Basis Massa di Jawa:

PDIP harus memastikan bahwa basis massa tradisionalnya di Jawa tetap solid. Partai dapat mengadakan kunjungan ke daerah-daerah basis untuk mendengarkan aspirasi rakyat dan menegaskan komitmennya terhadap kepentingan rakyat.

– Memperluas Dukungan di Luar Jawa:

PDIP perlu memperluas dukungannya di luar Jawa, terutama di wilayah-wilayah yang selama ini menjadi basis partai koalisi pemerintah. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun aliansi dengan organisasi masyarakat sipil, tokoh lokal, atau kelompok pemilih muda.

5. Mempersiapkan Diri untuk Pemilu 2029

– Mencari Figur Baru yang Inspiratif:

PDIP perlu mulai mempersiapkan figur-figur baru yang dapat menjadi calon presiden atau wakil presiden pada Pemilu 2029. Figur ini harus memiliki daya tarik luas dan mampu menghidupkan kembali semangat perjuangan PDIP.

– Membangun Koalisi dengan Partai Lain:

Meskipun saat ini menjadi oposisi tunggal, PDIP perlu mempertimbangkan untuk membangun koalisi dengan partai-partai kecil atau partai yang tidak puas dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. Hal ini dapat memperkuat posisi PDIP dalam menghadapi Pemilu 2029.

6. Mendukung Proses Hukum dan Menjaga Posisi sebagai Partai yang Antikorupsi

– Menghormati Proses Hukum:

PDIP harus menunjukkan sikap kooperatif dan menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Hal ini akan membantu partai mempertahankan citra sebagai partai yang menghargai hukum dan keadilan.

– Mendorong Independensi KPK:

PDIP dapat menggunakan momentum ini untuk mendorong independensi dan transparansi KPK. Dalam jangka panjang, hal ini akan memperkuat citra PDIP sebagai partai yang mendukung supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih.

Kesimpulan

Penahanan Hasto Kristiyanto oleh KPK pada Februari 2025 merupakan peristiwa politik yang memiliki implikasi signifikan bagi PDIP sebagai oposisi tunggal dan bagi pemerintahan Prabowo-Gibran.

Dampaknya dapat berupa krisis internal PDIP, melemahnya fungsi oposisi, dan konsolidasi kekuatan pemerintah.

Peristiwa ini juga dapat memengaruhi dinamika politik nasional, termasuk polarisasi politik dan persiapan menuju Pemilu 2029.

Dengan mengambil langkah-langkah strategis seperti mengelola krisis internal, membangun narasi publik yang kuat, dan mempersiapkan diri untuk Pemilu 2029, PDIP dapat mengatasi tantangan ini dan tetap menjadi kekuatan politik yang relevan di Indonesia.

Referensi:

Dahl, Robert A. (1971). Polyarchy: Participation and Opposition. Yale University Press.

Fukuyama, Francis. (2014). Political Order and Political Decay: From the Industrial Revolution to the Globalization of Democracy. Farrar, Straus and Giroux.

Foucault, Michel. (1977). Discipline and Punish: The Birth of the Prison. New York: Pantheon Books.

Heywood, Andrew. (2013). Politics. Palgrave Macmillan.

Huntington, Samuel P. (1968). Political Order in Changing Societies. Yale University Press.

Norris, Pippa. (2014). Why Electoral Integrity Matters. Cambridge University Press.

Sartori, Giovanni. (1976). Parties and Party Systems: A Framework for Analysis. Cambridge University Press.