Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Pemerintah batalkan kenaikan UKT di tahun ini yang sebelumnya telah menjadi sorotan publik.

Keputusan pemerintah untuk membatalkan kenaikan besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024

Dilansir dari akun Instagram @jktinfo, Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim menyatakan bahwa langkah ini diambil setelah berdialog dengan para rektor universitas dan mendengar aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan.

“Kemendikbudristek telah memutuskan untuk membatalkan kenaikan UKT tahun ini dan kami akan merevaluasi semua permintaan peningkatan UKT dari PTN (perguruan tinggi negeri),” ujar Nadiem setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin (27/5/2024) .

Namun, keputusan ini menuai kritik dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI).

Menurut Ubaid Matraji, koordinator JPPI, langkah ini tidak menyelesaikan akar masalah yang dihadapi oleh pendidikan tinggi di Indonesia.

JPPI menilai bahwa pembatalan ini hanya sementara dan tidak disertai dengan pencabutan Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 serta tidak ada komitmen untuk mengembalikan status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) menjadi Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Dalam keterangan tertulisnya, Ubaid menambahkan bahwa selama Undang-Undang Pendidikan Tinggi No. 12 Tahun 2012 masih berlaku, semua PTN akan tetap berstatus PTN-BH.

Status ini mengalihkan tanggung jawab pembiayaan pendidikan dari pemerintah ke masyarakat melalui skema UKT yang mahal.

“Selama Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 tidak dicabut dan PTN-BH tidak dikembalikan menjadi PTN, maka tarif UKT akan kembali naik di tahun 2025,” ujarnya .

Sebelumnya, dalam beberapa waktu terakhir, ramai diberitakan di media nasional bahwa sejumlah kampus memberikan lompatan biaya UKT yang besar, seperti kenaikan dari UKT golongan empat ke golongan lima dan seterusnya dengan besaran rata-rata lima sampai 10 persen.

Hal ini menimbulkan polemik hingga terjadi gelombang demonstrasi mahasiswa perguruan tinggi negeri di sejumlah daerah .

Salah satu kritik utama JPPI adalah terkait soal komersialisasi dan liberalisasi pendidikan tinggi.

Dengan status PTN-BH, kampus-kampus diharuskan mencari sumber pembiayaan mandiri, yang sering kali berarti menaikkan UKT.

JPPI menilai bahwa langkah pembatalan kenaikan UKT ini tidak cukup untuk menyelesaikan masalah struktural dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia.

Meskipun keputusan pembatalan kenaikan UKT oleh Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim dapat meredakan sementara gejolak di kalangan mahasiswa, namun tuntutan untuk perubahan yang lebih mendasar tetap menjadi perhatian utama.

Pembatalan ini dianggap hanya solusi sementara tanpa menyentuh inti permasalahan yang ada dalam sistem pendidikan tinggi, terutama terkait dengan pembiayaan dan status PTN-BH yang kontroversial.