sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Badan Gizi Nasional (BGN) menggelar rapat koordinasi pengelolaan keuangan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang diikuti sekitar 6.300 peserta dari berbagai daerah di Indonesia.

Kegiatan ini juga dihadiri perwakilan akuntan dapur dari wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta.

Rapat tersebut berlangsung di Sentul International Convention Centre (SICC), Bogor, pada Rabu (24/12/2025).

Dalam kesempatan itu, Kepala BGN Dadan Hindayana menyampaikan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) mengalami perkembangan pesat sejak pertama kali dibentuk pada Agustus 2024.

BGN Bentuk 18.200 SPPG di Seluruh Indonesia

Dadan mengenang awal berdirinya BGN yang masih sangat sederhana.

Saat dilantik, ia bahkan belum didampingi staf maupun protokoler.

Kini, jumlah pegawai pusat hampir mencapai 500 orang dan BGN telah memiliki gedung sendiri sebagai pusat operasional.

“Badan Gizi Nasional ini lahir 15 Agustus 2024. Saat saya dilantik, saya sendirian, tidak ada protokoler. Sekarang, pegawai pusat sudah hampir 500 orang dan kita punya gedung sendiri,” ujar Dadan, dikutip dari Detik.

Hingga akhir 2025, BGN telah membentuk sekitar 18.200 SPPG yang tersebar di 509 kabupaten dan 7.022 kecamatan di seluruh Indonesia.

Dari sisi anggaran, BGN awalnya mendapat alokasi Rp 71 triliun.

Anggaran tersebut kemudian bertambah Rp 14 triliun setelah mendapat persetujuan Kementerian Keuangan, sehingga totalnya menjadi Rp 85 triliun.

“Kalau tidak ada tambahan Rp 14 triliun, hari ini tidak ada lagi program makan bergizi karena dananya habis. Ini bukti bahwa mekanisme penyerapan anggaran kita berjalan,” jelasnya.

Menurut Dadan, tambahan anggaran itu sangat krusial.

Tanpa suntikan dana tersebut, program Makan Bergizi Gratis berpotensi terhenti karena keterbatasan anggaran.

Ia menilai hal ini menjadi bukti bahwa mekanisme penyerapan anggaran BGN berjalan dengan baik.

Sejak Januari 2025, program MBG telah menjangkau sekitar 55 juta penerima manfaat dengan kebutuhan anggaran mencapai kurang lebih Rp 850 miliar per hari.

Sekitar 70 persen dari dana tersebut digunakan untuk membeli bahan pangan, yang secara langsung mendorong perputaran ekonomi di berbagai sektor.

Ia menegaskan, MBG bukan sekadar program pemenuhan gizi, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi.

Petani, peternak, nelayan, hingga para relawan turut merasakan dampak positif dari program ini.

“Ini bukan hanya program gizi, tapi juga penggerak ekonomi. Petani, peternak, nelayan, hingga relawan ikut merasakan dampaknya,” ucapnya.

Ke depan, BGN menargetkan peningkatan kualitas layanan melalui sertifikasi SPPG mulai tahun depan.

Mitra yang belum memenuhi standar akan diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan sebelum dilakukan evaluasi ulang.

“Kita tidak hanya bicara cepat, tapi juga kualitas. Tahun depan adalah masa peningkatan mutu layanan,” tutup Dadan.