Demo Tolak UU TNI di Malang Berujung Ricuh, Jurnalis dan Demonstran Jadi Korban Kekerasan

HAIJAKARTA.ID – Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Malang mengungkapkan kronologi kekerasan yang dialami demonstran dan jurnalis dalam aksi Tolak UU TNI di Malang tepatnya di depan kantor DPRD Kota Malang pada Minggu (23/3).
Sekretaris Jenderal PPMI Kota Malang, Delta Nishfu, menjelaskan bahwa ia bersama tujuh anggota PPMI dari berbagai perguruan tinggi turut menjadi korban saat meliput unjuk rasa tersebut.
“Memar di baagian tangan. Lebam gitu, susah menggerakkan motor karena sempat diseret, dipukul, dan hampir diamankan oleh aparat,” ujarnya pada Senin sore (24/3).
Kronologi Tolak UU TNI di Malang Berujung Ricuh
Menurut rilis resmi PPMI Kota Malang, aksi dimulai sekitar pukul 15.45 WIB dengan mimbar orasi dan perpustakaan jalanan di belakang massa.
Aksi berlangsung kondusif hingga menjelang magrib, ketika demonstran duduk menunggu waktu berbuka.
Paramedis mulai berkeliling membagikan air minum dan makanan dari donatur.
Pada pukul 18.00 WIB, listrik gedung DPRD dimatikan, dan massa aksi melanjutkan teatrikal simbolik selama 15 menit.
Orasi dan puisi kembali dikumandangkan, sementara massa bermain bola di jalanan sebagai bentuk protes damai.
Aparat Mulai Menyisir dan Menyerang Massa Aksi
Sekitar pukul 18.20 WIB, polisi mulai mengenakan peralatan lengkap dan bersiap membubarkan demonstran.
Dari dua arah—timur balai kota dan Jalan Majapahit—aparat memukul mundur massa aksi.
Pada pukul 18.30 WIB, tim paramedis mulai bergerak untuk membantu korban luka.
Namun, mereka justru mendapat serangan dari aparat, yang merusak posko medis dan merampas alat kesehatan.
“Kami mencoba menyelamatkan paramedis, tapi justru mendapat pukulan dan ancaman dari aparat,” kata salah satu demonstran.
Salah satu korban mengalami luka parah akibat pukulan tongkat aparat hingga dua giginya rontok.
Ia dilarikan ke Rumah Sakit Sjaiful Anwar dan harus menjalani dua operasi untuk memperbaiki rahangnya.
Kekerasan terhadap Jurnalis Mahasiswa
Aksi represif aparat tidak hanya menyasar demonstran, tetapi juga jurnalis mahasiswa.
Beberapa jurnalis dari LPM Kavling 10 Universitas Brawijaya, UAPM Inovasi UIN Malang, dan PPMI Kota Malang mengalami pemukulan saat meliput.
DN, salah satu pengurus PPMI Kota Malang, diseret dan dipukul aparat meski sudah menyatakan dirinya adalah jurnalis.
KI, jurnalis dari LPM Kavling 10, mengalami tiga pukulan di pipi, kepala, dan punggungnya meskipun telah menunjukkan identitas persnya.
Jurnalis perempuan dari UAPM Inovasi juga menjadi korban kekerasan seksual dan pemukulan.
Saat hendak meninggalkan lokasi, ia mendapat teriakan bernada diskriminatif dan dipukul dengan tongkat hingga lebam.
Pernyataan Sikap PPMI Kota Malang
PPMI Kota Malang mengecam keras tindakan represif aparat dalam aksi ini dan mengeluarkan pernyataan sikap:
1. Mengecam kekerasan terhadap pers mahasiswa, tim medis, dan demonstran.
2. Mengutuk tindakan pelecehan seksual oleh aparat terhadap jurnalis perempuan dan tim medis.
3. Menuntut Polresta Malang Kota mengevaluasi kinerja aparat dalam menangani aksi unjuk rasa.
Hingga rilis ini diterbitkan, sedikitnya delapan jurnalis mahasiswa mengalami luka ringan akibat pemukulan dan telah mendapatkan perawatan medis.