HAIJAKARTA.ID – Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Dedi Supriadi, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa pembatasan usia kendaraan akan membebani masyarakat, terutama kalangan kurang mampu yang membutuhkan kendaraan untuk mencari nafkah.

Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI di Jakarta pada Rabu, Dedi menyatakan bahwa masyarakat masih sangat bergantung pada kendaraannya untuk bekerja dan mencari penghasilan.

“Hal ini dirasa kurang efektif sebab banyak sekali masyarakat yang sangat mengandalkan kendaraan itu untuk mencari penghidupan sehari-hari,” kata Dedi.

Ia menjelaskan bahwa hingga saat ini, pembatasan usia kendaraan di Jakarta masih dalam tahap wacana, terutama setelah adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ).

Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKJ untuk membatasi usia dan jumlah kendaraan di daerah tersebut.

Namun, hingga kini belum ada langkah konkret ke arah pembentukan peraturan daerah (perda) yang mengatur hal tersebut.

“Belum ada wacana terkait hal ini, Sepatutnya memang harus ada pembahasan dengan mengajak DPRD untuk dilibatkan walaupun DKI memiliki kewenangan juga di dalamnya,” tambahnya.

Dedi juga menyoroti bahwa alasan utama di balik pembatasan usia kendaraan adalah untuk mengurangi polusi udara.

Namun, ia menegaskan bahwa polusi udara di Jakarta bukan semata-mata disebabkan oleh kendaraan bermotor.

“DKI Jakarta masih menempati posisi teratas kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dan memang itu juga menjadi kendala besar di Kota ini,” ujarnya.

Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara di DKI Jakarta juga dipengaruhi oleh daerah-daerah di sekitarnya.

Selain masalah polusi udara, pembatasan usia kendaraan juga dimaksudkan untuk mengatasi kemacetan. Namun, Dedi menilai upaya tersebut belum efektif, meskipun sudah diterapkan sistem ganjil-genap.

“Perlu adanya penelitian lebih lanjut seperti pengkajian berdasar ilmu. Nantinya kami akan telaah apa penyebabnya. Apakah PLTU atau ada hal penyebab lainnya. Dan itu butuh proses,” ungkapnya.

“Sementara untuk kemacetan masih kami upayakan dengan fasilitas transportasi umum, tutupnya.

Sebelumnya, Lembaga Survei KedaiKOPI mengungkapkan bahwa hasil survei opini publik menunjukkan sebanyak 49,2 persen warga tidak setuju dengan pembatasan usia kendaraan di Jakarta karena faktor ekonomi.

“Perlu adanya pengkajian ya, sebab hal ini pasti menimbulkan pro dan kontra mengenai batas usia kendaraan. Nantinya pasti ada pemberitaan ataupun edukasi secara massive,” kata Direktur Riset dan Komunikasi Lembaga Survei KedaiKOPI, Ibnu Dwi Cahyo.

Menurut Ibnu, dari survei yang dilakukan terhadap 445 responden yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya, sebanyak 49,2 persen tidak setuju dengan pembatasan usia kendaraan, 40,2 persen setuju, dan 10,6 persen tidak tahu.

“Warga banyak yang menolak, karena takut dampaknya terhadap perekonomian masing-masing jika usia kendaraan dibatasi,” tandasnya.