Kembali Ramai Disorot, Meninggalnya Wakil Bupati Sangihe di Pesawat Usai Menolak Pembangunan Tambang Emas Dinilai Janggal
HAIJAKARTA.ID – Meninggalnya wakil Bupati Sangihe di pesawat usai menolak pembangunan tambang emas di wilayahnhya dinilai janggal dan kembali disorot publik.
Meninggalnya wakil Bupati Sangihe di pesawat usai menolak pembangunan tambang pada 9 Juni 2021 usai menolak pembangunan tambang emas di wilayahnya dinilai janggal.
Meninggalnya wakil Bupati Sangihe di pesawat usai menolak pembangunan tambang, menurut Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah Ismail menilai wafatnya Wakil Bupati Kepulauan Sangihe, Helmud Hontong tersebut menyimpan kejanggalan dan perlu diselidiki secara menyeluruh.
Meninggalnya Wakil Bupati Sangihe, Helmud Hontong dinilai janggal lantaran almarhum dikenal sebagai pejabat daerah yang vokal menentang rencana eksploitasi tambang emas di wilayahnya dan meninggal dunia secara tiba-tiba saat berada di dalam pesawat.
“Ini mengagetkan. Kedua, misterius dan agak janggal kematiannya. Kenapa seperti itu? Karena dia ini kan menjadi sorotan, high profile karena dia ini kepala daerah yang menolak tambang juga. Bahkan dia juga mengirim surat ke ESDM. Suratnya juga sudah beredar,” kata Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah Ismail.
Meninggalnya wakil Bupati Sangihe di pesawat usai menolak pembangunan tambang, Merah menilai kondisi kesehatan Helmud sebelum wafat turut memperkuat dugaan adanya kejanggalan dalam peristiwa tersebut.
“Ini janggal karena dia sehat-sehat aja, tapi tiba-tiba mendadak kolaps,” imbuhnya.
Helmud Hontong diketahui menjabat sebagai Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Sangihe dan secara terbuka menolak rencana pertambangan emas oleh PT Tambang Mas Sangihe (TMS).
Penolakan tersebut didasari kekhawatiran terhadap dampak lingkungan dan keselamatan warga, mengingat luas wilayah konsesi tambang mencapai sekitar 42 ribu hektare atau setara 56,9 persen dari total wilayah Kabupaten Sangihe sebesar 73.698 hektar.
Sebagai bentuk sikap keberatan, Helmud secara pribadi mengirimkan surat protes kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 28 April.
Surat tersebut berisi penegasan penolakannya terhadap aktivitas pertambangan yang dinilai berpotensi merusak lingkungan dan mengancam kehidupan masyarakat setempat.
Di tengah sikap vokalnya itu, Helmud dilaporkan meninggal dunia saat dalam perjalanan pulang dari Bali menuju Manado melalui Makassar.
Ia mengembuskan napas terakhir di dalam pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT-740, Rabu, dalam rentang waktu penerbangan pukul 15.08 hingga 16.17 Wita.
Merah Johansyah Ismail pun mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas penyebab kematian Helmud, termasuk kemungkinan dilakukannya autopsi.
“Dia high profile juga, jadi bagi kita ini janggal. Kita mendesak agar otoritas terkait melakukan penyelidikan. Dalam hal ini pemerintah, penegak hukum, termasuk Komnas HAM. Apalagi bulan Mei 2021 warga juga sudah melaporkan kasus ini ke Komisioner Komnas HAM. Jadi Komnas ini jangan diam. Kepolisian juga melakukan penyelidikan yang maksimum soal apa penyebab utama kematian beliau ini. Apakah perlu dilakukan autopsi juga,” ungkapnya.
Detik-detik Meninggalnya Helmud Hontong di Dalam Pesawat
Ajudan Wakil Bupati Kepulauan Sangihe, Helmud Hontong, Harmen Rivaldi Kontu, mengungkapkan detik-detik wafatnya Helmud saat berada di pesawat rute Denpasar–Makassar.
Menurut Harmen, sebelum kolaps Helmud sempat mengeluh pusing dan meminta leher serta bagian belakang kepalanya diolesi minyak kayu putih.
Namun setelah diolesi, Helmud tiba-tiba tidak lagi merespons.
Harmen kemudian melihat darah keluar dari mulut dan hidung Helmud.
“Sekitar 5 menit itu saya lihat Bapak langsung tersandar. Saya panggil dan kore-kore (colek) namun sudah tidak ada respons lagi. Saya langsung panggil pramugari, namun tetap Bapak tidak ada respons. Kemudian keluar darah lewat mulut. Tak lama kemudian darah keluar dari hidung,” kata Harmen, Kamis (9/6/2021).
Harmen menyebut pramugari segera meminta bantuan kepada penumpang yang berprofesi sebagai dokter.
Helmud lalu dipindahkan ke bagian belakang pesawat untuk mendapatkan pertolongan medis.
“Pas itu pramugari langsung meminta tolong jika ada dokter atau paramedis yang ikut dalam penerbangan ini. Jadi langsung diarahkan ke bagian belakang pesawat. Saat itu nadi Bapak dipompa supaya ada pernapasan, tapi Bapak memang ndak ada respons. Terus mereka mengecek nadi Bapak, kan mau tahu detak jantung, tapi mulai melambat,” jelasnya.
Dokter di dalam pesawat sempat berencana memberikan suntikan adrenalin untuk memacu jantung, namun dibatalkan karena denyut nadi tidak lagi terdeteksi.
“Jadi tindakan terakhir dari dokter itu mau suntik adrenalin untuk pacu jantung. Cuma pas cari nadi Bapak, karena mungkin Bapak sudah kolaps, sudah tak dapat nadi Bapak. Cari beberapa tempat tidak dapat, jadi mereka batalkan itu suntik. Jadi keterangan dokter di pesawat cuma itu yang bisa dibuat, kemudian alat-alat tidak ada yang memadai sambil menunggu turun di Makassar masih 30 menit lagi untuk landing,” ujarnya.
Setelah pesawat mendarat di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, Helmud langsung ditangani tim medis bandara. Namun dokter menyatakan Helmud telah meninggal dunia.
“Pas tiba di Makassar, dokter karantina kesehatan naik di pesawat cek kondisi Bapak. Memang, waktu di pesawat, kedua dokter sudah periksa tangan Bapak mulai pucat. Sampai di ruangan masih diperiksa lagi. Menurut pandangan medis, gejala-gejala itu tandanya orang sudah meninggal,” katanya.

