Sejarah dan Cerita Legenda Gunung Semeru: Gunung Suci Penyangga Pulau Jawa
Gunung Semeru merupakan salah satu gunung berapi aktif di Indonesia yang dikenal sebagai titik tertinggi di Pulau Jawa.
Gunung yang menjulang setinggi 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini juga menempati posisi sebagai gunung berapi tertinggi ketiga di Indonesia, berada di bawah Gunung Kerinci (3.805 mdpl) dan Gunung Rinjani (3.736 mdpl).
Secara geologi, Semeru terbentuk akibat proses subduksi Lempeng Indo-Australia yang bergerak menunjam ke bawah Lempeng Eurasia.
Subduksi ini adalah proses tektonik ketika dua lempeng bumi saling bertumbukan, dan lempeng yang lebih tebal menekan ke bawah lempeng yang lebih tipis, sehingga memicu aktivitas vulkanik yang membentuk pegunungan.
Namun, di balik penjelasan ilmiah mengenai terbentuknya Gunung Semeru, masyarakat justru lebih akrab dengan kisah legenda yang diwariskan secara turun-temurun. Cerita rakyat ini menjadi bagian penting dari budaya dan kepercayaan yang berkembang di sekitar Semeru.
Bagi Anda yang belum pernah mendengarnya, berikut adalah legenda tentang asal-usul Gunung Semeru.
Cerita Legenda Sejarah Gunung Semeru

Gunung Semeru menyimpan kisah legenda yang diwariskan secara turun-temurun hingga saat ini. Cerita tersebut sangat kental dengan pengaruh budaya Hindu karena menghadirkan dewa-dewi sebagai tokoh utamanya.
Legenda mengenai asal-usul Gunung Semeru tercatat dalam Kitab Tantu Panggelaran yang ditulis pada abad ke-15. Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa Gunung Semeru sebenarnya merupakan bagian dari Gunung Meru yang berada di India.
Dikisahkan bahwa Dewa Siwa suatu hari datang ke sebuah pulau setelah melihat keberadaan pohon Jawawut. Dari nama pohon inilah pulau tersebut akhirnya dinamai Pulau Jawa. Namun pada masa itu, Pulau Jawa digambarkan masih terombang-ambing di tengah lautan dan belum memiliki kestabilan. Para dewa kemudian memutuskan untuk memaku pulau tersebut agar tidak bergoyang.
Sebagai solusinya, mereka memindahkan Gunung Meru dari India ke Pulau Jawa untuk dijadikan paku bumi. Dalam proses pemindahan ini, para dewa digambarkan menjelma menjadi hewan-hewan.
-
Dewa Wisnu berubah menjadi kura-kura raksasa yang mengangkut Gunung Meru di atas punggungnya.
-
Dewa Brahma menjelma sebagai ular besar yang melilit tubuh Wisnu untuk menahan gunung agar tetap stabil.
Setibanya di Pulau Jawa, Gunung Meru pertama kali diletakkan di bagian barat. Namun hal itu justru menyebabkan wilayah timur pulau terangkat dan menjadi tidak seimbang. Para dewa kemudian memindahkannya ke bagian timur, tetapi kondisi pulau tetap belum stabil.
Akhirnya, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma memutuskan untuk membelah Gunung Meru menjadi dua bagian dan menempatkannya di ujung barat serta timur sebagai penyeimbang. Bagian barat gunung tersebut kemudian dikenal sebagai Gunung Pawitra, yang kini disebut Gunung Penanggungan. Sementara bagian utama gunung yang diletakkan di timur menjadi Gunung Mahameru, yang saat ini dikenal sebagai Gunung Semeru.
Begitulah legenda yang menggambarkan Gunung Semeru sebagai paku bumi Pulau Jawa, simbol keseimbangan dan kekuatan yang menjaga stabilitas pulau hingga kini.
Sejarah Letusan Gunung Semeru
Sebagai salah satu gunung berapi aktif di Indonesia, Gunung Semeru telah mengalami serangkaian letusan sejak pertama kali tercatat pada tahun 1818. Berdasarkan informasi dari BNPB, catatan letusan pada periode 1818–1913 tidak banyak terdokumentasikan secara detail. Aktivitas vulkanik dengan durasi panjang kembali terpantau pada tahun 1941–1942.
Mengutip data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Badan Geologi, berikut rangkuman sejarah aktivitas letusan Gunung Semeru:
1941–1942
- Terjadi letusan melalui celah radial.
- Leleran lava terjadi mulai 21 September 1941 hingga Februari 1942.
- Letusan mencapai lereng timur pada ketinggian 1.400–1.775 meter.
- Ada enam titik letusan aktif.
- Aliran lava mengalir ke Besuk Semut dan menimbun Pos Pengairan Bantengan.
- Panjang aliran lava mencapai sekitar 6,5 kilometer.
1946
- Muncul awan panas dan menyebabkan kerusakan lahan garapan.
- Aktivitas terjadi pada Februari–Mei dan Oktober–Desember.
- Terjadi pembentukan kubah lava (Adnawidjaja, 1947).
1950
- Lava mengalir ke Besuk Sat.
- Guguran lava masuk ke Besuk Semut akibat letusan pada Juli serta 23 November hingga Desember.
1951
-
Aliran lava kembali masuk ke kawasan Besuk Semut.
1952
- Lava mencapai Totogan Malang.
- Aliran lava di Besuk Kobokan meluas hingga ke Curah Lengkong.
1953–1960
-
Aktivitas vulkanik terekam berlangsung terus-menerus dalam rentang waktu ini.
1977
- Guguran lava memicu awan panas sejauh 10 kilometer di Besuk Kembar.
- Volume endapan mencapai sekitar 6,4 juta meter kubik.
1978–1989
- Aktivitas vulkanik Gunung Semeru masih terus berlangsung dan diawasi intensif.
1990–2008
- Gunung Semeru tetap aktif dengan berbagai aktivitas vulkanik.
- Pada tahun 2008, terjadi beberapa kali erupsi antara 15–22 Mei.
- Pada 22 Mei 2008, empat awan panas tercatat meluncur ke arah Besuk Kobokan sejauh 2.500 meter.
2025
Terbaru, Gunung Semeru kembali erupsi dengan menyemburkan abu vulkanik di atas puncak pada Rabu 19 november 2025.
Kolom abu terpantau berwarna kelabu pekat dengan intensitas tebal dan condong ke arah barat laut hingga utara. Erupsi juga terekam alat seismograf Pos Pengamatan Gunung Semeru dengan amplitudo maksimum 40 mm dengan durasi 16 menit 40 detik.
Letusan guguran awan panas dari Gunung Semeru hingga tembus radius 13 kilometer yang mengarah ke 2 aliran Sungai Curah Kobokan dan Kali Lanang atau Besuk Lengkong, Desa Supit Urang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupatan Lumajang.

