sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, akan menyampaikan laporan pemotongan gaji untuk Tapera kepada Presiden Joko Widodo setelah mendapat penolakan dari berbagai kalangan.

Hal tersebut diungkapkan oleh Basuki pada Jumat (7/6/2024), setelah masyarakat menunjukkan keberatannya terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang mengatur soal Tapera.

Basuki mengklarifikasi bahwa aturan tersebut tidak ditunda, melainkan akan diterapkan pada tahun 2027 sesuai dengan Pasal 68 PP Nomor 25 Tahun 2020.

Ia juga menyadari bahwa Tapera telah menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat, terutama setelah terjadi kasus penyelewengan dana di beberapa lembaga keuangan.

Ketua Komite Tapera ini menjelaskan bahwa keputusan mengenai Tapera bergantung pada pemerintah pusat dan usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Namun, ia menegaskan bahwa pihaknya akan mengikuti aturan yang berlaku, termasuk apabila Tapera dibatalkan pada tahun 2027.

Basuki Hadimuljono juga akan melaporkan masukan dari masyarakat dan DPR kepada Presiden, menunjukkan keterbukaan dalam menangani isu ini.

BP Tapera akan Mengikuti Arahan Menteri PUPR

Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menyatakan bahwa pihaknya akan mengikuti arahan dan masukan dari Basuki Hadimuljono sebagai Ketua Komite Tapera.

Meskipun Basuki menegaskan bahwa Tapera akan diterapkan pada tahun 2027, BP Tapera siap untuk mengikuti keputusan pemerintah.

Sementara itu, gaji anggota Komite Tapera mencapai Rp 29-Rp 43 juta, dengan gaji Ketua sebesar Rp 32,5 juta. Ini menunjukkan bahwa mereka akan mengambil tanggung jawab dengan memperhatikan masukan dari berbagai pihak.

Dampak Potensial dari Penerapan Tapera

Meskipun Tapera akan diterapkan pada tahun 2027, ada prediksi bahwa aturan ini dapat mengakibatkan pengurangan tenaga kerja dan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB).

Bhima Yudhistira dari Celios memperkirakan bahwa sebanyak 466.000 pekerja akan kehilangan pekerjaan, dan PDB bisa turun sebesar Rp 1,21 triliun.

Selain itu, Tapera juga berpotensi mengurangi daya beli masyarakat dan memperpanjang backlog, yang merupakan kesenjangan antara jumlah rumah yang terbangun dengan kebutuhan rakyat.

Hal ini menunjukkan bahwa perlu evaluasi menyeluruh sebelum aturan ini diterapkan secara penuh.