sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

Usulan program Kartu Janda Jakarta (KJJ) yang dilontarkan Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta memicu polemik tajam di lingkungan Pemprov Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menolak mentah-mentah ide tersebut dan menyebutnya sebagai hal yang “aneh”, sementara Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) DKI Jakarta Iqbal Akbarudin dinilai tidak humanis dalam menanggapi gagasan tersebut.

Usulan Muncul Kartu Janda Jakart

Program KJJ pertama kali disampaikan oleh Wakil Bendahara Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta, Jamilah Abdul Gani, dalam rapat paripurna pembahasan pandangan fraksi terhadap APBD Perubahan 2025, Senin (21/7/2025).

“Fraksi Partai Gerindra meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempertimbangkan penerbitan program Kartu Janda Jakarta,” ucap Jamilah.

Menurutnya, usulan ini merupakan aspirasi dari masyarakat yang ditemui saat masa reses. KJJ ditujukan bagi perempuan berstatus janda usia 45–60 tahun, tidak bekerja, berperan sebagai ibu rumah tangga, ditinggal wafat oleh suami, serta terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Usulan tersebut turut mendapat dukungan dari Fraksi PAN. Anggota DPRD DKI Jakarta dari PAN, Bambang Kusumanto, secara terbuka menyatakan dukungannya. “Saya pribadi sangat mendukung adanya Kartu Janda Jakarta ini,” katanya.

Gubernur DKI Jakarta Pramono Sebut Usulan Aneh

Namun, respon negatif datang dari Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang menilai usulan tersebut tidak masuk akal.

“Aneh-aneh aja. Enggak lah,” ujar Pramono saat ditemui di Balai Kota, Rabu (23/7/2025).

Pernyataan itu langsung memantik kritik keras dari anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Gerindra, Yudha Permana. Ia menilai Gubernur tidak memandang usulan tersebut secara objektif dan humanis.

“Kalau hati kita kotor, pikiran kita kotor, maka setiap mendengar kata ‘janda’ pasti dianggap negatif,” kata Yudha dalam rapat di DPRD, Kamis (24/7/2025).

Yudha menegaskan, usulan tersebut sudah melalui proses diskusi internal fraksi dan bukan sekadar gagasan spontan.

“Ini bukan asal-asalan. Banyak permintaan dari masyarakat, terutama saat kami turun reses,” tegasnya.

Menurut Yudha, banyak janda usia 45–60 tahun yang tidak tergolong lansia sehingga tidak terjangkau oleh program Kartu Lansia Jakarta. Program KJJ dinilai bisa menjadi jaring pengaman sosial baru.

Kadinsos Dianggap Tak Humanis

Usulan KJJ kembali dibahas dalam rapat Komisi E DPRD DKI Jakarta bersama Kadinsos Iqbal Akbarudin pada Kamis (24/7/2025). Namun, pernyataan Iqbal bahwa kelompok usia 45–60 tahun termasuk usia produktif justru memicu respons keras.

“Kalau usia segitu disebut produktif, coba tunjukkan kantor mana yang mau menerima pegawai berumur 55 tahun?” sentil Yudha.

Ia menilai tanggapan tersebut jauh dari empati dan tidak menggambarkan realitas sosial di lapangan. “Turun ke masyarakat, lihat kondisinya langsung. Banyak yang bahkan untuk makan sehari-hari pun kesulitan,” tambahnya.

Yudha juga menyampaikan contoh kasus seorang warga bernama Elia, janda dua anak yang mengalami kesulitan ekonomi namun tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Pemprov Janji Akan Kaji Usulan

Dalam forum yang sama, Kepala Biro Kesejahteraan Sosial (Kesos) Setda DKI Jakarta, Wahyu Haryadi, mencoba meredam ketegangan. Ia menyatakan pemerintah akan menampung aspirasi masyarakat dan melakukan kajian lebih lanjut.

“Insya Allah kami akan buat kajian bersama dinas-dinas terkait, seperti Dinas Sosial dan DPAPP. Hasil kajian akan kami sampaikan ke DPRD,” ujar Wahyu.

Meski demikian, perdebatan tajam di antara eksekutif dan legislatif ini menunjukkan bahwa isu kesejahteraan kelompok rentan, seperti para janda, masih menjadi pekerjaan rumah serius yang belum menemukan titik temu.