Gubernur DKI Jakarta Pramono Kaji Soal Tarif Jaklingko Tak Lagi Gratis, Minta Sopir Profesional
HAIJAKARTA.ID – Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung tengah mengkaji tarif Mikrotrans atau Jaklingko yang tidak lagi gratis.
Hal itu menjadi bentuk tanggapan dari pengamat yang mengusulkan agar layanan Mikrotrans dikenakan tarif yang ringan untuk penumpang.
Usulan tersebut menjadi perhatian Pramono, terutama saat ini proses finalisasi penyesuaian tarif Transjakarta sedang berlangsung.
Penyesuaian tarif ini dilakukan menyusul dampak negatif akibat pemotongan dana bagi hasil (DBH) dari pemerintah pusat.
“Kadang kala kita kasih gratis pun salah. Tapi enggak apa-apa, masukannya akan kami pertimbangkan,” ungkap Pramono saat konferensi pers di Balai Kota DKI Jakarta pada Kamis (30/10/2025).
Pramudi Diminta Harus Profesional
Seperti yang diketahui bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberikan layanan Jaklingko sebagai moda transportasi pengumpan (feeder) untuk Transjakarta dengan biaya nol rupiah.
Kebijakannya diambil guna mendukung integrasi sistem transportasi publik dan mendorong masyarakat untuk beralih dari penggunaan kendaraan pribadi.
Meski saat ini penggunaan Jaklingko gratis, Pramono menekankan layanan yang diberikan oleh pramudi kepada penumpang harus dijalankan profesional.
Pramono juga menyoroti sejumlah temuan di lapangan mengenai sopir Mikrotrans yang sering kali melanggar tugas saat tengah bertugas.
“Semisal keluhan masyarakat soal pengemudi Mikrotrans yang kerap kedapatan membawa anggota keluarga saat bertugas,” ujarnya.
“Memang, Mikrotrans ini kami juga enggak mau seakan-akan sekarang menjadi milik pribadi. Di lapangan kan seperti itu, nyetir bawa keluarganya, anaknya ada di sampingnya. Enggak boleh terjadi, tetap harus bekerja profesional,” sambungnya.
Sementara itu, Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengusulkan agar layanan Mikrotrans tidak lagi gratis.
Ia menilai tarif sebesar Rp1.000 per penumpang masih terjangkau bagi masyarakat.
“JakLingko itu kan gratis ya. Sebaiknya bayar Rp1.000 saja. Tidak bagus kalau gratis seperti itu. Kalau tarifnya Rp1.000, masyarakat masih sanggup, masa tidak sanggup bayar Rp1.000,” kata Djoko.
