Hati-hati Mulai 1 Januari 2025, Transaksi e-Money dan e-Wallet Kena Pajak 12 Persen, Ternyata Begini Penjelasannya
HAIJAKARTA.ID – Mulai 1 Januari 2025, biaya jasa atas transaksi uang elektronik (e-money) dan dompet digital (e-wallet) akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen, naik dari sebelumnya 11 persen.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan bahwa pungutan PPN ini bukanlah objek baru, melainkan kelanjutan dari kebijakan yang sudah berlaku sebelumnya.
Transaksi e-Money dan e-Wallet Kena Pajak 12 Persen
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa PPN dikenakan atas biaya jasa transaksi, seperti biaya administrasi, bukan atas nilai pengisian ulang (top up), saldo, atau nilai transaksi jual beli.
“Biaya admin dompet digital dan uang elektronik selama ini sudah dikenakan PPN 11 persen. Tahun depan, tarifnya naik menjadi 12 persen,” kata Dwi di kantor pusat DJP, Jakarta Selatan, Senin (23/12/2024).
Sebagai ilustrasi, jika seseorang melakukan top up sebesar Rp 1.000.000 dengan biaya administrasi Rp 1.500, maka perhitungan PPN adalah sebagai berikut:
- PPN 11 persen (2024): Rp 165 (biaya admin Rp 1.665).
- PPN 12 persen (2025): Rp 180 (biaya admin Rp 1.680).
Kenaikannya hanya sebesar Rp 15 untuk setiap transaksi.
Dampak Bagi Konsumen dan Penyedia Layanan
Menurut Dwi, meskipun PPN dibebankan pada penyelenggara jasa dompet digital, pada praktiknya biaya ini kemungkinan akan diteruskan kepada konsumen.
“Penyesuaian tarif biaya akan diatur oleh penyedia layanan,” ujarnya.
Namun, Media Wahyudi Askar, Direktur Kebijakan Publik dari Center of Economic and Law Studies (Celios), memperingatkan bahwa kenaikan ini berpotensi berdampak negatif terhadap adopsi layanan digital.
“Meski kenaikan hanya hitungan ratusan rupiah, masyarakat kecil akan merasa terbebani. Ini bisa mendorong mereka kembali menggunakan pembayaran tunai yang lebih murah,” ujar Askar. Ia
menambahkan, hal ini kontraproduktif terhadap upaya pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.
Risiko Hambatan Pertumbuhan Layanan Digital
Askar juga mencatat bahwa meskipun penggunaan layanan digital saat ini menunjukkan pertumbuhan signifikan, kenaikan biaya akibat penyesuaian PPN bisa menghambat laju tersebut.
“Pengguna yang sensitif terhadap biaya tambahan mungkin mempertimbangkan kembali untuk menggunakan layanan digital,” katanya.
Sebagai penutup, meskipun kenaikan PPN terlihat kecil, dampaknya tetap perlu dipantau terutama dalam mendorong transformasi ekonomi digital di Indonesia.