Kenapa Putar Rekaman Suara Alam dan Kicauan Burung di Kafe Tetap Bayar Royalti? Begini Penjelasannya!
HAIJAKARTA.ID- Kenapa putar rekaman suara alam dan kicauan burung di kafe tetap bayar royalti?
Banyak pelaku usaha di sektor kuliner, seperti kafe dan restoran, yang berupaya menghindari kewajiban membayar royalti musik dengan mengganti musik berlisensi menjadi suara alam-misalnya kicauan burung, suara ombak, atau gemericik air.
Namun, langkah tersebut ternyata tidak membebaskan mereka dari kewajiban hukum untuk tetap membayar royalti.
Hal ini ditegaskan langsung oleh Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun pada Senin (4 Agustus 2025).
la menjelaskan bahwa semua bentuk rekaman suara, termasuk rekaman suara burung atau suara alam lainnya, tetap dilindungi oleh hak terkait, yang berarti rekaman tersebut tidak boleh digunakan secara bebas di ruang komersial tanpa izin dan pembayaran royalti kepada pihak yang berhak.
“Kalau rekaman suara burung diputar, atau suara apapun itu, tetap saja yang membuat rekaman tersebut punya hak terhadap fonogramnya. Maka, tetap ada kewajiban bayar royalti,” ujar Dharma.
Hak Cipta dan Hak Terkait dalam UU
Dalam konteks hukum Indonesia, terutama merujuk pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dijelaskan bahwa hak cipta tidak hanya mencakup ciptaan musik oleh komposer, tapi juga rekaman suara (fonogram) yang diproduksi oleh individu atau perusahaan rekaman.
Rekaman ini dilindungi oleh yang disebut sebagai hak terkait, yang memberikan perlindungan bagi produser fonogram dan pelaku pertunjukan atas karya yang mereka hasilkan.
Dengan demikian, ketika kafe atau restoran memutar suara alam dari rekaman, mereka tetap harus menghormati hak hukum produser rekaman tersebut.
Ini termasuk kewajiban untuk membayar royalti sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan atas karya mereka.
Dharma juga menyampaikan keprihatinannya terhadap maraknya narasi keliru di kalangan pelaku usaha, yang menyebut bahwa pemutaran suara alam dapat menjadi alternatif legal untuk menghindari biaya royalti musik.
“Jangan membangun opini bahwa putar suara burung bisa bebas royalti, seolah-olah itu solusi legal. Itu misleading,” katanya.
Besaran Tarif Royalti yang Sudah Diatur
Pemerintah, melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor HKI.02/2016, sudah menetapkan tarif resmi royalti untuk berbagai bidang usaha.
Berikut contoh tarif yang berlaku di sektor usaha kuliner:
Untuk Restoran dan Kafe:
- Royalti untuk pencipta lagu: Rp 60.000 per kursi per tahun.
- Royalti untuk hak terkait: Rp 60.000 per kursi per tahun
Untuk Pub, Bar, dan Bistro:
- Royalti pencipta: Rp 180.000 per meter persegi per tahun
- Royalti hak terkait: Rp 180.000 per meter persegi per tahun
Untuk Diskotek dan Klub Malam:
- Royalti pencipta: Rp 250.000 per meter persegi per tahun
- Royalti hak terkait: Rp 180.000 per meter persegi per tahun
Pembayaran royalti ini dilakukan minimal satu kali dalam setahun. Proses perizinan dan pembayaran kini bisa dilakukan secara daring melalui situs resmi LMKN, sehingga lebih praktis dan mudah diakses oleh pelaku usaha.
Mengapa Royalti Itu Penting?
Dharma menjelaskan bahwa tujuan utama dari penarikan royalti ini bukan untuk membebani pelaku usaha, melainkan sebagai bentuk penghargaan yang layak atas kerja keras dan kreativitas para pencipta lagu serta produser rekaman.
Royalti adalah kompensasi yang adil bagi mereka yang telah menciptakan konten audio, baik berupa musik maupun suara-suara lainnya, yang digunakan untuk menunjang suasana dan kenyamanan pelanggan di tempat usaha.
“Royalti bukan untuk menyulitkan, tapi untuk menghargai karya orang lain. Ada jerih payah di balik setiap rekaman yang diputar di ruang publik,” jelasnya.
Fenomena Kafe Tanpa Musik
Belakangan, marak fenomena kafe-kafe hening yang tidak memutar musik apapun, bahkan tidak juga memutar suara alam, sebagai bentuk kehati-hatian agar tidak terjerat kewajiban royalti.
Namun, banyak pengunjung mengeluhkan suasana yang terlalu sunyi dan tidak nyaman. Beberapa karyawan restoran bahkan menyebut suasana tempat kerja menjadi “anyep” karena ketiadaan musik.
Langkah-langkah menghindar seperti ini dinilai kontraproduktif, sebab sebenarnya ada solusi legal dan resmi melalui LMKN untuk tetap bisa memutar musik atau rekaman suara sambil tetap mematuhi aturan.