HAIJAKARTA.ID – Pemerintah mengungkapkan berbagai tantangan yang muncul pada pembangunan rumah Tapera, meskipun nantinya akan dibuat dengan jarak 1 jam dari tempat kerja.

Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bertujuan membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Namun, salah satu tantangan utama adalah lokasi rumah yang biasanya jauh dari pusat kota.

Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna, mengungkapkan bahwa idealnya, rumah untuk peserta Tapera berada dalam waktu tempuh satu jam dari tempat kerja mereka.

“Kalau melihat perkembangan hari ini, urbanisasi sangat tinggi, tentunya kita ingin agar masyarakat tadi bisa bertempat tinggal dalam waktu tempuh yang terjangkau, katakan 1 jam dari tempat kerja,” ujarnya dalam konferensi pers saat berada di Kantor BP Tapera, Jakarta Selatan, Rabu (5/6/2024) lalu.

Urbanisasi dan Penyediaan Perumahan

Dengan urbanisasi yang terus meningkat, kebutuhan untuk tempat tinggal yang dekat dengan pusat kota menjadi semakin mendesak.

Herry menegaskan pentingnya memastikan bahwa masyarakat dapat tinggal di lokasi yang mudah dijangkau dari tempat kerja mereka.

Namun, ketersediaan lahan di perkotaan menjadi semakin terbatas dan sulit didapatkan.

Rumah Susun sebagai Solusi

Menghadapi keterbatasan lahan di perkotaan, Herry menyarankan pembangunan rumah susun sebagai solusi yang lebih praktis dibandingkan rumah tapak.

Hal ini didukung oleh Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, yang menyebutkan bahwa harga tanah di dekat kota sudah sangat tinggi sehingga banyak rumah subsidi hanya tersedia di pinggiran kota.

Heru menekankan perlunya perubahan mindset masyarakat dari kebiasaan tinggal di rumah tapak ke rumah susun atau vertikal.

“Diharapkan kedepannya kami akan dorong agar rumah vertikal menjadi tepat sasaran sesuai target,” tambahnya.

Tantangan dan Manfaat Rumah Susun

Salah satu tantangan utama adalah mengubah kebiasaan masyarakat yang lebih suka tinggal di rumah tapak.

Namun, dengan KPR dari Tapera yang juga dapat digunakan untuk membeli rumah susun, diharapkan masyarakat akan mulai mempertimbangkan opsi ini.

Tenor KPR untuk rumah susun bisa mencapai 35 tahun, lebih lama dibandingkan rumah tapak, untuk meringankan cicilan yang harus dibayar peserta Tapera.

Strategi jangka panjang BP Tapera adalah mengarahkan peserta untuk memilih rumah susun yang lebih efisien dalam penggunaan lahan dan lebih dekat dengan pusat kota.

Langkah ini diharapkan dapat mengatasi backlog perumahan yang mencapai 9,9 juta, terutama bagi masyarakat perkotaan yang tanahnya mahal.

“Tantangan utama bagi rumah tapak saat ini adalah ketersediaan lokasi yang diinginkan, terutama jika mempertimbangkan struktur bangunan. Dari backlog 9,9 juta, sebagian besar pemohon adalah masyarakat perkotaan. Namun, harga tanah di perkotaan sudah tidak terjangkau bagi kebanyakan orang. Hal ini menjadi hambatan besar dalam upaya menyediakan rumah tapak yang terjangkau bagi masyarakat. Perlu adanya solusi kreatif dan kebijakan yang mendukung untuk mengatasi tantangan ini, seperti pengembangan kawasan baru atau program subsidi tanah untuk rumah tapak,” pungkas Heru.

Heru berharap perubahan ini akan membantu lebih banyak MBR memiliki rumah di lokasi yang strategis, mendukung mobilitas dan produktivitas mereka.

Upaya ini juga diharapkan dapat membantu mengatasi masalah kemacetan dan polusi dengan mengurangi waktu tempuh dari rumah ke tempat kerja.

Dengan dukungan dari berbagai pihak dan perubahan mindset masyarakat, program Tapera dapat menjadi solusi efektif untuk menyediakan perumahan yang layak dan terjangkau bagi MBR di Indonesia.