Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID- Tiga siswa berprestasi dipulangkan paksa karena tak mampu bayar SPP oleh pihak sekolah pada jam Pelajaran.

Tiga siswa Sekolah Dasar berbasis pendidikan agama di bawah naungan sebuah yayasan di Pandeglang, M. Faezya Athalla Febrian (11), M. Farraz Athilla Ahza (10), dan M. Fattan Atharva Ghazi (7), ketiganya dikenal sebagai anak yang berprestasi dan semangat belajar.

Sayangnya, mereka harus meninggalkan sekolah karena orang tua mereka tak mampu melunasi biaya SPP yang telah menunggak hingga Rp42 juta.

Orang tua ketiga anak tersebut, Defi Fitriani dan Muhammad Farhat mengungkapkan bahwa keputusan sekolah untuk memulangkan anak mereka merupakan pukulan berat bagi keluarga.

Defi dan Farhat adalah keluarga dengan kondisi ekonomi yang sulit. Mereka bekerja sebagai buruh harian merasa sangat berat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari apalagi harus membayar biaya pendidikan yang mahal.

Peristiwa Tersebut Meninggalkan Trauma

Peristiwa ini terjadi saat jam pelajaran berlangsung, ketika ketiga siswa tersebut diantar pulang oleh pihak sekolah menggunakan mobil.

Dengan wajah lesu dan penuh kesedihan, mereka harus kembali ke rumah dan menghadapi kenyataan pahit bahwa pendidikan mereka terancam terhenti karena masalah ekonomi keluarga.

Farhat, sang ayah, menceritakan bahwa dirinya telah meminta kebijakan kepada sekolah agar pembayaran dapat dicicil.

Namun, permohonan itu tidak mendapat tanggapan positif. Defi, ibu dari ketiga siswa tersebut juga merasa sangat kecewa karena menurutnya keputusan sekolah tersebut tidak menunjukkan rasa kemanusiaan.

“Kami memohon agar anak-anak kami tidak dipulangkan saat jam pelajaran, tetapi pihak sekolah tetap melakukannya tanpa mempertimbangkan kondisi kami,” ungkap Farhat.

Kekecewaan Mendalam Terhadap Kebijakan Sekolah

Kasus ini menyita perhatian publik karena sekolah tersebut seharusnya berperan sebagai lembaga pendidikan yang mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Namun, tindakan yang mereka ambil justru dinilai sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Ironisnya, sekolah tersebut juga diketahui telah menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah, yang seharusnya digunakan untuk membantu siswa kurang mampu.

Ketiga anak ini diketahui memiliki banyak prestasi di bidang akademis, yang dibuktikan dengan sejumlah sertifikat penghargaan.

Namun, prestasi mereka tampaknya tak cukup bagi sekolah untuk memberikan keringanan dalam hal pembayaran SPP.

Ibu mereka juga mengatakan bahwa meskipun ekonomi keluarganya sulit, ia berusaha agar anak-anaknya tetap belajar meskipun di rumah agar mereka tidak ketinggalan pelajaran.

Harapan kepada Pemerintah

Kejadian ini mendapat sorotan dari masyarakat, yang berharap pemerintah, terutama Menteri Pendidikan dan Presiden Prabowo Subianto, memperhatikan masalah ini secara serius.

Sebagai pejabat tinggi yang memiliki program untuk memajukan pendidikan di Indonesia, mereka diharapkan dapat mengambil langkah-langkah yang tegas agar kejadian serupa tidak terulang.

Apalagi di sekolah-sekolah swasta yang sering kali mengambil tindakan ekstrem terhadap siswa yang memiliki tunggakan biaya.

Sampai saat ini, pihak sekolah belum memberikan tanggapan atas kejadian tersebut. Beberapa wartawan yang mencoba melakukan konfirmasi di lokasi juga tidak diperkenankan masuk oleh petugas keamanan sekolah

Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar tentang sistem pendidikan di Indonesia, terutama terkait akses pendidikan bagi siswa dari keluarga kurang mampu.