Follow WhatsApp Channel Haijakarta.id
Follow

HAIJAKARTA.ID – Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyoroti keputusan Gubernur Banten yang menonaktifkan Kepala SMAN 1 Cimarga Dini Fitria setelah ia diduga menampar salah satu siswa kelas 12 bernama Indra Lutfiana Putra (17).

Tindakan tersebut disebut terjadi karena sang siswa kedapatan merokok di lingkungan sekolah.

Kepala SMAN 1 Cimarga Dinonaktifkan

Kabid Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, menyatakan pihaknya mempertanyakan apakah proses penonaktifan kepala sekolah itu sudah sesuai mekanisme dan peraturan yang berlaku.

Ia khawatir keputusan tersebut diambil hanya karena tekanan publik akibat viralnya kasus tersebut.

“Kami mempertanyakan apakah pencopotan ini sudah melalui tahapan laporan, pemeriksaan, dan rekomendasi resmi dari Satgas Pemda, atau hanya didasarkan pada sentimen karena viral,” ujar Iman dalam keterangan tertulis, Rabu (15/10/2025).

Dugaan Ketidaksesuaian Prosedur

Menurut Iman, berdasarkan Pasal 39 Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023, penanganan kekerasan oleh satuan pendidikan dan pemerintah daerah seharusnya dilakukan melalui beberapa tahap, mulai dari penerimaan laporan, pemeriksaan, penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, hingga pemulihan.

Namun, P2G menilai dalam kasus Kepala SMAN 1 Cimarga dinonaktifkan ini tidak terlihat adanya laporan dan hasil pemeriksaan dari Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) yang seharusnya dibentuk oleh Pemda.

Iman juga menilai pelaporan kepala sekolah kepada pihak kepolisian oleh orang tua siswa merupakan langkah yang terlalu berlebihan.

“Regulasi pendidikan sebenarnya sudah sangat lengkap. Tinggal bagaimana sekolah dan orang tua memiliki kesadaran untuk menjalankan aturan itu agar tujuan pendidikan tetap tercapai,” tutur Iman.

P2G Minta Gubernur Banten Tidak Gegabah

Lebih lanjut, P2G mendesak agar Gubernur Banten tidak terburu-buru mengambil keputusan pemberhentian terhadap Dini Fitria.

Menurut mereka, penonaktifan tanpa proses yang jelas justru dapat menimbulkan ketidakpercayaan di kalangan tenaga pendidik.

“Kami berharap keputusan ini tidak diambil tergesa-gesa. Semua pihak perlu duduk bersama membangun dialog dan suasana kondusif agar proses belajar kembali normal,” tegas Iman.

Komite Sekolah bersama pihak guru diharapkan turut berperan menciptakan situasi yang tenang di lingkungan sekolah agar para murid bisa kembali belajar tanpa tekanan.

P2G meminta Pemerintah Provinsi Banten, khususnya Dinas Pendidikan, untuk memfasilitasi dialog antara pihak sekolah, orang tua siswa, dan kepala sekolah.

Upaya ini diharapkan bisa mencegah konflik berkepanjangan dan mengembalikan fokus pendidikan.

Selain itu, Iman juga meminta aparat kepolisian untuk mengedepankan prinsip Restorative Justice dalam menangani kasus ini, sebagaimana diatur dalam Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 tentang penyelesaian perkara dengan pendekatan pemulihan hubungan sosial.

“Penyelesaian sebaiknya mengedepankan pemulihan dan perdamaian antara pihak yang terlibat, bukan hanya sekadar hukuman,” jelas Iman.

Pendekatan tersebut dinilai lebih tepat karena kasus ini berkaitan dengan dunia pendidikan, di mana nilai pembinaan dan kemanusiaan seharusnya diutamakan.