BMKG Ungkap Penyebab Hujan Ekstrem yang Picu Banjir di Wilayah Jabodetabek

HAIJAKARTA.ID – BMKG Ungkap Penyebab Hujan Ekstrem yang Picu Banjir di Wilayah Jabodetabek
Hujan deras yang mengguyur wilayah jabodetabek selama dua hari berturut-turut, pada Sabtu dan Minggu, 5–6 Juli 2025, menyebabkan banjir di sejumlah titik. Bahkan, tak sedikit infrastruktur yang terdampak akibat curah hujan tinggi tersebut.
Menanggapi fenomena ini, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa hujan lebat yang terjadi bukan hanya bersifat lokal di Pulau Jawa, melainkan juga melanda wilayah lain di Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam konferensi pers daring pada Senin (7/7).
“Hujan ekstrem tersebut tidak hanya terjadi di Pulau Jawa, tetapi juga tercatat di Mataram, Lombok, dan beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan,” ujar Dwikorita.
BMKG mencatat, pada Sabtu (5 Juli), intensitas hujan di kawasan Bogor mencapai lebih dari 100 mm, yang dikategorikan sebagai hujan lebat hingga sangat lebat.
Kondisi semakin memburuk pada Minggu (6 Juli), terutama di kawasan Puncak, Bogor, di mana curah hujan mencapai lebih dari 150 mm dalam sehari.
“Hujan ekstrem ini berdampak pada bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, hingga pohon tumbang,” jelasnya.
Sementara itu, wilayah Tangerang dan Jakarta Timur juga mengalami hujan lebat dengan intensitas hingga 140 mm per hari. Meski angka ini belum masuk kategori ekstrem, dampaknya tetap signifikan.
Sejumlah genangan dilaporkan terjadi di berbagai lokasi, termasuk di Stasiun KCIC Halim, Jakarta Timur, yang terendam air setinggi lutut orang dewasa pada Minggu.
BPBD Kota Tangerang Selatan juga melaporkan sedikitnya tujuh titik banjir akibat curah hujan tinggi yang terjadi pada waktu yang sama.
BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem dalam beberapa hari ke depan, terutama bagi daerah-daerah rawan banjir dan tanah longsor.
“Kami minta masyarakat mengikuti terus pembaruan prakiraan cuaca dan peringatan dini dari BMKG untuk menghindari risiko lebih lanjut,” pungkas Dwikorita.