MUI Fatwakan Orang Kaya Dilarang Gunakan Gas 3 Kg dan Pertalite, KH Miftah: Menurut Sudut Pandang Islam…
HAIJAKARTA. ID – Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa terkait penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dan gas elpiji bersubsidi oleh kelompok masyarakat yang tidak berhak.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, menegaskan bahwa orang kaya dilarang menggunakan gas 3 kilogram (kg) serta pertalite bersubsidi karena keduanya diperuntukkan bagi kelompok tertentu yang membutuhkan.
Orang Kaya Dilarang Gunakan Gas 3 Kg
“Mereka yang memiliki kemampuan finansial tidak seharusnya menggunakan bahan bakar maupun gas bersubsidi, karena itu bukan hak mereka,” ujar KH Miftah dalam keterangannya, Jumat (7/2/2025).
Lebih lanjut, KH Miftah menjelaskan bahwa pemerintah telah menetapkan aturan distribusi BBM bersubsidi.
Bahan bakar tersebut seharusnya diperuntukkan bagi angkutan umum serta nelayan, sementara pertalite dialokasikan untuk masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
Selain itu, gas elpiji 3 kg yang disubsidi oleh pemerintah juga hanya boleh digunakan oleh rumah tangga miskin, usaha mikro, serta kelompok nelayan dan petani dengan keterbatasan ekonomi.
“Distribusinya sudah diatur dengan ketat, termasuk sanksi bagi mereka yang menyalahgunakannya. Menurut sudut pandang Islam, orang kaya yang tetap menggunakan BBM dan gas bersubsidi tanpa hak telah melakukan tindakan yang haram,” ungkap KH Miftah.
Melanggar Prinsip Keadilan dan Masuk Kategori Ghasab
Menurut KH Miftah, ada beberapa pertimbangan dalam fatwa ini.
Salah satunya adalah prinsip keadilan.
Orang kaya yang memanfaatkan subsidi berarti merampas hak masyarakat miskin yang lebih berhak.
“Mengambil hak mereka yang membutuhkan merupakan bentuk ketidakadilan,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa subsidi adalah amanah pemerintah bagi mereka yang membutuhkan. Menggunakannya tanpa hak bisa dikategorikan sebagai tindakan penyelewengan atau khianat.
“Dalam Islam, seseorang yang menggunakan sesuatu yang bukan haknya dapat dianggap melakukan tindakan zalim,” ujar KH Miftah.
Selain itu, tindakan ini juga bisa masuk dalam hukum ghasab atau mengambil hak orang lain secara paksa.
Dalam ilmu fikih, ghasab adalah tindakan mengambil atau memakai sesuatu tanpa izin dari pemiliknya.
“Ketika seseorang yang mampu secara ekonomi tetap menggunakan subsidi, ia telah mengambil hak kaum miskin secara tidak sah. Itu merupakan perbuatan dosa besar,” tutup KH Miftah.
Bijak dalam Menggunakan Subsidi
MUI mengajak seluruh masyarakat, terutama yang mampu secara finansial, untuk tidak mengambil hak kelompok kurang mampu agar bantuan subsidi bisa tepat sasaran.
Fatwa ini diharapkan menjadi pedoman bagi masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan subsidi.