sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Di balik citranya sebagai kota metropolitan sekaligus tempat bertemunya beragam budaya, sastra Betawi justru dinilai belum memperoleh ruang yang layak di Jakarta.

Padahal, identitas lokal ini merupakan fondasi penting dalam memperkuat ekosistem literasi Jakarta, sekaligus menjadi bekal untuk mewujudkan ambisi kota ini sebagai City of Literature versi UNESCO.

Pandangan tersebut disampaikan King Beni Satryo dari Jumpin Puisi saat menghadiri acara Jakarta Literaria 2025 yang berlangsung di Pos Bloc, Sawah Besar, Jakarta Pusat.

Menurutnya, perayaan dan kegiatan sastra di Jakarta masih perlu dibuka lebih luas dan bersifat inklusif, khususnya untuk memberi tempat yang lebih besar bagi sastra Betawi.

“Harapannya adalah agar lebih inklusif karena asumsinya Jakarta itu adalah melting pot, tempat orang bertemu dari mana-mana, tapi yang gak kalah penting adalah ada juga sastra Betawi,” ujar King Beni, dikutip dari Tribun News.

Sastra Betawi Kurang Terdengar di Jakarta

King Beni menilai geliat sastra urban dan modern yang berkembang pesat di Jakarta kerap membuat sastra Betawi berada di pinggir perhatian.

Padahal, sastra Betawi merupakan bagian penting dari perjalanan sejarah sekaligus identitas Kota Jakarta.

Menurutnya, ruang sastra seharusnya bisa menampung proses kreatif para pegiat sastra dengan gaya urban dan modern, tanpa mengesampingkan sastra Betawi yang memang lahir dan tumbuh di Jakarta, namun selama ini jarang mendapat sorotan.

“Harusnya lebih inklusif nih antara teman-teman yang berproses di Jakarta dengan gaya urbannya, modern-nya. Tapi kita perlu tau juga nih soal sastra Betawi yang memang ada di Jakarta, namun selama ini kurang terdengar,” ungkapnya.

Ia pun berharap ke depan, ruang-ruang sastra di Jakarta semakin terbuka bagi beragam bentuk ekspresi, termasuk sastra lokal yang berakar dari masyarakat Betawi.

“Intinya inklusif agar kita bisa merayakan sastra secara bersama-sama,” ujarnya.

Jakarta Literaria 2025 Jadi Ruang Inklusif Literasi

Kehadiran Jakarta Literaria 2025 menjadi salah satu langkah untuk menjawab kebutuhan tersebut.

Program & Creative Director Jakarta Literaria 2025, Arie Wahyudi Prasetya, menjelaskan bahwa festival ini dirancang sebagai ruang pertemuan yang inklusif bagi seluruh pelaku literasi dan industri kreatif.

Menurut Arie, Jakarta Literaria merupakan upaya nyata Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk memperkuat ekosistem penerbitan dan literasi, sekaligus mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif.

“Jakarta Literaria adalah upaya konkret Pemerintah DKI Jakarta melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk memperkuat ekosistem dunia penerbit dan literasi sekaligus menggerakkan sektor ekonomi kreatif,” kata Arie.

Ia menegaskan, Jakarta Literaria tidak hanya berfokus pada buku semata, melainkan juga menghubungkan literasi dengan berbagai bidang kreatif lainnya.

“Festival ini tidak hanya berbicara soal buku, tetapi juga menghubungkan literasi dengan penerbitan, desain, hingga seni pertunjukan,” katanya.

Identitas Kota dan Aset Budaya

Arie menjelaskan, Jakarta Literaria dirancang sebagai ruang kolaborasi lintas komunitas yang mencerminkan dinamika Jakarta sebagai kota yang terus berkembang.

Festival ini diharapkan menjadi wadah pertemuan yang terbuka, di mana penulis, penerbit, ilustrator, komunitas, pelajar, hingga para pelaku kreatif dapat saling bertemu, bekerja sama, berinovasi, dan melahirkan karya-karya baru.

“Kami ingin Jakarta Literaria menjadi ruang pertemuan yang inklusif, tempat penulis, penerbit, illustrator, komunitas, pelajar, dan para pelaku kreatif bisa saling berkolaborasi, berinovasi, dan melahirkan karya-karya baru,” ucapnya.

Melalui pendekatan tersebut, literasi ditempatkan tidak sekadar sebagai kegiatan membaca, melainkan sebagai bagian dari identitas kota itu sendiri.

Literasi dipahami sebagai proses berpikir, berdiskusi, berkarya, serta berpartisipasi aktif dalam ruang publik.

“Literasi dipahami tidak hanya sebagai aktivitas membaca, tetapi juga sebagai proses berpikir, berdiskusi, berkarya, dan berpartisipasi aktif dalam ruang publik,” katanya.

Upaya Menuju City of Literature UNESCO

Lebih lanjut, Jakarta Literaria juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memperkuat posisi Jakarta di kancah global.

Melalui edukasi dan advokasi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Jakarta Literaria mendorong Intellectual Property sebagai aset strategis dalam ekonomi kreatif, sekaligus menghadirkan pendekatan baru untuk memperkuat posisi Jakarta sebagai City of Literature yang diakui UNESCO.

“Melalui edukasi dan advokasi HAKI, Jakarta Literaria menempatkan Intellectual Property sebagai aset strategis ekonomi kreatif, serta menghadirkan pendekatan baru untuk memperkuat posisi Jakarta sebagai ‘City of Literature’ yang diakui UNESCO,” tuturnya.

Dengan merangkul sastra lokal seperti Betawi, sekaligus membuka ruang bagi praktik literasi urban dan modern, Jakarta Literaria diharapkan mampu menjadi jembatan yang menghubungkan identitas lokal dengan pengakuan global.