Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA. ID – Ribuan pengemudi ojol demo tuntut THR di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada Senin (17/2/2025).

Tak hanya itu para pengemudi ojek online (ojol), taksi online (taksol), dan kurir di berbagai kota di Indonesia menonaktifkan aplikasi sebagai bentuk kekesalan mereka terhadap kebijakan yang ada.

“Hari ini kami melakukan aksi menuntut THR bagi pengemudi ojol, taksol, dan kurir dengan unjuk rasa di Kemenaker serta aksi off bid massal di seluruh Indonesia,” ujar Lili Pujiati, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) sekaligus koordinator lapangan aksi, dalam pernyataan tertulis yang diterima pada Senin pagi.

Ribuan Pengemudi Ojol Demo Tuntut THR

Lili menegaskan bahwa tuntutan THR bagi pengemudi ojol dan taksol berlandaskan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Menurutnya, para pengemudi berhak menerima tunjangan tersebut karena telah memenuhi unsur pekerjaan, upah, dan perintah dalam hubungan kerja.

“Kami mengacu pada regulasi ketenagakerjaan yang menetapkan bahwa kami seharusnya mendapatkan THR karena memenuhi kriteria sebagai pekerja tetap,” jelas Lili.

Ia juga mengungkapkan bahwa Kemenaker sedang merancang aturan terkait THR bagi pengemudi ojol, yang diharapkan segera diterbitkan.

Dalam aksi ini, aliansi menuntut agar THR diberikan sebesar satu bulan upah minimum provinsi (UMP) dan dibayarkan paling lambat 30 hari sebelum Hari Raya.

Mereka juga menolak konsep kemitraan yang selama ini dianggap hanya menjadi alasan bagi perusahaan platform untuk menghindari kewajiban membayar THR dan hak-hak pekerja.

Kritik terhadap Hubungan Kemitraan

Aliansi menyoroti bahwa fleksibilitas dalam hubungan kemitraan justru merugikan pengemudi.

Konsep ini dinilai hanya menjadi dalih bagi platform untuk menghindari kewajiban memberikan hak-hak pekerja, termasuk THR.

“Fleksibilitas dalam kemitraan lebih menguntungkan platform dan mempersulit pengemudi mendapatkan hak mereka,” ujar Lili.

Selain itu, ia menegaskan bahwa pengemudi ojol telah memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian, sementara perusahaan platform meraup keuntungan besar tanpa memperhatikan kesejahteraan pekerja.

Platform dinilai kerap mengabaikan standar upah minimum, hak lembur, cuti haid, cuti melahirkan, dan pembatasan jam kerja.

“Perusahaan mendapatkan keuntungan besar, tetapi kesejahteraan pengemudi terabaikan. Ini harus diubah,” tambahnya.

Dampak dari Sistem Algoritma

Aliansi juga mengkritik sistem algoritma platform yang dianggap tidak transparan dan lebih menguntungkan perusahaan daripada pengemudi.

Akibatnya, banyak pengemudi terpaksa bekerja lebih dari 17 jam sehari karena pendapatan per orderan yang tidak pasti.

“Pendapatan pengemudi tidak menentu karena algoritma yang sepihak lebih menguntungkan platform,” ungkap Lili.

Harapan terhadap Pemerintah

Dalam aksi ini, pengemudi ojol berharap agar pemerintah segera mengambil langkah tegas dengan menerbitkan kebijakan yang berpihak kepada mereka.

Mereka menegaskan bahwa negara harus hadir dalam melindungi hak-hak pekerja di sektor transportasi online.

“Kami meminta Kemenaker mengeluarkan kebijakan yang adil bagi pengemudi ojol dan pekerja platform lainnya,” pungkas Lili.

Apa itu Off Bid?

Off bid” adalah istilah yang digunakan oleh pengemudi ojek online (ojol), taksi online (taksol), dan pekerja platform lainnya untuk menyatakan bahwa mereka secara massal menonaktifkan aplikasi atau tidak mengambil pesanan sebagai bentuk protes atau mogok kerja.

Off bid massal dilakukan sebagai aksi solidaritas.

Dalam kasus ini ditujukan untuk menuntut Tunjangan Hari Raya (THR) dari perusahaan platform.