Rupiah Berpeluang Menguat: IHSG Menguat dan Modal Asing Masuk, Ini Kata Menkeu
HAIJAKARATA.ID – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa meyakini nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memiliki peluang besar untuk menguat ke depan.
Keyakinan ini didasari sejumlah indikator positif yang mencerminkan kepercayaan pasar terhadap kondisi ekonomi Indonesia.
Menurut Purbaya, pelemahan rupiah yang terjadi sejauh ini masih tergolong ringan jika dibandingkan dengan mata uang negara berkembang lain, seperti India, Turki, dan Argentina.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pelaku pasar tetap optimistis terhadap fundamental ekonomi Indonesia yang dinilai terus membaik.
Rupiah Berpeluang Menguat
“Di pasar keuangan domestik aliran modal asing kembali masuk ditopang menurunnya ekspektasi pasar atas depresiasi rupiah serta terjaganya currency risk dan country risk Indonesia pada level yang rendah. Kalau dilihat risiko depresiasinya menurun, itu panahnya turun ke bawah terus itu menunjukkan ekspektasi depresiasi (rupiah) menurun. Artinya, rupiah menguat ke depan,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN Kita di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2025), dikutip dari Detik
Dari sisi pasar saham, Purbaya mencatat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada semester II-2025 menunjukkan tren penguatan, meskipun sempat mengalami koreksi dan pergerakan yang cukup fluktuatif.
Sementara itu, di pasar obligasi, imbal hasil surat utang negara di banyak negara berkembang justru menurun.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan negara maju yang mengalami kenaikan yield akibat meningkatnya tekanan fiskal.
“Di pasar obligasi negara penurunan yield terjadi banyak negara emerging. Sementara negara maju justru me galai kenaikan yield akibat tekanan fiskal meningkat,” ujar Purbaya.
Terkait prospek ekonomi global, Purbaya menilai situasinya masih relatif tangguh meski ketegangan perdagangan antara AS dan China belum sepenuhnya mereda.
Bank Sentral AS, The Fed, kembali menurunkan suku bunga sesuai ekspektasi pasar.
Pelonggaran kebijakan tersebut diperkirakan akan mendorong pertumbuhan ekonomi global di kisaran 3 persen sepanjang 2025–2026.
Adapun dari sisi komoditas, harga minyak Brent dan batu bara cenderung melemah, terutama akibat kekhawatiran kelebihan pasokan.
Sementara harga minyak sawit mentah (CPO) tercatat mengalami kontraksi secara year to date sejak Oktober 2025 karena peningkatan produksi, meski secara tahunan masih tumbuh sekitar 9 persen.
“Harga minyak brent, batu bara melemah terutama dipicu oleh concern oversupply. Harga CPO kontraksi secara year to date sejak Oktober 2025 dipicu peningkatan produksi namun masih tinggi sebesar 9% secara year on year,” tambahnya.
