sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Ahli kuliner Febriyanto Rachmat menekankan pentingnya pelestarian kuliner legendaris di Jakarta dan sekitarnya.

Menurutnya, banyak kuliner legendaris yang dikelola secara turun-temurun menghadapi risiko hilang jika tidak segera dilestarikan.

“Biasanya kuliner-kuliner yang legenda itu sudah dikelola generasi ke sekian dan mayoritas belum berani untuk membuka cabang. Tugas kita untuk membuka pasar,” ujar Febriyanto saat dihubungi di Jakarta, Jumat (17/5/2024).

Febriyanto menyoroti bahwa banyak kuliner tradisional ini masih menggunakan metode pengelolaan tradisional, termasuk cara transaksi yang masih tunai dan belum tersentuh pembayaran digital.

Dia juga mencatat bahwa kuliner-kuliner ini sering kali belum menggunakan kemasan yang ramah lingkungan dan aman (food grade).

“Saya yakin generasi muda sekarang ada yang tidak mengenal apa itu lodeh serta penyajiannya seperti apa,” ujar CEO PT Samsaka Lestari Rasa itu..

Dia mengingatkan bahwa jika tidak ada upaya pelestarian, kuliner tradisional ini bisa hilang dalam 20 tahun ke depan, terkalahkan oleh kuliner modern yang semakin marak di Jakarta.

Untuk mengatasi masalah ini, Febriyanto bersama sejumlah institusi termasuk perbankan mengadakan serangkaian festival kuliner, salah satunya di Jakarta yang akan berlangsung di Parkir Timur Senayan Gelora Bung Karno (GBK) dari 25 September hingga 6 Oktober bertepatan dengan HUT GBK.

Festival bertajuk “Tjap Legende” ini bertujuan mengajak pengusaha kuliner legendaris untuk tampil ke publik.

“Kami biasanya mengajak kepada pengusaha-pengusaha tersebut untuk bergabung. Ayo mulai keluar,” katanya.

Festival ini juga tidak memungut bayaran dari peserta dan menggunakan sistem revenue sharing (berbagi pendapatan).

Penyelenggara bahkan menyediakan tenaga kerja, juru masak, dan gerai untuk festival.

Festival “Tjap Legende” akan menampilkan kuliner legendaris seperti Toko Oen Malang (1930), Gudeg Yu Djum (1950), Sate Buntel H. Bejo (1971), Bebek Sinjay (2003), dan Nasi Krawu Buk Tiban (1979).

Kuliner legendaris lainnya termasuk Ketan Susu Kemayoran (1958), Kopi Es Takie (1927), dan Soto Betawi H. Agus Barito (1961).

Selain di Jakarta, festival ini juga akan hadir di berbagai kota lain seperti Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta, Balikpapan, Surabaya, Bali, dan Mataram, dengan jadwal yang sudah ditentukan.

“Jadi warga dari daerah lain di nusantara tidak perlu ke Jakarta, tinggal lihat jadwalnya untuk berkunjung ke lokasi yang paling dekat,” tutup Febriyanto.