sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengumumkan rencana strategis untuk mengatasi keterbatasan lahan dalam pengelolaan sampah dengan menyiapkan lokasi di Kabupaten Kepulauan Seribu.

Langkah ini bertujuan untuk menciptakan fasilitas pengolahan sampah DKI Jakarta yang lebih ramah lingkungan dan mampu menangani volume sampah yang lebih besar hingga 50 tahun ke depan.

“Kita harus punya fasilitas pengolahan sampah ramah lingkungan yang mampu menampung dengan volume yang lebih besar sehingga sanggup memenuhi kebutuhan hingga 50 tahun ke depan,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto, di Jakarta, Selasa (14/5/2024).

Asep Kuswanto menjelaskan bahwa selain fasilitas pengolahan sampah, lokasi tersebut juga akan dilengkapi dengan tempat untuk menampung lumpur hasil pengerukan 13 sungai di Jakarta.

“Selain lokasi pengelolaan nantinya juga akan dilengkapi dengan tempat menampung lumpur dari hasil pengerukan 13 sungai. Sehingga nantinya bisa terbentuk pulau-pulau kecil dari hasil proses tersebut yang kemudian dapat dimanfaatkan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH),” ujarnya dikutip dari laman akun Instagram @jktinfo.news pada hari Selasa.

Ia juga menjelaskan bahwa nantinya hal ini bisa dikelola Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta.

Saat ini, Jakarta sudah memiliki beberapa fasilitas pengelolaan sampah seperti Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R (reduce, reuse, recycle), dan pabrik pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif (RDF Plant).

Namun, Pemprov DKI Jakarta terus berinovasi dalam mengelola sampah dari hulu hingga hilir dengan menambahkan fasilitas pengolahan sampah ramah lingkungan di luar daratan utama.

Konsep pengelolaan sampah di pulau sebenarnya sudah dicetuskan pada tahun 2012.

Ada dua negara yang sukses menerapkan konsep ini, yaitu Singapura dan Maladewa.

Di Singapura, Pulau Semakau menjadi contoh pengolahan sampah melalui incineration plant dengan prinsip waste-to-energy (WTE), dimana reklamasi dilakukan dari abu sisa pembakaran sampah.

Sementara itu, di Maladewa, sampah dari pulau besar diangkut ke pulau kecil khusus untuk pengolahan menggunakan tongkang.

“Kedua negara tersebut bisa dijadikan best practice dalam upaya pengelolaan sampah standar global. Singapura unggul dari aspek ekonomi dan Maladewa unggul dari sektor pariwisata yang berkelanjutan,” jelas Asep Kuswanto.

Pemprov DKI Jakarta akan mengkaji secara mendalam pembangunan fasilitas tersebut dengan mengundang para ahli lingkungan untuk merencanakan serta menyusun studi kelayakan.

Langkah ini sejalan dengan arah pembangunan Jakarta sebagai kota global yang terus berinovasi dan mengikuti standar kota global lainnya dalam pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan.

“Jadi, ini bukan tempat pembuangan akhir atau seperti di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang. Ini fasilitas yang lebih ramah lingkungan,” tutup Asep Kuswanto.