HAIJAKARTA.ID – KPA DKI Jakarta menginformasikan perihal Tes HIV perlu dilakukan tiga kali pengecekan darah jika ingin diagnosa yang akurat.

Kepala Bidang Dukungan dan Layanan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) DKI Jakarta, dr. Taufik Alief Fuad, menjelaskan bahwa untuk memastikan seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), tes darah tidak cukup dilakukan sekali, melainkan harus dilakukan tiga kali.

Pernyataan ini disampaikan dalam diskusi daring yang diadakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Rabu.

“Pemeriksaan HIV tidak bisa dilakukan sekali, melainkan tiga kali. Itu pun dalam keadaan reaktif pasien baru bisa didiagnosa terserang HIV setelah di ambil darahnya,” ujar dr. Taufik.

Pemeriksaan pertama dilakukan sebagai skrining awal, dan jika hasilnya reaktif, pemeriksaan akan diulang hingga tiga kali untuk memastikan hasilnya.

Saat ini, pemeriksaan HIV bisa dilakukan di 221 fasilitas kesehatan yang tersebar di 249 kelurahan dan 44 kecamatan di DKI Jakarta.

“Setiap kecamatan ada tiga sampai empat fasilitas untuk melakukan tes darah. Fasilitas ini tersebar baik di rumah sakit, klinik, maupun lapas atau rutan,” tambahnya.

Selain fasilitas kesehatan yang menetap, lembaga swadaya masyarakat (LSM) bekerja sama dengan penyedia fasilitas kesehatan juga melakukan tes darah HIV dengan mendatangi tempat-tempat tertentu melalui ‘mobile clinic’.

“Pemeriksaan ini gratis. Reagen-reagen disediakan pemerintah. Hasilnya bisa segera diketahui,” jelas dr. Taufik.

HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Jika tidak diobati secara teratur, infeksi ini dapat berkembang menjadi AIDS, yang membuat tubuh sangat rentan terhadap berbagai infeksi dan penyakit serius.

Salah satu penyakit yang sering terjadi pada orang dengan HIV adalah tuberkulosis (TB), yang merupakan penyakit oportunis tertinggi pada mereka yang terinfeksi HIV di Indonesia.

Data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta menunjukkan bahwa dari Maret 2023 hingga Maret 2024, terdapat 59.424 Orang Dengan HIV (ODHIV) di Jakarta.

Dari jumlah tersebut, sekitar 40.000 orang rutin mengonsumsi antiretroviral (ARV), obat yang membantu menekan jumlah virus dalam tubuh dan mencegah perkembangan penyakit menjadi lebih serius.