sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama Partai Buruh menggelar aksi demo tolak Omnibus Law di Gedung MK Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Aksi yang dimulai pukul 10.00 WIB ini akan diikuti oleh sekitar 200 buruh.

Presiden KSPI, Said Iqbal, menyampaikan bahwa aksi tersebut bertujuan untuk menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja dan mengawal putusan MK terkait judicial review UU Pilkada.

“Aksi unjuk rasa ini akan dilakukan di titik kumpul di Patung Kuda depan Indosat menuju Gedung Mahkamah Konstitusi (MK),” kata Said Iqbal dalam keterangan resmi, Selasa (20/8/2024).

Para buruh menuntut MK untuk mengabulkan permohonan judicial review yang diajukan.

Jika tuntutan mereka tidak dipenuhi, Said Iqbal mengancam akan menggelar mogok nasional yang melibatkan sekitar 5 juta buruh di seluruh Indonesia.

“Mereka mengancam untuk mogok kerja,” tegasnya.

9 Alasan Aksi Demo Tolak Omnibus Law di Gedung MK

KSPI dan Partai Buruh menyampaikan sembilan alasan utama yang menjadi dasar pengajuan judicial review terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi:

1. Konsep Upah Minimum yang Kembali pada Upah Murah

UU Cipta Kerja mengembalikan konsep upah minimum menjadi upah murah, mengancam kesejahteraan buruh dengan kenaikan upah yang kecil dan tidak mencukupi.

2. Outsourcing Tanpa Batasan Jenis Pekerjaan

Tidak ada batasan jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing, menghilangkan kepastian kerja bagi buruh dan menempatkan negara sebagai agen outsourcing.

3. Kontrak yang Berulang-ulang

UU Cipta Kerja memungkinkan kontrak kerja berulang-ulang tanpa jaminan menjadi pekerja tetap, yang mengancam stabilitas kerja buruh.

4. Pesangon yang Murah

Pesangon yang diberikan hanya setengah dari aturan sebelumnya, sangat merugikan buruh yang kehilangan pekerjaan.

5. PHK yang Dipermudah

Proses PHK yang dipermudah oleh UU Cipta Kerja membuat buruh tidak memiliki kepastian kerja dan selalu berada dalam posisi rentan.

6. Pengaturan Jam Kerja yang Fleksibel

Jam kerja yang tidak menentu menyulitkan buruh untuk mengatur keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

7. Pengaturan Cuti

Tidak adanya kepastian upah selama cuti, khususnya bagi buruh perempuan, menambah kerentanan dan diskriminasi di tempat kerja.

8. Tenaga Kerja Asing

Peningkatan jumlah tenaga kerja asing tanpa pengawasan ketat menimbulkan kekhawatiran di kalangan buruh lokal terkait kompetisi pekerjaan.

9. Hilangnya Sanksi Pidana

Penghapusan sanksi pidana bagi pelanggaran hak-hak buruh memberikan kelonggaran bagi pengusaha untuk melanggar tanpa konsekuensi hukum yang berat.

Mereka berharap MK akan mengabulkan judicial review dan memperbaiki ketentuan dalam UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan pekerja.