sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Setelah dunia kerja diwarnai tren great resignation dan job hopping pada 2021–2022, kini muncul fenomena berbeda bernama job hugging.

Istilah ini menggambarkan sikap pekerja yang memilih bertahan erat di pekerjaan mereka sekarang, meski ada tawaran kerja baru yang terbuka.

Pemicu Munculnya Job Hugging

Fenomena job hugging dipicu oleh ketidakpastian ekonomi global, situasi politik yang tidak stabil, hingga perlambatan pasar tenaga kerja.

Konsultan dari Korn Ferry menyebut tren ini sebagai bentuk kekhawatiran pekerja akan kesulitan mencari pekerjaan baru jika mereka mengambil risiko pindah.

Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat mencatat tingkat pengunduran diri sukarela (quits rate) sejak awal 2025 berada di level stabil sekitar 2%.

Angka ini merupakan yang terendah sejak 2016, di luar periode awal pandemi Covid-19.

Sementara itu, survei ZipRecruiter menunjukkan meningkatnya rasa pesimis pekerja terhadap ketersediaan lowongan.

Pada kuartal II-2025, tercatat 38% responden merasa tidak yakin ada cukup peluang kerja. Angka tersebut melonjak dibandingkan 26% tiga tahun sebelumnya.

Direktur Riset Ekonomi di Indeed Hiring Lab, Laura Ullrich, menilai kondisi pasar tenaga kerja saat ini stagnan.

Ia menggambarkan bahwa aktivitas perekrutan, pemutusan hubungan kerja (PHK), maupun pengunduran diri berada dalam posisi serba lambat.

Pandangan Ahli Tentang Job Hugging

Menurut konsultan eksekutif Korn Ferry, Matt Bohn, fenomena job hugging adalah hal yang wajar di tengah ketidakpastian global. Ia menilai pekerja cenderung memilih aman dibandingkan mengambil risiko.

“Seperti halnya investor yang menunggu di pinggir lapangan, para pekerja lebih memilih bertahan pada pekerjaan mereka sekarang daripada menghadapi ketidakpastian di luar sana,” jelasnya.

Bohn menambahkan, perlambatan ekonomi dengan suku bunga tinggi membuat perusahaan enggan berekspansi.

Dampaknya, lowongan kerja turun signifikan.

Data terbaru menunjukkan rasio lowongan terhadap pengangguran di AS menyusut dari 2:1 pada Maret 2022 menjadi sekitar 1:1 pada Juni 2025.

Meski dianggap aman, fenomena job hugging juga memiliki sisi merugikan bagi pekerja.

Bertahan terlalu lama bisa membuat seseorang kehilangan kesempatan mendapatkan kenaikan gaji.

Secara historis, pekerja yang pindah kerja cenderung menikmati lonjakan upah lebih besar dibandingkan mereka yang menetap.

Selain itu, rasa terlalu nyaman bisa menimbulkan stagnasi dan menurunkan daya saing. Saat pasar tenaga kerja kembali bergairah, mereka yang terlalu lama “berpelukan” dengan pekerjaannya bisa tertinggal.

“Jika performa seseorang tidak lagi memenuhi ekspektasi, perusahaan tetap bisa mengambil langkah pemutusan hubungan kerja,” ujar Bohn.