Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Hari Internasional Penyandang Disabilitas atau Hari Disabilitas Internasional diperingati setiap tanggal 3 Desember.

Di dunia internasional, momen ini dikenal sebagai International Day of Persons with Disabilities (IDPD).

Peringatan ini ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai ajakan bagi masyarakat global untuk kembali melihat sejauh mana inklusivitas dan akses bagi penyandang disabilitas telah diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sejarah Hari Disabilitas Internasional

Menurut keterangan di laman resmi PBB, Hari Internasional Penyandang Disabilitas pertama kali diumumkan pada tahun 1992 melalui resolusi Majelis Umum PBB.

Tujuan penetapan hari ini adalah untuk mendorong pemenuhan hak serta kesejahteraan penyandang disabilitas di berbagai aspek pembangunan dan kehidupan sosial.

Selain itu, peringatan ini juga menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai kondisi serta tantangan yang masih dihadapi penyandang disabilitas dalam bidang politik, sosial, ekonomi, hingga budaya.

Tema Hari Disabilitas Internasional 2025

Hari Disabilitas Internasional tahun 2025 diperingati pada Rabu, 3 Desember 2025.

Menurut informasi dari Departemen Ekonomi dan Sosial PBB, tema yang diangkat tahun ini adalah “Fostering disability-inclusive societies for advancing social progress.”

Jika diterjemahkan, tema tersebut berarti “Membangun masyarakat yang inklusif bagi penyandang disabilitas untuk mendorong kemajuan sosial.”

Peringatan tahun ini juga berhubungan erat dengan momentum KTT Dunia Kedua untuk Pembangunan Sosial yang berlangsung di Doha pada 4–6 November 2025.

Dalam forum tersebut, para pemimpin dunia kembali menegaskan komitmennya untuk mewujudkan masyarakat yang lebih adil, inklusif, dan setara bagi semua.

Seruan untuk Menempatkan Inklusi Disabilitas sebagai Inti Kemajuan Sosial

Deklarasi Politik Doha menegaskan bahwa pembangunan sosial tidak akan pernah berjalan maksimal tanpa melibatkan penyandang disabilitas secara penuh baik dalam inklusi, partisipasi, maupun kepemimpinan.

Meski begitu, penyandang disabilitas di berbagai wilayah masih menghadapi tantangan yang berulang, antara lain:

  • Risiko lebih tinggi untuk hidup dalam kemiskinan
  • Akses yang minim terhadap pekerjaan layak dan upah yang setara
  • Kesenjangan perlindungan sosial, terutama bagi mereka yang bekerja di sektor informal
  • Hambatan untuk meraih otonomi, martabat, serta kendali atas kehidupan pribadi di dalam sistem dukungan dan perawatan
  • Ketidaksetaraan dalam mendapatkan teknologi bantu dan lingkungan yang ramah akses

Peringatan ini menjadi pengingat penting bahwa masyarakat yang inklusif bukan hanya slogan, tetapi komitmen nyata yang harus diwujudkan bersama.

Mengenal Apa Itu Disabilitas?

Menurut penjelasan dari PBB, disabilitas adalah kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan atau gangguan fungsi yang cukup signifikan dibandingkan standar umum di lingkungannya.

Istilah ini mencakup berbagai kondisi, mulai dari gangguan fisik, sensorik, kognitif, intelektual, kesehatan mental, hingga penyakit kronis.

Penyandang disabilitas merupakan kelompok minoritas terbesar di dunia.

Sayangnya, mereka sering menghadapi tantangan yang lebih berat, kondisi kesehatan yang cenderung lebih buruk, capaian pendidikan yang lebih rendah, kesempatan ekonomi yang terbatas, hingga tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak memiliki disabilitas.

Situasi ini terjadi bukan semata karena kondisi fisik atau mental mereka, melainkan karena minimnya akses layanan, seperti teknologi informasi dan komunikasi, dukungan hukum, transportasi, serta berbagai hambatan lain dalam kehidupan sehari-hari.

Hambatan tersebut bisa muncul dalam banyak bentuk mulai dari lingkungan yang tidak ramah akses, kebijakan atau regulasi yang kurang memadai, hingga sikap masyarakat yang masih penuh prasangka.

Risiko kekerasan terhadap penyandang disabilitas juga jauh lebih tinggi.

Beberapa temuan menunjukkan:

  • Anak-anak penyandang disabilitas hampir empat kali lebih rentan mengalami kekerasan dibanding anak tanpa disabilitas.
  • Orang dewasa dengan disabilitas memiliki kemungkinan 1,5 kali lebih tinggi menjadi korban kekerasan.
  • Orang dewasa dengan gangguan kesehatan mental berisiko hampir empat kali lebih besar mengalami kekerasan.

Faktor-faktor seperti stigma, diskriminasi, kurangnya pemahaman tentang disabilitas, serta minimnya dukungan sosial bagi keluarga atau pendamping, ikut memperbesar risiko tersebut.