PPN 12 Persen Batal Naik, Sri Mulyani Sebut Pajak 11 Persen Tetap Dilanjutkan
HAIJAKARTA.ID – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sejumlah barang dan jasa tetap berada di angka 11 persen.
Kenaikan menjadi 12 persen hanya akan diberlakukan untuk barang yang saat ini tergolong dalam Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM).
PPN 12 Persen Batal Naik
“Kami tidak akan menaikkan PPN menjadi 12 persen untuk barang dan jasa secara umum. Insentif perpajakan yang telah diumumkan pada 16 Desember 2024 tetap berlaku,” ungkap Sri Mulyani melalui akun Instagram resminya, Rabu (1/1/2025).
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya telah mengumumkan sejumlah stimulus ekonomi untuk meringankan beban masyarakat.
Beberapa langkah yang disampaikan meliputi:
1. Bantuan Pangan
Ada sebanyak 10 kilogram beras untuk 16 juta keluarga penerima manfaat, diberikan mulai Januari hingga Februari 2025.
2. Diskon Listrik
Diskon listrik sebesar 50 persen untuk pelanggan dengan daya 2.200 VA atau lebih rendah selama dua bulan.
3. Perpanjangan Insentif PPh Final 0,5 persen
Kebijakan ini berlaku bagi UMKM dan pembebasan PPh untuk usaha dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun.
4. PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah
DTP untuk pekerja dengan gaji hingga Rp 10 juta per bulan.
5. Subsidi Bunga 5 Persen
untuk pembiayaan revitalisasi mesin industri padat karya.
6. Insentif Tambahan
Ada insentif tambahan yang diberlakukan untuk kendaraan listrik dan pembelian rumah.
Selain itu, pemerintah memberikan kemudahan akses terhadap Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) serta bantuan 50 persen untuk jaminan kecelakaan kerja di sektor padat karya selama enam bulan.
Kritik Terhadap Efektivitas Stimulus
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai insentif yang diberikan hanya bersifat sementara dan tidak cukup untuk meningkatkan konsumsi masyarakat dalam jangka panjang.
“Stimulus seperti bantuan pangan dan diskon listrik hanya berlangsung dua bulan, Januari-Februari. Setelah itu, daya beli masyarakat justru akan semakin tertekan, terutama menjelang Ramadhan ketika harga barang jasa naik secara musiman,” ujar Bhima.
Bhima menekankan bahwa langkah pemerintah untuk menjaga daya beli harus lebih holistik, terutama dalam menghadapi potensi inflasi di bulan-bulan mendatang.