Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Pihak pengelola jalan tol dalam kota Jakarta juga Jabodetabek yakni PT Jasa Marga mengumumkan akan menaikan tarif jalan tol mulai tanggal 22 September 2024 mendatang.

Kenaikan ini sebagai tanda bahwa pengguna kendaraan pribadi yang sering menggunakan jalan tol di wilayah Jakarta, Tangerang, hingga Bekasi harus bersiap-siap tambah pengeluaran menghadapi kenaikan tarif tol yang mulai berlaku nantinya.

Kenaikan tarif ini merupakan bagian dari kenaikan tarif rutin yang dilakukan setiap dua tahun sekali, sesuai dengan regulasi yang mengacu pada tingkat inflasi. Pertanyaannya adalah, sudah tepatkah menaikan tarif jalan secara berkala setiap dua tahun.

Ada dua pandangan saya dalam menyikapi kenaikan tarif tol ini. Pertama, saya menyikapi kenaikan tarif tol ini harusnya diikuti oleh perbaikan layanan serta kualitas jalan dan sarana pendukung yang diberikan kepada penggunanya.

Selama ini masih ada banyak kondisi jalan tol dalam kota yang masih kurang baik seperti rusak dan bolong-bolong serta sambungan jalan buruk. Kondisi jalan buruk ini tentunya sangat membahayakan pengguna jalan tol itu sendiri. Selain itu juga jika ada kemacetan di jalan tol, pengelola sangat lamban merespon keluhan dan menangani kemacetan yang rutin seperti terjadi di jalan tol dalam kota Jakarta.

Pandangan kedua saya adalah terkait dengan masalah kemacetan kota Jakarta. Salah satu penyebab utamanya yang disebabkan oleh tingginya penggunaan kendaraan bermotor pribadi, salah satunya adalah mobil pribadi. Untuk memecahkan masalah kemacetan sebaiknya yang dilakukan adalah dengan mendekati penyebab masalahnya.

Kemacetan Jakarta sudah kronis dan membutuhkan beberapa kebijakan sebagai pendekatan pemecahan masalahnya. Dalam konsep Transport Deman Management (TDM) dikenal cara memecahkan masalah transportasi dengan memberikan solusi yang dibutuhkan.

Solusi yang ditawarkan TDM adalah dengan menekan penggunaan kendaraan bermotor pribadi dan memindahkan ke transportasi umum massal. Menekan penggunaan kendaraan bermotor pribadi bisa dilakukan dengan membuat mahal jika menggunakan kendaraan pribadi. Cara memahalkan bisa dengan jalan berbayar mahal, tanpa subsidi BBM dan parkir mahal.

Nah tarif tol mahal bisa dijadikan salah satu alat untuk membuat mahal atau tingginya biaya penggunaan kendaraan bermotor pribadi dalam hal ini mobil dalam melakukan perjalanan. Para pengguna kendaraan mobil pribadi dipaksa meninggalkan mobilnya di rumah dan berpindah ke transportasi umum massal.

Transportasi umum massal dibangun moderen dan terintegrasi baik serta dengan terjangkau dibantu subsidi transportasi. Pengguna yang berpindah menggunakan transportasi umum mendapatkan insentif berupa subsidi tarif agar lebih terjangkau.

Tarif dibuat terjangkau dengan subsidi agar biaya menggunakan transportasi umum jadi lebih murah dari pada menggunakan kendaraan pribadi, mobil pribadi. Alasan inilah yang membuat saya tidak setuju apabila subsidi transportasi bagi penumpang KRL diberikan berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Apabila diberlakukan pemberian subsidi pengguna KRL Jabodetabek dengan NIK maka para pemilik dan pengguna kendaraan mobil pribadi tidak mendapatkan subsidi karena dianggap mampu dan tidak perlu disubsidi ketika menggunakan transportasi umum.

Jika para pemilik mobil pribadi tidak disubsidi maka mereka akan dikenakan pembayaran sesuai biaya operasional penumpang (BOP) yang cukup mahal. Sekarang ini tarif KRL dengan rute Jakarta-Bogor adalah sebesar Rp3.000 untuk tarif tarif terendah per penumpang.

Sedangkan tarif tertinggi adalah sebesar Rp6.000 untuk perjalanan dari Stasiun Bogor menuju Stasiun Cikini, Stasiun Gondangdia, Stasiun Sawah Besar, Stasiun Mangga Besar, Stasiun Jayakarta, dan Stasiun Jakarta Kota per penumpang. Sedangkan Biaya perjalanan KRL Jabodetabek BOPnya kurang lebihnya Rp 25.000 per 25 kilometer. Nah sekarang ini 25 kilometer pertama itu Rp 3.000, jadi pemerintah berkewajiban sisi tarif atau PSO atau yang orang bilang itu subsidi sebesar Rp 22.000. ribu, cukup besar.

Memang pemerintah cukup memberikan subsidinya tetapi itu adalah kewajiban pemerintah agar tidak bertambah beban kerugian pemerintah akibat kemacetan. Kerugian akibat kemacetan di Jabodetabek bisa sekitar Rp 180 Trilyun per tahun. Sementara subsidi untuk KRL Jabodetabek pada tahun 2023 baru sekitar Rp 1,6 Trilyun per tahun.

Pemprov Jakarta saja memberikan subsidi kepada Transjakarta sebesar Rp 3,4 Trilyun per tahun. Secara keseluruhan Pemprov Jakarta mengeluarkan bisa sekitar Rp 20 Trilyun untuk subsidi transportasi dalam setahunnya. Subsidi transportasi adalah Insentif dari pemerintah kepada pengguna kendaraan pribadi karena mau berpindah menggunakan transportasi umum dan mengurangi beban pemerintah dari masalah kemacetan di Jakarta.

Untuk meringankan beban tingginya subsidi transportasi maka para pengelola harus mampu melakukan ke relatif income dari pendapat non tiket (non fare box). Jadi pemberian subsidi transportasi berdasarkan NIK adalah menghapuskan hak insentif yang merupakan kewajiban pemerintah memberikannya karena para pemilik kendaraan pribadi mau berpindah menggunakan transportasi umum.

Kembali pada rencana menaikan tarif jalan tol dalam kota Jakarta dan jalan tol sekitarnya bisa kita lihat sebagai satu cara menambah biaya ketika menggunakan kendaraan pribadi. Mahalnya tarif tol berarti menambah tinggi biaya menggunakan kendaraan mobil pribadi. Dampak positifnya pemilik mobil pribadi akan berpindah menggunakan transportasi umum.

Upaya dukungan oleh pengelola atau operator jalan tol bisa juga dengan membuat murah bahkan gratis tarif tol bagi kendaraan transportasi umum dan logistik. Juga operator jalan tol atau kepolisian lalu lintas tidak perlu memberikan jalur khusus lawan arah (Contra Flow) di jalan tol jika terjadi kepadatan lalu lintas karena itu berbahaya terjadi kecelakaan seperti banyak terjadi di jalan tol.

Pada saat jalan tol padat justru harus diupayakan prioritas perjalanan diberikan kepada kendaraan transportasi umum. Prinsipnya, kemudahan serta keringanan bagi pengguna kendaraan transportasi umum dan kesulitan juga biaya tarif tol tinggi atau mahal bagi pengguna mobil pribadi.

Tentunya tarif tinggi sebagaimana saya sampaikan di atas harus disertasi dengan kualitas pelayanan dan sarana yang aman, nyaman dan selamat bagi seluruh pengguna jalan tol. Pemerintah juga bisa menerapkan pajak mahal bagi bisnis jalan tol dan uang hasil pajak tersebut diberikan dengan diberikan kembali sebagai kebijakan Ear Marking kepada pembangunan dan operasional transportasi umum sebagai subsidi transportasi.

Oleh : Azas Tigor Nainggolan, Analis Kebijakan Transportasi.