Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Pembahasan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menjadi KUHAP Baru akhirnya mencapai babak final pada Selasa (18/11).

Meski proses tersebut berlangsung beriringan dengan gelombang demonstrasi dari mahasiswa serta kritik tajam Koalisi Masyarakat Sipil.

DPR Klaim Pembahasan KUHAP Baru Telah Melibatkan Publik

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyangkal anggapan bahwa proses penyusunan KUHAP Baru dikerjakan secara terburu-buru.

Ia menjelaskan bahwa rancangan tersebut dibahas hampir satu tahun, dimulai sejak November 2024.

Dalam penyampaiannya, ia menuturkan bahwa pembahasan RKUHAP “sudah mengikuti prinsip partisipasi bermakna dengan melibatkan banyak organisasi masyarakat.”

Ia juga menyampaikan bahwa “hampir seluruh substansi perubahan berasal dari masukan masyarakat.”

Ucapan itu ia tekankan untuk menegaskan bahwa KUHAP Baru tidak disusun sepihak.

Namun, klaim tersebut mendapat sanggahan keras dari sejumlah kelompok.

Koalisi Masyarakat Sipil Gugat Panja RKUHAP ke MKD

Koalisi Masyarakat Sipil geram dan melaporkan 11 anggota Panitia Kerja (Panja) RUU ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Mereka menuduh adanya pelanggaran kode etik dalam perumusan KUHAP Baru, sebagaimana diatur UU MD3.

Koalisi menekankan bahwa pembahasan KUHAP Baru tidak memenuhi unsur partisipasi publik.

Bahkan, mereka menyebut nama koalisi dicatut dalam proses penyusunan tanpa persetujuan mereka.

Perbedaan Isi KUHAP Baru dan Lama

Adapun revisi KUHAP baru memuat 14 substansi perubahan besar, yang meliputi:

1. Akomodasi Kelompok Rentan

Pasal 236 mengatur bahwa penyandang disabilitas tetap dapat menjadi saksi meskipun tidak melihat langsung (disabilitas visual), tidak mendengar (disabilitas pendengaran), atau tidak mengalami peristiwa secara langsung.

Penyandang disabilitas harus dapat menyampaikan kesaksiannya secara bebas, tanpa hambatan, dan memiliki kekuatan hukum yang sama.

2. Perlindungan dari Penyiksaan

Pasal 143 huruf m (Hak Saksi) dan Pasal 144 huruf y (Hak Korban) menjamin saksi dan korban untuk bebas dari penyiksaan, intimidasi, serta perlakuan tidak manusiawi atau yang merendahkan martabat selama proses hukum.

3. Syarat Penahanan

KUHAP Lama:

Kekhawatiran tersangka/terdakwa melarikan diri.

Kekhawatiran merusak atau menghilangkan barang bukti.

Kekhawatiran mengulangi tindak pidana.

KUHAP Baru:

Mengabaikan panggilan penyidik dua kali berturut-turut tanpa alasan sah.

Memberikan keterangan yang tidak sesuai fakta.

Menghambat proses pemeriksaan.

Berupaya melarikan diri.

4. Bantuan Hukum

Pasal 142 huruf g menjamin hak tersangka/terdakwa untuk memperoleh jasa hukum dan/atau bantuan hukum.

5. Jaminan Hak Tersangka

KUHAP Lama:

Hak untuk segera diperiksa.

Diberi tahu mengenai sangkaan.

Didampingi penasihat hukum.

Mengajukan saksi yang meringankan.

Mengajukan ganti rugi dan praperadilan.

KUHAP Baru:

Hak mengajukan keadilan restoratif.

Perlindungan khusus bagi kelompok rentan, penyandang disabilitas, dan perempuan.

6. Penguatan Peran Advokat

KUHAP Lama:

Advokat bersifat pasif, hanya mencatat, dan tidak dapat memberi komentar maupun keberatan.

KUHAP Baru:

Hak Imunitas (Pasal 149 ayat 2).

Akses terhadap bukti (Pasal 150 huruf j).

Hak memperoleh salinan BAP (Pasal 153).

Hak tersangka untuk berkomunikasi (Pasal 142 huruf m).

Advokat kini lebih aktif dan mendampingi tersangka sepanjang proses pemeriksaan.

7. Penguatan Praperadilan

KUHAP Lama:

Menguji sah/tidaknya penangkapan atau penahanan atas permintaan tersangka, keluarga, atau kuasanya.

KUHAP Baru:

Praperadilan mencakup pengujian sah/tidaknya seluruh upaya paksa, termasuk penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan, pemblokiran, pemeriksaan surat, hingga penetapan tersangka.

8. Keadilan Restoratif

Didefinisikan dalam Pasal 1 angka 21.

Penyidik diberi wewenang (Pasal 7 huruf k) menyelesaikan perkara melalui mekanisme restorative justice.

Penghentian penyidikan akibat tercapainya penyelesaian restoratif diatur dalam Pasal 24 ayat (2) huruf h.

9. Penguatan dan Perlindungan Hak Korban

Pasal 144 huruf x mengatur hak korban untuk memberikan pernyataan dampak akibat tindak pidana, sekaligus memperkuat aspek kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi.

Itulah perbedaan KUHAP baru dan lama yang telah direvisi.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan KUHAP Baru akan berlaku bersamaan dengan KUHP pada 2 Januari 2026.

Dalam keterangannya, ia menuturkan bahwa “kedua kitab hukum, baik formil maupun materil, kini sudah siap diberlakukan.”

Darurat RUU KUHAP Viral

Beberapa waktu lalu, isu “darurat RUU KUHAP” tengah ramai diperbincangkan di Instagram, setelah banyak unggahan menyoroti potensi ancaman terhadap kebebasan sipil akibat revisi aturan pidana dan hukum acara pidana.

Publik menilai revisi KUHAP membuka ruang penangkapan tanpa kontrol yang memadai, sehingga memicu kekhawatiran kriminalisasi.

Salah satu sorotan terbesar adalah perluasan kewenangan upaya paksa dalam draf KUHAP versi Maret 2025.

Penyidik disebut dapat melakukan penangkapan langsung berdasarkan perintah internal tanpa surat perintah seperti sebelumnya.

Pakar hukum UNS, Muhammad Rustamaji, menilai hal ini berisiko memperbesar potensi penyalahgunaan wewenang dan mengancam asas praduga tak bersalah.

Komnas HAM juga mengkritik besarnya mandat baru untuk penyidik, menuntut pengawasan internal-eksternal yang lebih ketat serta pembatasan waktu penyelidikan dan penyidikan untuk mencegah pelanggaran hak warga.

Selain itu, warganet mempermasalahkan istilah “penyidik utama” yang dinilai menempatkan Polri sebagai koordinator atas penyidik lembaga lain, sehingga menciptakan struktur kewenangan yang dianggap tidak seimbang.

Fenomena ini meluas karena empat faktor:

1. Kekhawatiran kriminalisasi massal jika penangkapan dapat dilakukan tanpa persetujuan hakim.

2. Pengawasan hukum yang dinilai lemah, sehingga upaya paksa rentan disalahgunakan.

3. Minimnya transparansi dari pemerintah dan DPR terkait isi revisi.

4. Rendahnya kepercayaan publik, sebab sejumlah pasal terlihat memperkuat kewenangan aparat meski pejabat menyatakan sebaliknya.

Isu tersebut terus viral karena publik menilai revisi KUHAP berdampak langsung pada kebebasan sipil dan prosedur hukum warga negara.