Dokter Obgyn Dalam Praktik Aborsi Ilegal di Jaktim Tidak Berkompeten Hanya Lulusan SMA
HAIJAKARTA.ID – Dokter obgyn dalam praktik aborsi ilegal di Apartemen Bassura, Jalan Basuki Rahmat, Jakarta Timur, hanya lulusan SMA.
Dokter obgyn dalam praktik aborsi ilegal tersebut, telah ditangkap polisi tersangka berinisial NS, yang berperan sebagai dokter obgyn dalam praktik aborsi ilegal di Apartemen Bassura, diketahui tidak memiliki latar belakang pendidikan di bidang kesehatan, melainkan hanya lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Dokter Obgyn dalam praktik aborsi ilegal tersebut hanya mengaku-ngaku dokter karena tidak memiliki background kesehatan.
“Background dari pelaku yang tadi mengaku-ngaku dokter, ya, kalau tidak salah di sini adalah saudaroi NS, ya. Dia tidak mempunyai background kesehatan. kalau lulusannya, dia lulusan SMA,” ucap Direktor Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Edy Suranta Sitepu, pada Rabu (17/12/2025).
Edy mengatakan, jika NS nekat berpura-pura menjadi dokter untuk mengaborsi para pasien hanya bermodalkan pernah menjadi asisten dokter aborsi ilegal.
Ia juga telah memastikan, bahwa NS tidak berkompeten untuk melakukan tindakan aborsi melihat dari background pendidikannya.
“Tetapi yang jelas, dia tidak punya, tidak berkompeten dalam bidangnya, karena dia hanya sebagai lulusan SMA,” ucap Edy.
Edy menjelaskan jika, NS dan rekannya telah melakukan aborsi ilegal di beberapa tempat dan berpindah-pindah, dengan menggunakan jasanya melalui website yang terhubung dengan admin.
“Mereka tempatnya itu bisa saya katakan juga berpindah-pindah, ya, karena ada di, pernah di Bekasi, pernah juga di Jakarta Timur, dan mungkin juga tempat-tempat lainnya sedang kita dalami,” jelas Edy.
Tempat praktik aborsi ilegal tersebut diketahui bukan milik pribadi pelaku, melainkan lokasi sewaan.
Sistem penyewaannya bervariasi, mulai dari harian hingga mingguan.
Selama beroperasi, sindikat ini tercatat telah melayani 361 pasien aborsi.
Tarif yang dipatok berkisar antara Rp5 juta hingga Rp8 juta per tindakan, dengan pembayaran dilakukan melalui transfer ke rekening para tersangka.
Dari aktivitas tersebut, para pelaku diduga meraup keuntungan sekitar Rp2,6 miliar sejak beroperasi pada 2022 hingga 2025.
Dalam perkara ini, kepolisian menetapkan lima orang sebagai tersangka, yakni NS, RH, MA, LN, dan YH.
Kelimanya dijerat Pasal 428 ayat (1) juncto Pasal 60 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun.

