Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa kebijakan redenominasi rupiah belum akan dijalankan dalam waktu dekat.

Ia menjelaskan, pelaksanaan redenominasi sepenuhnya berada di bawah kewenangan Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter.

“Itu kebijakan bank sentral dan dia nanti akan diterapkan sesuai dengan kebutuhan pada waktunya tapi enggak sekarang enggak tahun depan,” ujar Purbaya usai acara studium generale dalam rangka memperingati Dies Natalies ke-71 Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, pada Senin (10/11/2025), dikutip dari Kompas.

Purbaya menambahkan, pemerintah melalui Kementerian Keuangan tidak memiliki peran langsung dalam menentukan kapan redenominasi akan dilakukan.

Menurutnya, keputusan tersebut sepenuhnya ada di tangan BI dan akan diambil saat kondisi ekonomi dinilai paling tepat.

“Itu kebijakan Bank Sentral, bukan Menteri Keuangan. Kan Bank Sentral sudah kasih pernyataan tadi,” kata Purbaya.

Ia pun meminta masyarakat untuk tidak salah paham seolah-olah Kemenkeu yang mendorong rencana redenominasi tersebut.

“Jadi jangan gua yang digebukin, gue digebukin terus,” ujarnya.

Redenominasi Rupiah Masih Ditunda

Rencana penyederhanaan nilai rupiah atau redenominasi sempat menjadi salah satu agenda pemerintah.

Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029.

Dalam rencana tersebut, pemerintah menargetkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi bisa diselesaikan pada 2027.

Melalui kebijakan ini, nilai rupiah akan disederhanakan misalnya, Rp1.000 menjadi Rp1.

PMK tersebut ditandatangani langsung oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, memperkuat daya saing nasional, serta menjaga stabilitas dan kredibilitas rupiah.

Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan mampu menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan daya beli masyarakat.

Namun, sejumlah kalangan menilai rencana tersebut perlu dikaji lebih dalam karena dikhawatirkan bisa memicu inflasi dan belum tentu membawa dampak nyata bagi fundamental ekonomi Indonesia.