Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Kelompok peretas Brain Cipher mengumumkan niat mereka untuk memberikan kunci dekripsi gratis data di Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 yang disandera sejak pertengahan Juni, Selasa (2/7/2024) pagi.

Dalam unggahan di forum dark web yang diunggah ulang oleh akun perusahaan intelijen siber @stealthmole_int, Brain Cipher menyatakan bahwa kunci tersebut akan diberikan secara gratis kepada pemerintah pada Rabu (3/7/2024).

Namun, hingga Rabu pagi ini, Brain Cipher belum menepati janjinya.

Tidak ada pengumuman atau posting terbaru terkait dekripsi PDNS 2 di dark web mereka.

Pengamat keamanan siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya, mengingatkan bahwa tidak ada kepastian bahwa pihak peretas akan memulihkan data di server PDNS 2 pada Rabu ini karena peretas tidak memberikan keterangan waktu dan tanggal yang spesifik.

Ketidakpastian Tanggal Pemberian Kunci Dekripsi

Alfons menunjukkan adanya countdown atau hitungan mundur 3.105 hari di situs dark web Brain Cipher, yang mengindikasikan waktu bagi peretas untuk memulihkan data yang diretas.
Hitungan mundur ini telah diperbarui menjadi 3.104 hari, yang artinya pemberian kunci dekripsi bisa terjadi sekitar 8,5 tahun lagi.

Menurut Alfons, pemerintah harus berhati-hati dan tidak mudah percaya dengan janji yang bisa saja palsu.

Tanpa keterangan waktu yang jelas, janji Brain Cipher tidak bisa dianggap pasti.

Bahkan jika Brain Cipher menyatakan “this Wednesday,” tanpa menyebutkan tanggal spesifik, itu bisa berarti kapan saja, termasuk Rabu dalam 8,5 tahun ke depan.

“Perlu adanya kehati-hatian. Bisa saja dia bilang ‘this Wednesday’ artinya Rabu ini atau Rabu dibulan lain. Tidak memberikan tanggal pasti,” ujarnya.

“Semisal dia ucap ‘this Wednesday, July 3rd 2024’, mungkin baru percaya ya. Kalau dilihat dari darkweb sesuai informasinya 3.105 hari atau dengan kata lain 8,5 tahun lagi. Bisa jadi Rabu di 8,5 tahun ke depan baru kasih kuncinya,” tutupnya.

Dilema Pemerintah

Pemerintah Indonesia menghadapi dilema besar. Jika menerima kunci dekripsi dari Brain Cipher, mereka bisa memulihkan data yang terkunci dan mengembalikan layanan yang terganggu.

Namun, hal ini bisa menimbulkan keraguan tentang keandalan sistem keamanan siber di Indonesia dan memberi kesan bahwa pemerintah mudah dipermainkan oleh peretas.

Sebaliknya, jika menolak kunci dekripsi, data yang terkunci tidak akan bisa diselamatkan, dan banyak layanan publik akan tetap terganggu.

Hal ini akan merugikan masyarakat sebagai pemilik data.

Alfons menegaskan bahwa dalam kasus kebocoran data, dampak yang paling dirugikan adalah masyarakat, bukan pengelola data.