Tanggapan Wamenkes Soal Kasus Warga Baduy Ditolak RS: Wajib Berikan Layanan
HAIJAKARTA.ID – Kasus penolakan pasien dari kalangan masyarakat adat kembali menjadi sorotan publik.
Kali ini, perhatian tertuju pada peristiwa warga suku Baduy tak punya NIK yang ditolak rumah sakit saat membutuhkan perawatan medis.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menegaskan bahwa rumah sakit tidak diperbolehkan menolak pasien dengan alasan administrasi, termasuk ketiadaan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Tanggapan Wamenkes Soal Kasus Warga Baduy Ditolak RS
Dante menekankan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak dasar setiap warga negara.
“Dengan atau tanpa NIK, apalagi dalam kondisi darurat, rumah sakit tetap wajib memberikan layanan. Itu sudah menjadi hak dasar bagi semua warga,” ujar Dante saat meninjau kegiatan pemeriksaan kesehatan gratis di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3, Gandaria, Jakarta Selatan, Kamis (6/11/2025).
Ia menambahkan bahwa Kementerian Kesehatan akan menelusuri kasus tersebut dan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan setempat.
Tujuannya, memastikan seluruh prosedur penanganan darurat berjalan sesuai dengan standar nasional.
“Kalau memang benar terjadi penolakan, tentu akan kami evaluasi. Keselamatan pasien harus diutamakan dibanding urusan administrasi,” tegasnya.
Terkait usulan penerbitan kartu kesehatan khusus bagi masyarakat adat seperti suku Baduy tak punya NIK, Dante menilai hal tersebut belum perlu dilakukan.
Menurutnya, sistem kesehatan yang ada sudah cukup untuk memastikan layanan bagi semua warga, termasuk mereka yang belum tercatat dalam sistem kependudukan.
“Di wilayah Baduy sendiri ada puskesmas. Kalau mereka perlu dirujuk ke rumah sakit, prosesnya tetap bisa dilakukan meskipun tanpa NIK,” jelas Dante.
Ia menegaskan bahwa prinsip utama dalam layanan kesehatan adalah akses universal dan kemanusiaan, bukan administratif semata.
Setiap fasilitas kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, terikat oleh regulasi yang mengatur larangan penolakan pasien dalam kondisi gawat darurat.
Kementerian Kesehatan kini tengah menghimpun informasi dari pihak rumah sakit dan pemerintah daerah untuk memastikan kejadian ini ditangani sesuai aturan.
Dante berharap peristiwa penolakan terhadap suku Baduy tak punya NIK bisa menjadi bahan evaluasi nasional agar seluruh fasilitas kesehatan lebih peka terhadap kelompok rentan.
“Kami ingin memastikan kejadian seperti ini tidak terulang. Semua fasilitas kesehatan harus memberikan pelayanan yang adil, terutama bagi masyarakat adat dan kelompok marjinal,” ungkapnya.
Kronologi Warga Baduy Ditolak Rumah Sakit
Kasus ini bermula ketika seorang warga suku Baduy tak punya NIK menjadi korban pembegalan di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Ia menderita luka bacok di tangan kiri saat berjualan madu. Saat korban mendatangi rumah sakit terdekat untuk meminta pertolongan, pihak rumah sakit menolak dengan alasan korban tidak memiliki KTP.
Peristiwa tersebut kemudian viral di media sosial dan menimbulkan reaksi publik.
Banyak pihak mengecam tindakan rumah sakit yang dianggap tidak berperikemanusiaan.
Setelah itu, Kementerian Kesehatan langsung turun tangan untuk menindaklanjuti kasus ini.

