Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Pemain sirkus OCI hanya dibayar Rp5 ribu, itulah kenyataan pahit yang dialami para pekerja hiburan di Sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI).

Di balik gemerlap lampu dan sorak penonton, tersembunyi kisah kelam tentang hidup sebagai manusia tanpa identitas, tanpa kepastian, dan tanpa upah yang layak.

Kejamnya Perlakuan terhadap Pemain Sirkus OCI

Butet, seorang mantan pemain sirkus OCI, mengungkapkan bagaimana dia dan rekan-rekannya diperlakukan dengan kejam oleh pihak manajemen sirkus.

Dalam sebuah wawancara di podcast Forum Keadilan TV, Butet mengungkapkan bagaimana dirinya dan banyak pemain lain tidak hanya disiksa secara fisik, tetapi juga kehilangan identitas diri.

Butet bahkan menyatakan bahwa dia tidak tahu siapa orang tuanya karena sejak kecil diambil oleh OCI untuk dilatih sebagai pemain sirkus.

“Seumur hidup, ini pertama kalinya saya bertemu seseorang dan bertanya siapa orang tuamu, di mana tinggal, suku apa, dan semuanya tidak ada jawaban,” kata Reza Indragiri, pakar psikologi forensik yang mewawancarai Butet dan korban lainnya.

Pengakuan Pahit Pemain Sirkus Hanya Dibayar Rp5 Ribu Gaji Tak Sebanding dengan Penderitaan

Mengenai gaji yang diterima, Butet mengaku bahwa ia dan para pemain lainnya hanya mendapatkan bayaran yang sangat rendah, yakni hanya Rp5 ribu per bulan.

Pemain sirkus hanya dibayar Rp5 ribu, yang menurut mereka disebut sebagai “uang sabun”.

Uang tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi jika dibandingkan dengan kerasnya pekerjaan yang mereka lakukan.

“Itu bukan gaji, melainkan uang sabun. Sebulan cuma Rp 5 ribu. Mungkin karena sebagian besar dari kita makan roti milik gajah dan buah-buahan milik simpanse,” kata Butet.

Bahkan, mereka tidak diizinkan untuk menikmati makanan tertentu dan harus makan apa yang tersedia, yang seringkali adalah makanan sisa dari binatang sirkus.

Kekerasan Fisik yang Terjadi di Balik Layar

Selain gaji yang tidak layak, Butet juga mengungkapkan kekerasan fisik yang ia alami selama bekerja di OCI.

Ia mengatakan pernah dirantai selama dua bulan oleh Frans Manansang, pendiri Taman Safari Indonesia, sebagai hukuman karena menjalin hubungan dengan seorang karyawan.

Bahkan, ketika Butet hamil, ia dipukuli dengan sebilah balok oleh Frans.

“Saya dipukul pakai balok di tangan saya, dan sampai sekarang masih ada bekasnya. Tangan saya patah karena dipukul oleh Frans,” ungkapnya dengan suara terbata-bata.

Frans, yang saat itu berkuasa, tak peduli dengan kondisi Butet yang tengah mengandung dan memaksanya untuk tetap tampil meskipun dalam kondisi yang sangat tidak layak.

Bantahan dari Pihak Taman Safari Indonesia

Tentu saja, cerita ini menuai tanggapan dari pihak Taman Safari Indonesia. Komisaris Taman Safari Indonesia, Tony Sumampouw, membantah keras tuduhan eksploitasi dan kekerasan terhadap para pemain sirkus.

Ia menunjukkan sebuah video dari tahun 1981 yang merekam anak-anak di lingkungan sirkus OCI yang tampak ceria dan bahagia.

“Jika benar ada bekas luka atau tanda penyiksaan, anak-anak tidak mungkin terlihat ceria seperti ini,” ujar Tony, yang menyarankan agar pihak yang menuduh dapat menunjukkan bukti konkret mengenai tuduhan tersebut.

Namun, meskipun pihak Taman Safari Indonesia membantah keras tuduhan tersebut, pengakuan Butet dan korban lainnya tetap menggugah hati banyak orang dan membuka mata publik tentang kenyataan yang tersembunyi di balik gemerlap dunia hiburan sirkus.