Hukum Menikah Siri dengan Wanita Bersuami, Begini Menurut Syariat Islam!
HAIJAKARTA.ID – Menikah siri sering dianggap sah secara agama, tetapi belum diakui negara karena tidak dicatat secara resmi.
Namun, bagaimana jika seorang pria menikah siri dengan wanita yang masih memiliki suami sah? Berdasarkan hukum positif dan hukum Islam di Indonesia, tindakan ini dilarang dan tidak sah.
Hukum Menikah Siri dengan Wanita Bersuami
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ditegaskan bahwa:
“Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.”
Artinya, seorang wanita tidak diperbolehkan memiliki dua suami dalam waktu bersamaan. Ketentuan ini diperkuat oleh Pasal 9 UU Perkawinan, yang menyatakan bahwa:
“Seseorang yang masih terikat dalam satu perkawinan tidak dapat kawin lagi, kecuali dengan izin pengadilan.”
Izin pengadilan ini hanya berlaku bagi pria yang hendak berpoligami, bukan bagi wanita. Dengan demikian, poliandri atau seorang wanita memiliki dua suami adalah perbuatan yang dilarang.
Menurut Hukum Islam
Dalam hukum Islam, larangan poliandri juga dijelaskan melalui Pasal 40 huruf a Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang berbunyi:
“Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita apabila wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain.”
Dengan demikian, wanita yang masih bersuami tidak sah menikah lagi, baik secara resmi maupun secara siri. Hal ini termasuk dalam kategori pernikahan yang batal demi hukum.
Status Hukum Nikah Siri
Menurut Pasal 2 UU Perkawinan, perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum agama masing-masing dan dicatatkan sesuai peraturan perundang-undangan.
Selain itu, Pasal 5 KHI menegaskan bahwa pencatatan perkawinan merupakan syarat administratif yang wajib dilakukan.
Artinya, nikah siri (perkawinan tanpa pencatatan negara) tidak memiliki kekuatan hukum di mata negara.
Jika dilakukan oleh wanita yang masih terikat perkawinan, maka nikah siri tersebut tidak sah secara agama maupun hukum positif.
Potensi Sanksi Pidana
Praktik menikah siri dengan wanita bersuami juga dapat menimbulkan konsekuensi pidana.
Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai perzinaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 284 KUHP yang masih berlaku, dan juga Pasal 411 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Baru yang akan efektif pada tahun 2026.
Pasal 284 KUHP lama menjerat perzinaan yang dilakukan oleh salah satu atau kedua pihak yang telah menikah.
Pasal 411 KUHP baru memperluas cakupan, di mana hubungan seksual di luar perkawinan dapat dijerat pidana baik dilakukan oleh orang yang sudah menikah maupun belum menikah.
Dengan demikian, menikah siri dengan wanita bersuami bukan hanya tidak sah, tetapi juga berpotensi menjadi tindak pidana perzinaan.