Peringati Hardiknas 2025, Ketua Pertuni Desak Pemerintah Wujudkan Sekolah Inklusi Ramah Disabilitas di Jakarta

HAIJAKARTA.ID – Hak pendidikan disabilitas yang harus dipenuhi pemerintah di Hardiknas 2025 menjadi desakan serius di momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun ini.
Di tengah semangat pemerataan akses pendidikan, berbagai pihak menyoroti masih adanya kesenjangan signifikan yang dialami penyandang disabilitas dalam mengakses layanan pendidikan yang inklusif dan bermutu.
Sekolah Inklusi Belum Siap Penuhi Kebutuhan Disabilitas
Mulyawan menyoroti kenyataan bahwa banyak penyandang disabilitas masih menghadapi kesulitan untuk mendapatkan hak belajarnya.
Bahkan, menurutnya, sekolah inklusi yang seharusnya menjadi solusi justru kerap tidak siap dari sisi sumber daya manusia maupun sarana pendukung.
“Kalau memang anak-anak disabilitas diarahkan ke sekolah inklusi, pemerintah harus memastikan dulu kesiapan fasilitas dan tenaga pendidiknya,” ujar Mulyawan. Ia menekankan bahwa sekolah inklusi seharusnya memiliki guru dengan keahlian khusus untuk mendampingi siswa disabilitas sesuai kebutuhan masing-masing.
Ia mengungkapkan, terdapat kasus di sebuah SD Negeri di Jakarta di mana siswa tunanetra diminta belajar membaca dan menulis seperti siswa umum, tanpa penyesuaian metode. Hal ini, menurutnya, menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap kebutuhan belajar yang berbeda-beda antara tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa.
Hak Pendidikan Disabilitas Belum Terpenuhi Saat Hardiknas 2025
Dalam momen Hardiknas 2025 yang mengusung tema “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua”, Mulyawan berharap tema tersebut tak sekadar menjadi slogan. Ia menilai, masih banyak sekolah inklusi yang tidak benar-benar ramah bagi peserta didik penyandang disabilitas.
Menurutnya, penyediaan guru pendamping khusus berdasarkan jenis disabilitas sangat penting untuk menjamin proses belajar berjalan efektif dan manusiawi. “Idealnya, setiap jenis disabilitas mendapat pendampingan yang sesuai. Jadi bukan satu pendekatan untuk semua,” jelas Mulyawan.
Fasilitas Fisik Sekolah Inklusi Masih Belum Aksesibel
Selain masalah pendidik, Mulyawan juga menyoroti kondisi fisik gedung sekolah yang masih menyulitkan akses penyandang disabilitas, khususnya tunadaksa yang menggunakan kursi roda.
Ia mengingatkan bahwa bangunan sekolah bertingkat seharusnya menyediakan aksesibilitas yang memadai.
Ia menyebut masih ada sekolah inklusi di Jakarta yang tidak menyediakan jalur khusus atau fasilitas lain yang memungkinkan mobilitas penyandang disabilitas secara mandiri.
“Paling tidak harus ada jalur kursi roda di sekolah-sekolah yang bertingkat. Itu hal mendasar yang belum terpenuhi,” ujarnya.
Poin-poin Penting dalam Hak Pendidikan Disabilitas
1. Hak atas pendidikan berkualitas:
Setiap penyandang disabilitas memiliki hak untuk mengakses pendidikan yang bermutu, baik melalui sekolah inklusif maupun lembaga pendidikan khusus yang dirancang sesuai kebutuhan mereka.
2. Kesetaraan dalam peran pendidikan
Mereka memiliki hak yang sama untuk berperan dalam dunia pendidikan, termasuk menjadi guru atau tenaga kependidikan di berbagai jenjang satuan pendidikan.
3. Akses terhadap pendidikan inklusif
Penyandang disabilitas berhak mengikuti pendidikan di sekolah umum yang menerapkan sistem inklusif, di mana mereka dapat belajar bersama siswa tanpa disabilitas dalam lingkungan yang mendukung.
4. Pilihan pendidikan khusus
Selain pendidikan inklusif, mereka juga dapat mengakses pendidikan khusus yang dirancang berdasarkan kebutuhan unik masing-masing individu.
5. Peran aktif dalam dunia pendidikan
Penyandang disabilitas tidak hanya sebagai penerima layanan pendidikan, tetapi juga memiliki hak untuk berkontribusi sebagai bagian dari komunitas pendidikan, baik sebagai siswa, pengajar, maupun tenaga pendukung.
6. Pendidikan yang dipersonalisasi
Layanan pendidikan bagi penyandang disabilitas harus mempertimbangkan potensi, minat, dan kebutuhan khusus mereka agar proses belajar benar-benar sesuai dan bermanfaat secara optimal.
Peringatan Hardiknas 2025 menjadi momentum penting untuk merefleksikan sejauh mana negara hadir dalam menjamin hak pendidikan disabilitas.