Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Viral di media sosial, PT Maruwa Indonesia batam bangkrut.

Suara teriakan karyawan menuntut haknya pada perusahaan yang berlokasi di Tanjunguncang, Batam, Kepulauan Riau ini.

Perusahaan asal Jepang yang bergerak di bidang Flexible Printed Circuit (FPC) sejak 1999 ini tiba-tiba menghentikan produksi sejak awal April 2025.

Ironisnya, nasib 205 karyawan perusahaan masih belum jelas karena gaji dan pesangon mereka belum juga dibayarkan.

PT Maruwa Indonesia Batam Bangkrut, Karyawan Protes

Aksi protes sempat terjadi pada Jumat (23/5/2025). Dalam aksi tersebut, para pekerja mengepung seorang pria berkemeja putih yang diduga merupakan petinggi PT Maruwa Indonesia.

Video aksi itu viral di media sosial. Dalam video tersebut, terdengar teriakan dari para karyawan yang menuntut pembayaran hak mereka.

“Bayar gaji kami, jangan cuma janji-janji kosong!” teriak salah seorang pekerja dengan nada emosi.

Ratusan pekerja yang terdiri dari 49 karyawan tetap dan 156 tenaga kontrak hingga kini belum mendapat kepastian. Mereka sebelumnya diliburkan tanpa surat keterangan resmi dari manajemen perusahaan.

Likuidator Ambil Alih, Mediasi Deadlock

Kepala Bidang Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam, Amuri, menjelaskan bahwa proses mediasi antara pekerja dan perusahaan telah berlangsung sebanyak tiga kali.

Namun, upaya tersebut belum memberikan hasil konkret.

“Prosesnya sudah kami fasilitasi, tapi pemilik perusahaan sudah menyerahkan urusan ini ke likuidator. Kalau sudah masuk ke tahap itu, semua aset, utang-piutang, termasuk hak karyawan dikelola oleh pihak ketiga,” ujar Amuri.

Aset Tidak Cukup, Kewajiban Capai Rp12 Miliar

Amuri memaparkan bahwa kewajiban perusahaan kepada 205 karyawan PT Maruwa Indonesia diperkirakan mencapai Rp12 miliar, sementara nilai aset yang tersedia hanya sekitar Rp1,5 hingga Rp2 miliar.

“Secara logika, perusahaan seharusnya menyelesaikan kewajiban terhadap karyawan dulu, terutama gaji dan pesangon, sebelum menyerahkan aset kepada negara atau pihak lelang,” kata Amuri lebih lanjut.

Struktur Kepemilikan PT Maruwa Indonesia Disorot Publik

Krisis yang dialami PT Maruwa Indonesia membuat struktur kepemilikan perusahaan ini mulai disorot publik.

Berdasarkan data yang beredar, terdapat empat tokoh penting dalam manajemen PT Maruwa Indonesia:

  • Sei Kambe – Manajemen Eksklusif Maruwa Co., Ltd (Jepang)
  • Toshiro Kambe – CEO Global Maruwa Co., Ltd
  • Haruyuki Hayashi – Vice Chairman
  • Manimaran Anthony – Senior Managing Director

Keempat tokoh ini didesak oleh berbagai pihak untuk bertanggung jawab terhadap ratusan pekerja Indonesia yang terdampak langsung oleh keputusan bisnis perusahaan mereka.

Masalah Bahasa dan Tidak Ada Itikad Baik

Menurut Amuri, kendala utama dalam proses mediasi ini adalah komunikasi.

Penjelasan dari pihak PT Maruwa Indonesia disampaikan dalam bahasa Jepang, sehingga memperlambat penyampaian informasi.

“Pembayaran gaji dan pesangon seharusnya diselesaikan sebelum PHK dilakukan. Namun dalam pertemuan semalam, mereka menyatakan sudah tidak memiliki dana,” jelasnya.

Amuri menyebut, pihaknya sudah melakukan upaya maksimal, tapi karena perusahaan menyatakan pailit dan tak memiliki dana, maka prosesnya dinilai sudah buntu.

Disnaker Batam Hanya Bisa Fasilitasi, Nasib Karyawan Masih Tergantung

“Disnaker hanya bisa menjadi fasilitator. Keputusan tetap pada perusahaan dan likuidator,” ujar Amuri.

Ia menegaskan bahwa dalam kondisi seperti ini, tanpa itikad baik dari perusahaan, sangat kecil kemungkinan hak-hak pekerja bisa dipenuhi.

Kasus ini menyoroti lemahnya perlindungan terhadap pekerja ketika perusahaan asing dinyatakan bangkrut, serta pentingnya regulasi yang lebih kuat untuk menjamin hak buruh.